Prolog

1K 23 0
                                    

Seminggu lagi sebelum masuk sekolah, antara bahagia atau sedih. Rutinitas harian yang baru akan berjalan, namun ku selalu takut diriku tak siap. Aku merasa ini terlalu menakutkan.

"Aku takut." Gumam ku sendiri.

Ku berbaring di lantai kamar sambil memandang langit langit. Ku memeluk erat bantal, melampiaskan seluruh kecemasanku. Namanya hidup semua harus dijalani, karena tidak ada istilah waktu berhenti. Tapi karena sebuah kejadian masa lalu membuatku merasa bimbang dan terus cemas.

Ku mencoba mencari cermin disekitarku. Ku meraihnya dan ku melihat diriku sendiri. Diriku tanpa adanya bibir yang tersenyum ataupun mata berbinar penuh harapan. Hanya ada aku yang penuh ketakutan dan kecemasan, dan garis bibir yang melengkung kebawah. Sambil membayangkan diriku berjalan di lorong sekolah tanpa memiliki senyum yang pantas 'tuk menyapa. Tanpa adanya mata berbinar penuh kebahagiaan saat menulis perkerjaan sekolahku. Hanya sebatas diriku yang putus harapan.

"Sepi..."

Itu lah yang ada bersamaku sekarang. Seringkali ku berharap seorang pangeran tampan menggendong diriku layaknya seorang putri. Tapi kenyataan hidup membuat ku harus berpikir satu hal ;

"Tuan Putri yang kuat tak memerlukan Pangeran"

~📒~

2 Tahun berlalu semenjak pertama kali mengajar disana, ini adalah tahun ketiga baginya. Seorang pria tinggi dan tampan tak terlupa memiliki senyum manis terukir permanen di wajahnya. Entah terbuat dari apa yang jelas bibirnya seakan tak bisa menjadi sebuah lengkungan yang terbalik dari biasanya.

Ia memandang jauh ke langit sambil melihat awan awan yang terus bergeser sesuai hembusan angin. Ia menghembuskan pelan nafasnya lalu bergumam

"Ah, semoga tidak repot mengurusi angkatan baru tahun ini."

Baginya, menjadi seorang guru bukanlah hal yang sulit tapi menjadi seorang sahabat bagi murid muridnya lah yang sulit. Dekat dengan murid adalah salah satu tekniknya agar semua muridnya mau belajar lebih. Namun satu angkatan ada ratusan murid apalagi dia harus mengurusi 3 angkatan. Tapi ia tak pernah ingin mengeluh dan terus berpikir bahwa semua akan baik baik saja.

Langit biru pun pelan pelan bergeser semakin mendung, menandakan hujan yang tak lama lagi akan turun. Ia langsung menutup jendela kamarnya, dan duduk di kursi kerjanya. Entah apa yang terlintas apa di benaknya, ia mengambil pen dan membuka buku catatanya. Ia menulis sesuatu, lalu bergumam kecil;

"Kurasa manis tak lama lagi kan ku rasakan."

*****************

14/02/18

Cinta Larutan KimiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang