「2」Lagi.

388 7 0
                                    

Sudah satu minggu ku sekolah di sini, terhitung saat masa pengenalan sekolah. Hari ini adalah hari selasa pertama, tidak ada yang istimewa. Sama seperti hari hari sebelumnya, ku datang dan belajar. Meskipun sebenarnya kadang ku tak mendengar penjelasan guru.

Bel masuk berbunyi, semua murid yang awal berkeliaran pun duduk ke tempatnya masing masing. Belum ada guru yang datang, mereka saling berbicara dengan teman sebelahnya. Meskipun kelas IPA, namun kelas ini tak sesunyi ekspetasi orang orang.

Dari luar pintu, terlihat seorang guru datang. Ketua kelas menyiapkan kelas, semua mengucapkan salam. Aku yang duduk di belakang memicingkan mataku, namun aku mencoba tak peduli.

"Ini hari pertama saya masuk di kelas ini, nama saya Sheiven. Umur saya 25 tahun. Saya akan mengajar pelajaran Kimia di kelas kalian. "

Sepertinya aku pernah melihat guru itu, namun aku lupa. Namun diam diam aku terus menatap wajahnya. Tak ada yang sadar, mungkin semua mengira aku hanya memperhatikan.

Seketika saat ini aku dapat melupakan masa lalu ku. Aku terus memandangi guru itu. Seorang guru kimia yang tak pernah kutemui sebelumnya. Di hari pengenalan sudah bisa menjadi akrab dengan murid muridnya. Meskipun aku tidak ikut banyak bicara, tapi aku bisa merasakan kelas yang penuh ceria.

"Guru itu ganteng juga ya, baik lagi."

Bisik ku pelan, cukup untuk di dengar oleh temanku.

"Jadi kamu udah pindah hati?."

"Maksudmu? Aku tidak pindah hati, hanya sudah melupakan."

Kami bertengkar dengan berbisik pelan. Tak ada yang tau apa yang kami bahas. Namun tiba tiba sebuah suara membuat ku kaget.

"Kalian di belakang, apa yang sedang kalian lakukan?" Celetuknya. Dia berjalan ke kursi kami berdua. Aku terdiam, berusaha untuk tidak terlihat menyembunyikan sesuatu. Namun justru gerak gerik guru itu sedikit membuat ku menjadi kaku. Dia menatap wajahku.

"Oh kamu yang kemarin nabrak saya ya? Ternyata kamu di kelas ini. Lain kali jangan sibuk berdua di belakang." Ujarnya dengan senyumnya itu.

Aku mengangguk meng-iyakan ucapan nya. Lalu dia berjalan ke depan lagi. Aku terus berusaha mengingat kejadian kemarin. Itulah mengapa aku tak asing dengan wajah pak guru satu ini. Semenjak saat ini, ku seperti mengagumi nya dalam diam. Tanpa adanya dasar yang kuat, mungkin karena sebatas dia adalah guru yang baik. Tidak pernah memperkarakan hal kecil. Hanya saat pelajaran ini aku bisa lebih tenang. Ku tak mampu menjelaskan pikiran ku, kusut bagai kaset gulung. Namun saat ini ku dapat membuang semua ingatan kusut itu.

Setiap yang dia bicarakan dan jelaskan membuat ku tersenyum tipis, kadang membuat ku tertawa. Tak ada yang sadar aku bisa tersenyum sekarang. Aku punya 1,5 jam untuk tenang dan tersenyum.
Ini bahkan lebih baik daripada tidur untuk melupakan masalah ku.

~📒~

Jam istirahat, ku berdiri di jendela. Melihat murid lain berlalu lalang. Vinka mendekatiku, lalu memanggilku.

"Masih mau mengelak kalau kamu sudah pindah hati? Sampai senyum senyum sendiri dari tadi."

Aku mengelak perkataannya.

"Sudah aku bilang, aku tidak pindah hati tapi sudah melupakannya. Lagipula aku hanya memujinya."

Tiba tiba seorang kakak kelas, yang kukenali wajahnya. Melewati depan kelasku. Membuatku murung sekali lagi. Wajah yang pernah membuat ku tersenyum sekarang kadang membuat ku menjatuhkan air mata.

Dia bukan lah mantan pacarku, hanya sebatas orang yang pernah mengisi kekosongan hati ku. Aku memilih beranjak pergi dari jendela kelas menuju meja ku. Vinka menyusul langkah ku. Dia duduk di kursi sebelah ku, ia memakan snack yang ia pegang sedari tadi. Mungkin dia juga sadar, aku pergi dari sana karena melihat nya. Aku memilih sibuk memainkan handphone ku daripada sibuk memikirkan hal lainnya lagi.

~📒~

Sepanjang pelajaran aku masih teringat tentang dirinya yang lewat di depan mataku hari ini. Meskipun aku sudah berkomitmen akan melupakan nya namun tetap saja pikiran ini tetap akan sering kali terasuki. Biar kata di sekolah ini banyak sekali murid yang jauh lebih baik darinya, tapi tetap saja yang manislah yang akan terkenang. Mereka yang indah namun belum tentu manis seringkali tiada artinya.

Jendela kelas adalah kunci ingatanku, dia yang ternyata akan sering lewat depan kelas ku akan menjadi masalah besar. Kelasnya berada di lorong sebrang kelasku. Terlalu dekat bagiku untuk menghindarinya setiap hari.

~📒~

Jam pelajaran sudah berakhir, aku berjalan keluar dari kelas. Dalam pikiran ku saat ini aku ingin cepat cepat pulang ke rumah lalu berbaring diatas kasurku. Erina tepat dari samping ku, dia menunjuk seseorang.

"Eh, itu ada pak Sheiven ."

Aku menoleh, ternyata itu adalah pak Sheiven. Guru kimia yang mengajar pagi hari ini. Sampai sekarang senyum nya masih ada, tak kenal letih meskipun sudah setengah hari berlalu. Bahkan pikiran ku sudah kacau balau ingin segera pulang.

"Eh kok diam aja. "

"Terus emang mau ngapain?"

"Siapa tau kamu mau nyalam atau nyapa. Pendekatan gitu...?"

"Gila."

Aku menatap Vinka dengan muka malas lalu melajukan jalan ku menuju parkiran. Aku berjalan lurus, dan aku lewat di sebelah guru itu. Dia melihat ku, namun aku berjalan tanpa mempedulikan sekitar lagi. Dia pun pergi berlalu sama seperti diriku. Vinka yang mengejar ku dari belakang memanggil manggil namaku.

"Cuma begitu doang? Hanya lewat?."

"Ya, memang hanya begitu doang."

Ku menjawabnya, tanpa melihat matanya. Ku menyalakan sepeda motorku, Erina langsung naik ke belakang tanpa banyak basa basi. Setiap pulang sekolah dia selalu ikut dengan ku. Walau kadang ada ekstrakulikuler di sekolah membuat kami tidak bisa pulang bersamaan.

Sepanjang jalan aku terus terbayang bayang dengan ingatan ku yang lalu. Tidak aneh untuk ku pernah mencintai, namun karena hal itu aku pernah depresi. Aku selalu memendam sedih ini, meskipun seberapa sakit nya tidak ada yang tau. Namun wajahku selalu menampilkan raut yang menyedihkan. Aku mencintai dalam diam, dan itu kesalahanku.

Setiap kali mengingat keseluruhan kenangan, ada dua hal yang ingin kulakukan. Bercerita atau menangis.
Aku sadar, takkan ada yang mau mendengarkan nya jadi aku selalu memilih menangis. Ku ingin berteriak, tapi datang darimana tenaga itu? Aku hanya bisa berbaring lalu meneteskan airmata. Diam, air yang tenang terus mengalir melewati pipi lalu jatuh ke lantai.

Vinka yang kusebut teman terdekat sekalipun tak akan mengerti yang ingin ku ungkapan. Hanya aku yang mengerti sifatnya ini, dan alasan aku diam adalah dia. Kadang aku selalu berpikir;

"Seandainya aku tidak pernah mengenal kalian, aku tidak akan seperti ini. Aku menyesal tapi aku bersyukur."

******************

Cinta Larutan KimiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang