Biang Masalah Sudah Terbebas

1 0 0
                                    

" Kau tahu ? kau akan menjadi trending topic di seluruh kelas."

Dia mengangkat bahunya acuh, merasa tidak peduli dengan pembicaraan yang tak masuk akal ini. Matanya tetap memperhatikan semua dokumen yang berisi data-data siswa baru tahun ini. Tak sengaja, tangannya meraih dokumen siswi yang dibopongnya tadi ke UKS. Dia terdiam, tak berniat membuka dokumen itu dan membacanya. Dia segera menaruh dokumen itu ke tumpukan dokumen-dokumen lainnya.

" Aku harap kau bisa menjelaskan hal kemarin ke dewan sekolah.". Sekretasinya baru saja menghampirinya dan ia membawa berkas-berkas lainnya. Entah itu apa. Ia memberikannya ke wakil siswa, Rozie Daniar.

" Pramudya Samuel !" Dia menghela nafasnya kasar, menatap tajam ke arah wakilnya yang sedang meneriakkinya tadi.

Sekrestasi siswa itu mendudukkan diri dikursi miliknya .Ia membuka sekotak cokelat besar yang baru saja dibawanya dari kantin. Ia memakan cokelat itu dengan perlahan-lahan dan memperhatikan kedua insan laki-laki yang sedang berseteru dalam kata-kata. " Bisa tidak, kau tidak berteriak kepada ketuamu sendiri?" Samuel berkata tenang tanpa berteriak. Ia berkata seperti itu bermaksud untuk mengingatkan sahabat karibnya yang telah bersamanya selama 4 tahun agar tak bertindak tak sopan kepada atasan. Posisi mereka sedang bukan sebagai sahabat karib, tetapi sebagai orang atasan dan bawahan. Tata krama diperlukan.

Zidan menyerucutkan bibirnya, merasa tak nyaman dengan sikapnya tadi. " Maafkan aku sam, tapi kau dari tadi saja tidak mendengarkan aku dan rachella berbicara." Keluhnya

Samuel terkekeh kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia pikir temannya mengerti keadaannya yang sedang sibuk mengecek data-data siswa baru. " Kau tidak membantu, aku pecat!" tukasnya

"Ya! Salahku apa sam." Sanggahnya cepat. Dia mengguncang tubuh kekar sahabatnya itu. Tak terima dengan perkataan samuel yang baru saja diucapkan.

Rachella melemparkan dua batang coklat ke arah mereka secara tiba-tiba. Mereka berdua menoleh dan menangkap coklat itu.Beruntungnya, gerakan mereka cepat. Jika tidak, coklat itu akan jatuh dan mengotori berkas-berkas yang berada di meja kerja samuel., " Sudahlah hentikan candaanmu sam, dia harus cepat-cepat berangkat untuk lomba fotografi. Makanya dia tak bisa membantu."

" Tapi, tidak seperti ini juga rachella. Kau hampir menghancurkan semua berkas-berkas ini."

Rachella memutar matanya jengah, " Lebay deh!"

Mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah rachella yang cukup lucu untuk ditertawakan. Rachella bangun dari kursinya kemudian memilih pergi dari tempat ini. Lebih baik keluar dari perdebatan dan candaan kedua sahabat karibnya itu. Tetapi ia berhenti sebentar di kaca yang terpasang di ruangan ini. Ia mengambil tas kosmetik berukuran kecil di mejanya. mengambil bedak dan memolesi wajahnya dengan bedak. Tak lupa, lipstik yang berwarna nude ia torehkan di bibirnya dengan rapi. Warna itu sangat cocok dengan warna kulitnya yang kuning langsat.

" Kau mau kemana, cel ?" sindir zidan. Ia tak tahu kenapa sekretasis siswa itu selalu memoleskan bedak di wajahnya, padahal wajah rachella sudah putih. Tak memerlukan polesan apapun lagi. Ia merasa heran dengan semua wanita yang seperti rachella. Wanita memang sulit dimengerti menurutnya.

Rachella melototkan matanya, " Mau ke kelas lah!". Ia berjalan dengan menghentakkan kakinya, semakin kesal karena kedua mahluk yang berada di ruangan ini.

Ia selalu dibuatnya pusing tujuh keliling. Beruntungnya, mereka tetap menjaga tata krama kepadanya dan tak pernah melakukan tindakan yang diluar nalar. Rachella tahu dirinya dikenal di berbagai kelas sebagai sekertaris siswa yang cerdas dan enak dipandang. Ia mempunyai badan yang ideal, postur yang tinggi, kulit kuning langsat, wajah keraton-eropa, dan otak yang pintar. Banyak orang yang menyukainya dan menyatakan suka kepadanya tetapi tetap saja ia tak pernah mau terlalu bermain dalam hal perasaan. Ia hanya mau fokus kepada pendidikan dan cita-citanya. Banyaknya juga yang berkata kalau dirinya adalah orang yang bisa membuat semua guru tunduk karena kedudukannya sebagai orang keraton atau bangsawan. Tetapi ia tak mau seperti itu, budaya keraton hanya akan ia pergunakan jika dirinya di sebuah lingkungan keraton. Bukan di sebuah sekolah seperti ini. Sekolah yang menurutnya masih susah ia pahami struktur luar dan dalamnya.

Dia menoleh sebentar ke arah belakang. Matanya memperhatikan pilar-pilar tinggi yang berada di lorong ini. Perasaannya mengatakan ada yang mengikutinya. Tetapi, ia tak menemukan sosok siapapun di pilar-pilar itu. Ia terdiam dan memilih untuk melanjutkan perjalanannya kembali.

Ia berjalan dalam diam, tak menoleh ke arah orang-orang yang memanggilnya. Lebih tepatnya, memujanya. Dikatakan juga mereka adalah fans RR. RR adalah singakatan namanya. Nama aslinya adalah Raden Ra Chella Ripyutoseokiyurioe Bi Lala Ro Revianfasyarita. Nama yang panjang, dan orang-orang menyingkatnya menjadi Raden Rachella. Keturunan keraton yogya, thailand, dan belgia.

" Rachella..." teriakan salah satu dari mereka.

Rachella terdiam dan membalikkan badannya, ia menyeringitkan alisnya. Ia merasa ganjil terhadap orang yang didepannya. Tak menyangka orang itu berada disini sekarang. " Aku kira kau masih terkena hukuman."

Dia mengangkat bahunya, lalu mengulum bibirnya. " Aku tidak tahu kenapa Professor Rytan tidak terlalu memberikanku tekanan. Tetapi, aku suka itu."

Rachella menjewer telinga orang itu, dan menariknya keluar dari barisan yang disebut-sebut sebagai fansnya itu. " Kau kabur kan ? jangan bercanda Ro!"

Dia menepis tangan rachella dan membentak perempuan pujaan hatinya itu. " Aku tak berbohong kepadamu! It's real."

" Aku tak percaya tuan Daeng Roffi." Rachella membalas kembali perkataan orang itu sambil melipakan tangan ke dadanya dan segera pergi dari hadapannya. Ia tak tahu kenapa Ro membentaknya, dia hanya mengutarakan pikirannya. Sebuah tangan meraih bahunya. Rachella membalikkan badannya dan menatap tajam orang itu.

" Kau harus mempercayaiku."

Suara dentuman bel mengaggetkan mereka, semua orang di lorong ini segera masuk ke kelasnya masing-masing. Termasuk rachella dan roffi yang juga memutuskan untuk memasuki kelas karena sekolahnya tak main-main dalam hal keterlambatan. Rachela segera pergi dari hadapan roffi tanpa mengucapkan satu kata apapun lagi. Roffi memerhatikan Rachella berlalu dari hadapannya dengan seksama. Ia tidak bisa berhenti menatap perempuan keraton itu.

protoco:Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang