Inilah yang dinanti-nanti. Dadanya bergemuruh hebat. Keringat di dahinya juga bercucuran. Ia harap ia tak melakukan kesalahan dan membuat teman-teman menjauhinya. Ia segera memoleskan bedak setipis mungkin agar wajahnya tak terlalu terlihat pucat.
"Apa kau sudah siap, ila?" tanya rika.
Prilla mengangguk, "Sudah."
"tunggu, ada yang kurang." tukas aas secara tiba-tiba.
Prilla menyeringitkan dahinya, "Apa?"
"liptint. Agar bibirmu tak kering." Dia mengambil barang yang disebut-sebut sebagai liptint itu didalam tas kecil dan kemudian memoleskannya ke bibir prilla.
"Ila terlihat semakin berkilau," ujar nai
Prilla mengangkat alisnya, "berkilau?"
"Maksudnya cantik. Kau semakin cantik la." Kata dini dengan masih menatap fokus ke gadgetnya. Dia tahu temannya yang bernama prilla itu tetap cantik walau memakai apapun. Jadi tanpa melihatpun dia sudah tahu jawabannya.
Prilla hanya tersenyum kecil sebagai balasannya kemudian memakai jas sekolahnya. Jas berwarna biru tua itu terlihat keren menurutnya. Ia menatap sebentar keempat teman kamarnya kemudian tersenyum manis. Teman-temannya juga terlihat keren dan pastinya manis.
Setelah semua sudah siap, mereka pergi ke kantin sekolah. Sarapan yang disediakan sekolah cukup lezat. Beberapa cerry tomat, 2 sosis, 3 bacon, 2 telur, dan segelas susu. Berkat menu sarapan itu juga, kantin sekolah menjadi ramai tak terkendali. Entah karena perasaannya saja atau tidak. Beruntungnya mereka tak menunggu antrian yang panjang. Hanya 3 orang yang berada didepan sedang menunggu petugas kantin memberikan sarapan.
--
"ila, kantin sekolah ramai ya? Apa kitanya yang bangun kesiangan?" tanya nai sambil menatap keramaian kantin.
Prilla mengangkat bahu, "Mungkin memang seperti ini dari dulu. Kalau bangun kesiangan juga tidak mungkin nai. Ini baru jam 6 loh."
Tak perlu lama lagi, giliran mereka telah tiba. Mereka mengambil sarapan kemudian mencari meja kosong yang muat untuk mereka berlima. Meja itu dekat dengan siswa-siswa yang memakai jas merah tua. Pasti siswa kelas 11 atau 12. Awalnya mereka ingin menghindari itu dan mencari lagi meja lain tetapi perut mereka tak bisa menahan busung lapar yang semakin meluas.
"Prilla, ya?"
Prilla menoleh kemudian menyeringitkan dahi, "Siapa?"
"Temennya Jun."
Prilla terdiam, menyadari jika mereka adalah siswa kelas 12. Ia tak melihat jun di meja itu. Di meja itu hanya ada 4 laki-laki dan 3 wanita. "Junnya dimana?"
Orang itu melihat telpon genggamnya kemudian menatap prilla kembali. "Bangun kesiangan. Kau belum mengabarinya?"
Prilla menggeleng-geleng, "Sebenarnya aku ganti nomor, dan seluruh kontakku hilang."
"Kau mau nomornya?"
"Boleh."
"Aku akan kirimkan nanti. Mana nomermu?"
Beberapa menit kemudian, bel sekolah berbunyi. Semua siswa baru segera berhamburan dan berlarian ke kelasnya masing-masing termasuk prilla. Sialnya ia melupakan kelas bravely berapa yang ia masuki nanti. Ia juga tak menyimpan pemberitahuan itu di telpon genggamnya. Teman-teman asramanya juga telah pergi ke kelas. Ayolah, apakah ia harus terlambat dihari pertamanya?
Prilla memutuskan untuk memilih masuk ke kelas apa saja, asalkan itu kelas bravely. Akhirnya dengan langkah mantap, ia memilih masuk ke kelas paling pertama ia lihat. Ia memasuki itu dan menyadari jika semua bangku telah penuh. Ia menghela nafas kemudian segera pergi. Bangku penuh pertanda jika kelas itu memang bukan untuknya.