Kedaton Majapahit, Kedaton kebanggan Nusantara yang terkenal bahkan seantero Asia, telah berhasil diruntuhkan dan dikuasai oleh Demak. Para raja kerajaan lain, yang pernah menjadi wilayah taklukan atau yang menjalin persahabatan dengan Majapahit, sungguh tercengang dengan kekalahan besar ini. Mereka yang berharap bahwa Majapahit dapat membawa kemakmuran dan keadilan di bumi Nusantara ini, nyatanya dapat dikalahkan oleh pasukan dari kerajaan kadipaten kecil yang baru berdiri, yaitu Demak Bintara. Dimana-mana, para bangsawan dari seluruh pelosok Nusantara mendapati warta tidak terduga itu, dan secepatnya mereka mengambil tindakan tegas. Mereka yang masih memegang keyakinan lama, Hindu-Buddha, tidak rela jika Majapahit yang kini dikuasai Demak Bintara, dapat mengambil alih kekuasaan mereka. Nyata-nyatanya, banyak wilayah yang dulunya ditaklukkan oleh Majapahit, melepaskan diri dan memerdekakan diri dari pengaruh kekuasaan Demak Bintara. Sedangkan Demak sendiri masih sibuk dalam memperluas wilayahnya, termasuk untuk menguasai Selat Malaka, pusat perdagangan di Nusantara. Banyak bangsawan kerajaan yang masih bersekutu dengan Majapahit menyatakan tidak akan pernah mau jika Demak Bintara berusaha untuk bersekutu dengan mereka ataupun menjalin hubungan persahabatan. Ternyata pengaruh Demak Bintara yang sebesar itu dapat diluluh lantakan oleh pasukan-pasukan kerajaan lain di pelosok Nusantara yang jelas-jelas menolak dengan tegas bahwa setelah diruntuhkannya Majapahit, Demak bisa menjadi penguasa tunggal di bumi Jawa dan Nusantara ini. Mereka memilih melepaskan diri dan memerdekakan diri karena mereka sama sekali tidak menginginkan kekuasaan Demak mampu untuk menarik mereka. Otomatis jika menjalin persahabatan dengan Demak, maka mereka akan menjadi wilayah kerajaan Islam juga. Ini sungguh sebuah penghinaan besar bagi para raja dan bangsawan Nusantara lain.
Para Agamawan, para bangsawan, dan rakyat Majapahit yang tetap memegang teguh keyakinan lama, menyingkir ke tempat-tempat yang dirasa aman. Kebanyakan dari mereka menyeberang dan bersembunyi ke pulau Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Lombok. Ada juga yang pergi ke puncak-puncak Gunung supaya pasukan Demak tidak sampai mengejar mereka. Salah satunya adalah pegunungan Bromo. Sampai hari ini, keturunan mereka masih ada disana, dan dikenal dengan nama 'Suku Tengger'. Di wilayah pegunungan Bromo, pasukan Demak memang tidak bisa menjangkau mereka karena disana medannya cukup sulit dan terisolir.
Kita kembali kepada Prabu Brawijaya dan segenap pasukan Bhayangkara dari Majapahit yang berhasil meloloskan diri dan pergi ke Blambangan. Dengan dikawal oleh segenap pasukan Bhayangkara dan beberapa kesatuan pasukan Majapahit lain yang tersisa, Prabu Brawijaya menyingkir ke arah Timur. Beliau tinggal di Blambangan untuk sementara. Sementara, Adipati Blambangan yang masih bersekutu dengan Majapahit, memperkuat barisan pasukan pengawalan dan memperkokoh perlindungan untuk melindungi Prabu Brawijaya bersama kerabat istana, menteri, dan pejabat istana Majapahit lain. Tidak hanya itu, para penduduk Blambangan, yang menaruh prihatin mendengar warta bahwa Majapahit telah berhasil diruntuhkan oleh Demak, mereka pun dengan sukarela ikut menggabungkan diri. Mereka benar-benar melindungi kerabat istana, dan Prabu Brawijaya sendiri dengan sangat ketat. Mereka siap tempur di Blambangan. Keadaan darurat diberlakukan untuk keselamatan Prabu Brawijaya dan semua kerabat istana Majapahit.
Beberapa hari berlalu. Selama berada di Blambangan, Raden Kêrtabhûmi, yang adalah nama asli dari Prabu Brawijaya, terus terusik kebatinannya. Raden Patah, yang biasa beliau panggil dengan nama Patah, ternyata telah tega melakukan semua ini. Kebaikan Prabu Brawijaya yang besar itu, selama ini ternyata dibalas dengan racun. Pada suatu malam, Sabda Palon dan Naya Genggong pergi ke ruangan Sang Prabu. Mereka berdua menasihati Raden Kertabhumi, dan menabahkan hatinya. Segala sesuatu telah terjadi, "Nasi sudah menjadi bubur". Tidak patut menyesali segala sesuatu yang telah terjadi. Kini, saatnya untuk menata kembali apa yang tersisa. Dan untuk tujuan itu, Prabu Brawijaya harus menyeberang ke Pulau Bali, pulau kondusif yang bisa dipakai untuk berlindung saat ini. Jika keadaan di Kotaraja Antawulan sudah aman, secepatnya Prabu Brawijaya bersama laskar Majapahit yang tersisa dan kerabat istana lain segera pergi ke Kotaraja untuk membangun kembali sisa-sisa kejayaan Majapahit disana dan dikukuhkan menjadi Prabu kembali di Majapahit. Untuk saat ini, bila melihat kondisi anarkhis dan kondisi yang tidak kondusif di wilayah Kotaraja Antawulan dan di berbagai wilayah daerah sekitarnya, Prabu Brawijaya bersama beberapa mentri dan pejabat istana lain harus tabah, bersabar menunggu kesempatan yang baik untuk dapat kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prabu Dewatanegara
RandomPada tahun 1490 Masehi, Tanah Jawa memasuki era baru dimana kerajaan-kerajaan Islam telah berdiri dan mulai mengibarkan panji-panjinya, melakukan perluasan wilayah kemana-mana, dan memerangi segenap kekuatan kerajaan Hindu-Buddha lain yang tersisa...