「7」Hanya Sangkaan ku

160 7 7
                                    

Bukankah itu hal yang menegangkan? Hei percayalah, hal itu hanya terjadi pada orang yang beruntung. Rasanya jika aku es, mungkin aku sudah menjadi air. Sungguh sang hangat yang menghipnotis. Seandainya kau pernah merasakan jatuh cinta, mungkin ini hampir sama. Tapi ini tidak mungkin cinta anak muda, ku yakin hanya rasa kagumku saja.

"Vinka, besok hari apa?" Tanya ku lewat telepon. "Hari selasa." Jawab nya dari ujung sana. Aku langsung melihat ke jadwal pelajaran. Apa? Hatiku tiba tiba seperti tersengat. Mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, apakah dia masih mengingatnya? Aku takut kalau pak Sheiven akan membahas kejadian memalukan itu. Ya, terkadang di sela menjelaskan dia suka membahas hal yang lucu. Aku harap dia lupa, batinku tak tenang.

"Liana? Na?" Vinka memanggil. Sambungan telepon itu belum terputus. Aku segera menjawab "Iya, apa?". "Kamu kenapa?" Tanya Vinka dengan nada kebingungan. "Tidak, aku harus mengurus sesuatu. Sampai jumpa besok." Jawab ku terburu buru. "Oke." Ujar Vinka sebelum ia memutuskan telepon nya. Aku menghela nafas kasar, dan segera turun dari tempat kesayangan ku-kasur.

Aku mengecek buku yang akan ku bawa besok. Sambil melihat jadwal pelajaran aku merasa antara tidak sabar atau takut. Sungguh sulit untuk dijelaskan. Tapi aku ingin menjadi murid yang normal, aku harus bisa menghindari kejadian buruk yang terus melayang layang di sekitar benakku. Aku memilih untuk membaca buku kimia yang ku ambil dari tas ku barusan. Aku membaca beberapa bagian, sampai aku tak sadar sudah berapa lama aku membaca buku itu.

~📒~

Pagi ini seperti pagi biasanya. Namun kali ini aku datang ke sekolah dengan terburu buru. Nafas ku masih tak teratur, aku menengok kesana kemari. Ketika ku melihat jam saat ku bangun sudah jam enam lewat lima belas menit. Aku menghabiskan waktu berapa lama untuk membaca sebuah buku? Batinku. Aku merasa kesal. Namun kekesalan ku hanya berlangsung sebentar. Semua rasa itu seketika menghilang ketika aku sampai di depan kelasku. Aku bernafas sedikit lega saat melihat kelas ku masih kosong tak ada orang sedikit pun.

"Jam enam lewat lima belas menit." Gumam ku pelan saat itu. Aku langsung mengambil handphone dalam tas ku. Dan jam yang di tunjukan di jam dinding kelas sama. Dan ternyata jam dinding di kamarku berputar lebih cepat tiga puluh menit. Aku terlalu buru buru karena kaget, sehingga aku hanya berpatokan pada jam dinding tersebut tanpa melihat jam lain.

Sekarang di tengah kekosongan kelas dan aku sendiri. Aku merasa menjadi anak teladan pagi ini. Aku memilih untuk keluar berputar putar melewati lorong dari ujung ke ujung. Saat aku berjalan sambil melihat ke kelas kelas. Dari jalan berseberangan terlihat seorang guru berjalan menuju ke arahnya. Dan tak lain dan tak bukan itu adalah guru yang ku kagumi itu, Pak Sheiven.

"Pagi pak!" Sapa ku lembut sambil mengulas senyum kecil. Dia membalas sapaan ku. "Pagi juga." Dia sambil tersenyum menatap ke arahku lalu berjalan pergi begitu saja. Sesaat aku merasa malu sendiri. Apa aku salah ucap? Batinku bertanya tanya. Tapi aku berusaha menyakinkan diri bahwa aku hanya terbawa oleh rasa maluku. Apalagi jika nanti dia yang akan mengajar pelajaran paling pertama.

Aku berbalik jalan ke kelas sambil terus merasa bahagia. Mungkin kali ini aku bisa menjadi lebih tenang. Aku merasa waktu sudah mengubahku. Aku ingin lebih dekat dengan nya, siapa tau aku bisa jadi murid yang lebih dikenal. Seketika aku membayangkan kalau namaku sering di panggil di kelas sebagai murid yang rajin.

~📒~

"Kimia itu tidak sulit, hanya kalian perlu mendalaminya." Ucap pak Sheiven saat menjelaskan pelajaran nya.

"Kimia itu ibarat cinta. Mudah untuk dipelajari hanya perlu di dalami sedikit dan butuh perjuangan untuk mendalaminya. Jadi jangan anggap susah ya?" Sambung nya. Semua murid di kelas menjadi riuh. Salah satu temanku membalas perkataannya tersebut.

"Tapi cinta kalau di perjuangkan juga belum tentu dapat pak!" Ujar salah satu temanku dipojok sana.

"Berarti kamu masih kurang pengorbanan. Ibarat belajar itu belajarnya kurang dalam!" Jawab nya dengan muka sedikit meledek. Kami satu kelas tertawa saat mendengar nya. Aku terus memperhatikan nya, membuat aku terus tersenyum sepanjang pelajaran. Aku merasa pelajaran ini paling berbeda dengan lainnya.

"Pelajaran kimia itu tidak sulit. Kalian saja yang mempersulitnya. Kayak cinta, sederhana. Tapi kalian mempersulit definisinya." Ujarnya dengan nada bercanda. "Padahal jika kalian mendefinisikan dengan mudah maka semua akan menjadi mudah." Sambungnya lagi. Murid murid di kelas ku semakin menjadi jadi.

"Pelajaran kimia jadi soal perasaan deh."

"Kenapa harus soal cinta? Tidak ada yang lebih baik daripada harus membandingkan dengan cinta. Cinta itu menyakitkan!"

"Kimia itu berbahaya, cinta tidak berbahaya pak!"

"Tapi kan pak, tidak harus begitu juga."

Berbagai argumen mulai bermunculan dari berbagai kursi. Namun aku terus menyimak dari belakang. Aku terus senyum senyum sendiri. Aku benar benar menikmati pelajaran ini. Penuh candaan tapi tidak sepenuhnya hanya canda tak berarti.

"Ikuti saja pelajaran saya, terus kalian dalami. Pasti kalian akan mengerti dengan sendirinya." Ujarnya dengan senyum. Senyumnya mengarah ku. Aku tak menyadarinya, aku tak melihat matanya. Sampai satu pertanyaan darinya membuat ku kaget. "Iya kan Aliana?". Saat itu semua murid langsung melihat ke arah ku. Vinka berbisik, " Na, kamu ngapain?". "E..." hanya suara itu yang kuberikan. Aku memasang muka kebingungan. Seperti sudah peka, Pak Sheiven langsung mengubah topik.

"Sudah, hari ini kita akan mengenal alat alat laboratorium." Ujarnya sambil mengotak ngatik laptopnya. Ia menampilkan sebuah presentasi di layar yang lebar. Satu persatu gambar yang muncul ia jelaskan dengan baik. Namun ada kalanya membuat kami menjadi riuh. Seperti biasanya, candaanya tentang cinta muncul di tengah penjelasan.

"Ini adalah ini tabung reaksi. Ini biasa digunakan untuk mereaksikan dua zat atau lebih. Tapi tidak bisa mereaksikan perasaan dia terhadap pernyataan cinta kalian."

Kalau seandainya ada cara untuk mengetahui reaksinya.

"Berikutnya adalah gelas kimia. Ini digunakan untuk membuat larutan. Kalian bisa membuat bermacam jenis larutan dengan ini, tapi tidak dengan larutan cinta."

Suatu saat kan ku buat

"Ini namanya pembakar spiritus. Meskipun namanya pembakar, tetap saja tidak bisa membakar kenangan mu."

Ku yakin ada, meskipun bukan benda laboratorium

"Lalu benda ini disebut kalori meter, digunakan mengukur energi sebuah reaksi. Bukan mengukur cinta nya ke kamu ya."

Jelas ukuran perasaan hanya dari kejujuranya.

Aku hanya tersenyum kecil. Meskipun aku teringat akan masa lalu ku dengan dia. Aku menjadi teringat kenangan kenangan indah ku dengan dia. Tapi kali ini tidak membuat ku sedih. Seakan semua manis yang berubah pahit itu hanya lelucon semata. Meskipun hanya sementara, aku pikiran setidaknya menjadi lebih baik. Menjadi lebih bahagia dari sebelumnya. Semua orang pasti tahu bahwa cinta itu tak bisa di lihat maka untuk mengetahuinya juga tidak perlu menggunakan hal yang terlihat.

Meskipun pun wujud dari cinta itu nyata. Yaitu, dirinya.

Sedang apa kamu di kelas mu? Sekarang aku sedang bahagia disini. Ternyata kamu bisa jadi baik juga ya?Berkatmu aku terbawa kesini. Ternyata sebuah takdir itu menabjukkan. Perasaanku padamu terlalu kuat, aku jadi bimbang apa aku harus melepas mu atau tidak. Sekarang aku terbawa kesini, dan di pertemukan dengan orang yang dapat menjelaskan bahwa cinta itu rumit.

******************

10/04/18

Cinta Larutan KimiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang