Pupuh II

380 7 0
                                        

Prabu Brawijaya atau yang lebih dikenal dengan sebutan 'Brawijaya V' adalah raja terbesar sekaligus penguasa akhir dari kerajaan Majapahit. Ia terkenal sangat kuat, arif, dan bijaksana. Brawijaya sendiri memiliki nama asli Raden Kêrtabhûmi, dulu ia menjabat sebagai Paduka Bhatara di kedaton Kêling. Sesudah menggulingkan kekuasaan pamannya, Dyah Suraprabhawa, maka diputuskanlah bahwa ia yang selanjutnya naik tahta menjadi raja Majapahit. Ia adalah raja Majapahit terakhir sekaligus yang akan menutup lembaran Sejarah panjang Kerajaan Majapahit ini.

Kêrtabhûmi memiliki banyak isteri dan selir. Semua isteri dan selir yang ia dapatkan sebagian besar berasal dari upeti-upeti yang dikirimkan kerajaan sahabat untuk menjalin kekerabatan dan persahabatan dengan Majapahit. Salah satunya adalah permaisurinya yang berasal dari Champa, bernama Dewi Amaravati. Amaravati memiliki kecantikan yang tiada tara, hampir setiap malam ia memadu kasih bersama Kêrtabhûmi dalam gemerlap dunia malam yang sangat membawa kenikmatan, seperti Bhatara Kamajaya dan Bhatari Kamaratih. Kêrtabhumi begitu betah dengan permaisurinya yang berasal dari negeri Champa itu.

Champa sendiri adalah sebuah kerajaan yang terletak di wilayah Vietnam Selatan, lalu kemudian pernah singgah ke wilayah Kamboja. Dari situ pernah berulang kali berkonflik dengan Kerajaan Khmer dari Kamboja. Walaupun pergolakan Kerajaan Champa dengan Kerajaan Khmer selalu terjadi, masih ada sisa-sisa kekuatan yang digalang bangsa Champa untuk memerdekakan diri dari kekuasaan Kerajaan Khmer. Dan sampai hari ini, Champa pun merdeka dan tidak pernah terdengar lagi berita-berita konflik peperangan dengan kerajaan-kerajaan lain disitu.

Dahulu Champa beragama Hindu-Buddha, namun sejak kedatangan Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming tahun 1368 Masehi maka Champa berubah wajahnya dari keyakinan lama kepada keyakinan baru. Persinggahan Cheng Ho yang sampai ke Champa membuat banyak orang-orang negeri Champa tertarik dengan keyakinan baru yang dibawa oleh Cheng Ho. Tak ayal, Islam pun berkembang pesat di wilayah Champa. Seorang bagsawan China Muslim, Bong Tak Keng, ditempatkan oleh Cheng Ho di Champa. Ia berhasil mengawini putri raja Champa, Ngaut Klaung Vijaya. Atas sokongan Kaisar China, maka Bong Tak Keng menjadi raja Champa.

Pada saat itu datang rombongan ekspedisi dari Pasai, yang dipimpin Syeikh Ibrahim Al-Akbar; putra Syeikh Jamaludin Syah Jalal. Rombongan ini diterima dengan baik di Champa. Bahkan, Syeikh Ibrahim Al-Akbar diambil menantu oleh raja Champa, Bong Tak Keng, dan dinikahkan dengan putri pertamanya yang bernama Chandravati.

Raja Champa memiliki tiga orang anak, dua perempuan dan satu laki-laki. Yang sulung bernama Chandravati, ia dinikahkan dengan Syeikh Ibrahim Al-Akbar. Kedua bernama Amaravati, ia dipersunting oleh Bhre Kêrtabhûmi dari Majapahit. Kecantikan dari parasnya yang luar biasa ini membuat Bhre Kêrtabhûmi mengambilnya sebagai isteri dan dijadikan sebagai permaisuri utama raja Majapahit. Dan di Majapahit sendiri, Amaravati dikenal dengan sebutan 'Putri Champa' (lafal orang Jawa menyebutnya dengan sebutan 'Putri Cempo'). Terakhir yang bungsu, seorang laki-laki bernama Chingkara.

Pada tahun 1454 Masehi, seorang saudagar Tionghoa bernama Tan Go Hwat, mempersembahkan putrinya yang cantik jelita, Siu Ban Ci, kepada Bhre Kêrtabûmi, raja Majapahit. Hal ini dilakukan juga dalam rangka untuk menjalin persahabatan dengan Kekaisaran Tiongkok yang sempat renggang hubungannya dengan Jawa selama beberapa waktu lalu. Penguasa yang menggandrungi wanita-wanita cantik itu langsung tergoda dan menyelirnya, tanpa menghiraukan nasihat dari beberapa menteri dan penasihat kerajaannya. Tampaknya Kêrtabhûmi begitu bernafsu, apalagi melihat kecantikan Siu Ban Ci yang sangat ayu dan sedap dipandang mata.

Siu Ban Ci memang menggairahkan. Pinggulnya lebar, pahanya mulus, pantatnya sintal. Tak bosan-bosan Bhre Kêrtabûmi menelusuri setiap jengkal tubuhnya. Tak bosan-bosan dia bermanja-manja dalam gairah di pelukan sang ayu. Tak juga lelah dia tumpahkan 'kamanya' ke dalam 'yoni'nya. Sang ayu bak merak muda berbulu warna-warni. Bahkan saat bercinta, dia bak kuda betina yang liar lagi binal. Belitannya bak nagagini, lentur tapi kuat. Belitan yang tak akan pernah bisa lepas sebelum puncak kenikmatan digapai. Gairahnya menolak luruh sebelum dahaga sanggamanya terpuaskan oleh curahan kama. Lenguhan demi lenguhan yang setiap malam meruahi kamar Siu Ban Ci semakin lama semakin membuat Bhre Kêrtabhûmi itu semakin lupa diri. Sang acari nyata-nyata mahir mengajari anak asuhnya. Tapi bukan, bukan begitu, Siu Ban Ci sendirilah yang memang mempunyai daya tarik alami. Geliatnya, rintihnya, tawanya, kerlingnya, senyumnya, semua-semuanya begitu menggoda tanpa harus dia pelajari lebih dalam lagi. Lelaki mana yang tak akan terpikat jikalau sudah memadu cinta dengan wanita secantik itu di atas ranjang ? Para dewa pun sepertinya terlena oleh kemolekan tubuhnya. Dan Bhre Kêrtabûmi terlarut dalam jerat daya pikatnya. Seperti gula yang larut di dalam air panas, dia pun mulai kehilangan dirinya.

Tidak harus malam hari ketika Bhre Kêrtabûmi tenggelam dalam gairah cintanya. Kerap kali, ketika Siu Ban Ci sedang mandi, penguasa Majapahit itu memerintahkan seluruh cêthi yang bertugas memandikannya menyingkir. Bahkan seluruh garwa ampeyannya dia suruh keluar. Dia hendak meletupkan hasrat jantannya dengan Siu Ban Ci, saat sang ayu itu mandi di kolam kaputren. Tak ada yang berani mengganggu. Tak ada yang berani melanggar perintahnya. Dua insan yang sedang di mabuk asmara itu pun berkecipak-kecipuk memburu kenikmatan birahi di pinggir atau bahkan di tengah kolam kaputren.

Namun tak ayal pula, dalam pemandangan Amaravati, permaisuri utamanya itu yang berasal dari Champa, terdapat ribuan bara api yang meletup-letup dan siap membakar habis apapun yang ada si hadapannya! Ia termakan api cemburu karena melihat, bahwa Kêrtabhûmi begitu cintanya sampai terlena terhadap kecantikan selir barunya dari Tiongkok itu.

Kebencian dan dendam dari api kecemburuan yang melekat dalam dada Amaravati kini akan ditimpakan seluruhnya kepada Kêrtabhûmi begitu saatnya telah tiba: Yaitu pada sosok anak yang dikandung oleh Siu Ban Ci. Ialah yang kan mengakhiri riwayat kecemburuan Amaravati terhadap Siu Ban Ci itu, dan juga terhadap Kêrtabhûmi sekaligus Majapahit!

Hati yang diburu rasa cemburu, keculasan, dendam dan amaram, telah membutakan Amaravati yang dulu setia terhadap suaminya, Raden Kêrtabhûmi. Kini, suaminya pula telah menjadi sasaran dari api kecemburuan yang bersemayam dalam dirinya.

Majapahit dilanda kehancuran didalam masa-masa yang sulit ini! Banyak peramal-peramal, ahli nujum, ahli perbintangan, bahkan para pendeta Siwa & Bhikku Buddha telah menggariskan bahwa tidak lama lagi, zaman akan berganti dan Tanah Jawa akan berganti wajah baru.

Jawa akan menjadi tempat kediaman 'Orang-orang Atas Angin', dan Jawa akan menerima keyakinan baru, agama Rasul. Dan tentunya, Kêrtabhûmi sebagai Raja Majapahit, tidak menyadari apa yang telah dilihat dan diramalkan oleh orang-orang pintar tersebut. Ia begitu sibuk memadu kasih bersama selir barunya, Siu Ban Ci tersebut.

Sungguh sebuah petaka karena sebentar lagi Majapahit akan mengalami 'Senjakala' besar pada masanya berdiri di Tanah Jawa ini. Ia takkan selamat, bahkan satu nyawa pun yang masih berpegang teguh pada keyakinan lama, pastilah akan meregang nyawa dalam perang besar yang sebentar lagi takkan bisa terelakkan!

Bhre Kêrtabhûmi benar-benar tidak menyadarinya. Mata dan hatinya tertutup karena cintanya yang begitu besar terhadap isteri dan semua selirnya. Seperti pria yang mabuk karena pengaruh anggur di malam hari, demikianlah keadaan Raden Kêrtabhûmi sekarang. Ia benar-benar di mabuk oleh 'cinta-cinta' para isteri dan selirnya, namun keadaan kerajaan besar kebanggan Nusantara dan Tanah Jawa tak dihiraukannya.

Sungguh memalukan pria besar dan disegani seperti Kêrtabhûmi ini. Hatinya telah dikalahkan; iya, hatinya telah dikalahkan oleh semua wanita-wanita cantik yang kini menjadi isteri dan selirnya.

Prabu DewatanegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang