Penasaran Tingkat Tinggi

9.4K 548 4
                                    

Aliya pasti sudah terlelap, atau mungkin sedang bermimpi.

Abel menatapnya tanpa henti.

Ada rasa khawatir yang sulit dihindari. Ada rasa cemas yang bergelayut manja di pikiran Abel. Berharap rasa sakit yang Aliya derita bisa segera menghilang.

Abel sendiri diruangan itu, menjaga Aliya dalam diam. Dia sama sekali tidak merasa kesepian, justru malah merasa lebih leluasa memandangi Aliya.

Hhh, seandainya gue yang ada di mimpi lo sekarang, Al.

Abel merapikan rambut Aliya yang berantakan menutupi sebagian keningnya.

Aliya begitu pucat, begitu lemah. Mungkin dia sedang berusaha nyaman dalam tidurnya sambil menahan sakit dan nyeri di seluruh tubuhnya. Terutama tangan kanannya yang sedang cedera itu.

Abel semakin resah melihatnya.

Tubuh Aliya bergerak dengan gelisah, lalu sesaat kemudian dia bergerak dan tanpa sadar meletakkan tangannya di atas tangan Abel.

Dengan lembut Abel mengelus punggung tangan Aliya dan mencium jemarinya dengan cepat.

Abel tidak bisa berhenti tersenyum. Dengan menatap wajahnya saja Abel bisa merasa sangat bahagia.

Ada kedamaian merasuki hati terdalamnya saat detik demi detik dia lewati sambil memandangi wajah gadis pujaannya itu.

Bibir itu, ah, bisa-bisanya bibir itu tetap menggoda disaat pemiliknya sedang tertidur dan sakit.

Aliya pasti udah lelap banget tidurnya, kalo gue cium bibirnya sedikiiiittt aja..... Dia bakal bangun ga yah?

Abel bermonolog dalam hati. Dan sedetik kemudian dia menggeleng kuat.

Gila, gila, gila! Gimana bisa gue mikir buat nyium dia. Kalo dia kebangun bisa-bisa gue ditampar.....

Tanpa sadar Abel memegang pipinya dengan wajah ngeri. Ngeri dengan pemikirannya sendiri.

Semakin menatap wajah Aliya, pikirannya semakin menjurus kearah yang menjerumuskan. Dia hanya berani bermain dengan pikirannya sendiri.

Akiya bergerak lagi, wajahnya terlihat meringis, sebelah tangannya memegang tangannya masih di gips.

Abel segera menarik tangan kiri Aliya, takut tangan itu akan meremas gips itu tanpa sadar.

Dengan penuh kasih sayang Abel mengusap tangan Aliya yang kesakitan, membelai pipinya dan merapikan rambutnya. Hingga beberapa saat kemudia nafas Aliya kembali normal, sepertinya dia sudah bisa tidur nyenyak kembali.

Abel tahu betul Aliya paling suka diusap rambutnya, Aliya akan merasa nyaman dan cepat terlelap selelah apapun kondisinya.

Abel tahu karena seulang latihan softball Aliya sering mampir ke apartemennya buat numpang makan dan nonton film. Kadang Abel harus mengantar Aliya larut malam karena tidak tega membangunkan Aliya.

Abel terus mengusap kepala Aliya sambil memandangi wajah pucatnya lekat-lekat. Dan itu berlangsung hingga menjelang pagi buta.

Jam di tangan Abel menunjukkan pukul empat pagi, namun Abel sama sekali tidak merasa ngantuk, dia tidak mau tidur.

Aliya bersandar di kursinya yang sengaja dia letakkan tepat disamping tempat tidur Aliya, dan masih menatap Aliya tanpa henti. Bila Aliya bergerak sedikit saja, batuk, atau terlihat gelisah dalam tidurnya barulah Abel berkutik.

Dia hanya bergerak dari kursinya untuk membetulkan selimut Aliya, mengecek suhu tubuhnya, atau hanya sekedar memeriksa infusnya.

Pukul lima kurang sepuluh menit, seorang suster masuk keruangan untuk mengecek keadaan Aliya.

ALIYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang