「6」Dekat

145 4 0
                                    

Ia sedang memegang sebuah tabung reaksi yang berisi suatu zat. Entah apa namanya, tapi dia sibuk memperhatikannya. Ia menaruh tabung reaksi ke rak khusus tabung reaksi, lalu ia membuka bukunya lalu mencatat sesuatu. Ia sepertinya menulis catatan tentang yang diamati.

Saat itu, dia sendiri disebuah lab yang lumayan luas. Lab itu sebenarnya lab milik sekolah, tapi karena diluar jam sekolah terlebih lagi dia guru kimia membuat ia bisa mengakses ruangan itu dengan mudah. Tak ada siapapun yang menemaninya, hanya dia,bukunya dan alat lab lainnya. Sendiri tapi dia tak kesepian, dia tersenyum tapi tak selebar biasanya. Ini seperti sisi lain, sisi yang berbeda dari dia saat berada diantara murid.

Jam dinding menunjukkan sudah jam 3 sore, biasanya semua murid sudah pulang. Kadang hanya terlihat beberapa guru yang masih tertinggal diruang kantor karena mengecek tugas dan penjaga sekolah yang akan terus berjaga sampai besok pagi.

"Ah, sebaiknya aku pulang." Gumam nya sendiri. Dia meletakkan rak tabung reaksi itu ketempat yang jarang dijangkau orang agar tak ada yang menggangu zat itu. Dia mulai membereskan alat-alat dan membersihkannya. Ia menaruh lagi jas yang di pakai nya ke tempat semula dan mengambil ransel nya. Tak lupa dia mengunci ruangan itu sebelum dia beranjak pergi lebih jauh.

Ia menyusuri lorong sekolah, berjalan sambil menatap lurus kedepan. Tapi ada satu hal yang berbeda di pemandangan sore ini dengan sore lainnya. Dia menangkap sesosok orang yang tepat nya seorang gadis. Gadis itu masih memakai baju seragam nya. Lalu hendak apa dia disini? Jam seperti ini biasanya sekolah ini hanya tertinggal dia sendirian.

Dia berjalan pelan sambil memandangi nya. Namun niat nya bukan ingin memeriksa keadaan. Pelan pelan semakin dekat. Gadis itu melihat ke sana kemari namun masih belum menangkap keberadaannya. Semakin besar peluang nya untuk melancarkan sebuah aksi.

Baaaa!!

Dia mencoba untuk mengageti gadis itu yang ternyata juga muridnya. Dan seperti biasa gadis itu memasang ekspresi kebingungan setelah kaget barusan.

"Sudah jam segini, mengapa kamu masih di sekolah Aliana?" Tanya nya.

"Ti-tidak aku hanya melihat lihat sekitar." Jawab gadis itu dengan kaku seperti biasa.

"Melihat lihat hingga berjam jam?" Tanya nya semakin bingung. Jika seandainya masih ada tugas yang belum ia selesai dengan guru lain mungkin dia percaya. Namun hanya melihat lihat berjam jam apa itu masuk akal? Ketika murid lain sudah pulang dan mungkin sudah pergi jalan jalan sore, dia masih di sekolah berbalut baju seragam.

"Erh,... aku tidak melakukan apa apa." Jawaban gadis itu semakin ditanya semakin melenceng. Membuat ia semakin bingung apa yang di perbuat nya disini. Menunggu kah? Atau dia lupa jalan pulang? Atau mungkin dia kehilangan sesuatu? Tapi itu hanya akan jelas jika gadis itu menjawab dengan jujur pertanyaan yang ia berikan.

"Aliana, cobalah jawab dengan lebih tenang. Apa yang kamu lakukan sekarang?" Sekali lagi ia menegaskan pertanyaan nya, entah kali ini apa yang akan di jawab nya tapi semoga jawaban yang lebih jelas.

"Aku mencari sesuatu." Jawabnya pelan, kali ini terdengar lebih masuk akal. Mungkin dia disini setelah sekian lama mencari dan belum menemukan barang nya yang hilang.

"Mencari apa? Sini saya bantu." Ia menawarkan bantuan. Bukan kah sangat menyedihkan seorang gadis berada di sekolah sendirian selama berjam jam karena kehilangan suatu benda? Sekarang dia harus segera pulang, mungkin orang tuanya akan mencarinya. Pikirnya.

"Kunci motor." Jawab gadis itu lagi.

~📒~

Semenjak bel jam pulang sekolah aku sibuk mencari cari kunci motorku yang menghilang dari saku. "Mengapa aku begitu sial." Gumam ku pelan. Aku berjalan menyusuri tiap lorong lorong sekolah yang ada. Di lantai atas dan lantai bawah sudah ku telusuri. Di kelas pun sudah ku periksa. Pikiran ku semakin kacau tidak karuan. Hatiku semakin panik. Bagaimana jika aku tidak menemukan nya hingga besok pagi? Tapi aku mencoba membuang jauh jauh pikiran itu.

Aku terus mengulang langkah ku di lorong dan tiap kelas yang sama. Aku terus berputar seperti orang aneh yang olahraga di gedung sekolah. Aku mencoba mencarinya di setiap meja kelas. Namun sayang, karena aku tidak suka bertanya membuat ku tak mencoba bertanya pada pihak sekolah. Terdengar bodoh, tapi tidak untukku yang sering bisu sejuta bahasa didepan orang yang tidak dekat.

Aku mencoba mencari di sekeliling lapangan, bahkan aku mencari nya sampai berlarian di tengah lapangan. Sesekali aku duduk sambil berteriak memanggil kunci yang hilang itu. Tapi itu hanya membuang buang waktu. Jam sudah menujukkan pukul 3 sore. Langit sudah sedikit menjadi oranye. Gedung sekolah ini benar benar kosong. Tidak ada siapapun, dan hanya dia sendiri. Paling paling ada seorang penjaga sekolah di gerbang sana.

Setelah aku lelah berputar putar selama kurang lebih tiga jam di sekolah ini, aku memilih untuk istirahat sebentar. Aku duduk di salah satu kursi panjang yang terletak di dekat ruang guru. Kurasa tak apa, karena sudah tidak ada guru yang terlihat. Ruang guru itu kosong. "Sekarang aku harus cari dimana?" Guman ku pelan dengan kesal. Hati dan pikiran ku membuat ku semakin bingung. Seharusnya aku sudah pulang dari tadi, tapi ini membuat ku masih tertahan disini. Aku melihat ke arah sembarang, berharap mendapat titik terang. Lalu aku mendongakan kepala dan membuang nafas dengan kasar.

Namun seketika nafas ku terhenti. Jantung terasa mau lepas. Bagaimana tidak, jika tiba tiba di sebuah gedung yang kosong ini ada seseorang yang mengagetiku. Vinka? Itu jelas tidak mungkin. Ternyata itu adalah, Pak Sheiven.

"Sudah jam segini, mengapa kamu masih di sekolah Aliana?" Tanya nya.

Karena ketidaksiapan ku, aku menjadi bingung untuk menjawab. Apa aku harus jujur atau tidak, yang pasti dengan reflek nya aku menjawab. "Ti-tidak aku hanya melihat lihat sekitar." Sekiranya ada yang bisa ku lontarkan seketika.

"Melihat lihat hingga berjam jam?" Tanya nya yang nampak bingung. Memang tidak masuk akal jika aku hanya melihat lihat selama berjam jam. Tapi memang benar setelah sekian lama aku berkeliling aku berhenti disini dan melihat lihat.

"Erh,... aku tidak melakukan apa apa." Jawaban ku semakin ditanya semakin melenceng. Aku tidak suka berbasa basi dikala waktu seperti ini. Apalagi yang di depan ku bukan Vinka atau teman kelas lainnya. Di depan ku adalah seorang guru, guru kimia yang ku kagumi dalam diam. Aku jadi bisu, aku takut itu yang menghantui pikiranku.

"Aliana, cobalah jawab dengan lebih tenang. Apa yang kamu lakukan sekarang?" Sekali lagi ia menegaskan pertanyaan nya. Aku seketika mulai mencoba untuk berbicara lebih masuk akal. Tepatnya aku harus lebih jujur, mungkin pak Sheiven bisa membantu ku? Kini pikiran ku bisa sedikit bisa ku kendalikan.

"Aku mencari sesuatu." Jawab ku pelan. Aku bisa mengendalikan diriku. Meskipun hanya beberapa kata. Bahkan aku masih berbicara dengan nada yang sangat sangat halus.

"Mencari apa? Sini saya bantu." Ia menawarkan bantuan. Satu sisi aku bisa bernafas sedikit lega karena mendapat bantuan. Tapi satu sisi yang membantu ku adalah seorang guru. Tapi demi bisa pulang segera, aku harus membendung seluruh rasa malu dan takut ini. Setidaknya sampai kunci motor itu ditemukan.

"Kunci motor." Jawabku. Aku memandang ke arah nya. Berharap ada sedikit bantuan yang kudapat. "Kamu sudah tanya penjaga?" Tanya nya.

Aku menggelengkan kepalaku. Dia pun memegang tanganku dan membawa ku ke arah gerbang sekolah. "Seharusnya kamu menanyakan kepada penjaga." Ujar pak Sheiven tegas. Aku terus mengikuti nya dengan keadaan tangan yang masih dipegangnya. Hatiku berdegup kencang. Suhu tubuh ku mulai terasa naik turun. Tapi aku mencoba menahan rasa malu ini.

"Pak, tadi ada ketemu kunci motor?" Tanya pak Sheiven pada penjaga. Aku hanya berdiri di belakang nya. Aku tak berani maju ke depan. Penjaga itu mengambil sebuah kunci dari saku celananya dan bertanya, "Ini? Tadi saya lihat terjatuh dijalan.". Aku mengganggukan bertanda iya. Pak Sheiven mengambilnya untukku. Hatiku seketika lega, aku bisa segera pulang pikirku. Tapi pak Sheiven justru tersenyum padaku. "Lain kali hati-hati, terlebih lagi kamu harus berani bertanya." Ucapnya sambil mengelus rambutku sebelum pergi menjauh.

Aku tidak sempat mengatakan terima kasih. Entah apa yang di dipikirkannya. Dia membuat wajahku terasa panas. Guru yang ku kagumi mengelusku begitu. Aku segera menuju motorku dan bergegas pulang. Rasanya aku ingin cepat meluapkan semua perasaan ini pada Vinka lewat telepon nanti.

~📒~

******************

Lab = Laboratorium

03/04/18

Cinta Larutan KimiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang