Prilla terbangun dan menatap sekelilingnya, terdapat 5 kasur dan 5 lemari. Dan juga beberapa koper dan 2 meja rias yang terpasang di setiap sudut ruangan ini. Ia membangunkan dirinya, kemudian terkejut melihat 2 koper miliknya ada disini. Ia menyeringatkan dahinya, merasa aneh dengan ini. Rasanya koper itu berada di aula. Siapa yang memindahkan koper miliknya tersebut? Tak lama kemudian, suara yang tak asing muncul di indra pendengarannnya. Suara ketua siswa dan sekretasi siswa. Suara itu seperti akan mulai mendekat. Matanya ia penjamkan lagi sebentar, agar mereka tak mengetahui jika dirinya sudah bangun. Ia mendengar suara pintu dibuka, dan ia tahu orang yang baru saja masuk adalah ketua siswa dan sekretaris siswa.
"Kenapa kita tidak menyelesaikan ospek bagian aula?" tanya sekretaris siswa.
Ketua siswa mengangkat bahunya, "Aku tidak tahu, semua perintah dan keputusan ada di tangan ketua komdis."
"Jangan berpura-pura sam. Kau juga turut andil dalam bagian ini."
Samuel menghela nafas, "Kenapa kau tahu segalanya?"
"Karena tak mungkin albert dan reno berjalan tanpa otak. Kau adalah otak ini semua."
Samuel menggelengkan kepalanya, kemudian mengalihkan matanya ke arah lain. ia melihat sebuah buku bersampul biru pada meja di samping kasur milik prilla. Ia mengambil itu dan membuka halaman pertama. Tertulis disana pemilik buku ini adalah August Nasution. Ia menyeringkat dahinya, keluarga nasution? Ia menatap prilla sejenak. Nama belakang prilla kalau tak salah juga Nasution. Ia menghela nafasnya secara kasar, melihat gadis itu masih tertidur pulas, setelah 2 hari dalam keadaan kritis dan dibawa ke rumah sakit. Kenapa gadis itu tak kunjung sadar?
"Samuel, kau dengarkan aku tidak, sih?" tukas sekretaris siwa itu.
Samuel menatap kembali perempuan keraton itu, "Aku dengar Raden Rachella, dan aku tidak menyuruh mereka untuk berhenti. justru, aku menyuruh mereka untuk melanjutkan acara. Tetapi sayangnya, mereka menolak karena memang sudah peraturannya seperti itu."
"Dari tahun ke tahun seperti itu, Kenapa acaranya setengah-setengah, sih?" keluhnya.
Samuel mengangkat bahu, ia juga tak tahu kenapa orang itu membuat peraturan seperti ini. Sebenarnya, ia juga menyesalkan hal itu tetapi apa daya kekuasaannya tak dapat menembus para petinggi sekolah. Ia memutuskan menutup buku itu, dan mengembalikannya lagi ke meja tersebut. Buku bersampul biru itu adalah milik keluarga nasution. Ia tak berhak membaca itu. karena bisa jadi, buku itu adalah catatan tentang rahasia keluarga nasution. Memang pikiran yang tak masuk akal, tetapi entah kenapa ia berpikir begitu.
"Samuel, kenapa gadis ini tak kunjung sadar?"
Samuel menganggukkan kepala, "Aku juga berpendapat seperti itu. Apakah gadis ini pingsan lagi?"
"Kenapa kau tidak menyebut namanya? Kau dekat dengannya, bukan?" goda rachella sambil terkekeh kecil.
Samuel memutar matanya, merasa jengah karena rachella menggodanya. Ia tak suka jika rachella bersikap begitu. Seakan-akan rachella menggodanya seperti anak kecil, persis seperti yang sering albert dan shidiq lakukan. Mereka selalu menggoda samuel jika samuel dekat dengan seseorang dan tanpa henti ia akan mendengar celetukkan mereka sepanjang hari. Menyebalkan untuk samuel dan menyenangkan bagi mereka.
Ia memutuskan untuk berjalan ke arah pintu kamar dan kemudian menoleh ke sana kemari, melihat apakah ketua asrama bravely putri ada atau tidak. Ia tahu ketua asrama bravely putri adalah orang yang tangguh dan sengit tak gentar menghadapinya walaupun kadang nyalinya ciut jika berhadapan dengan para petinggi sekolah, sama sepertiya.
Rachella terkekeh melihat tingkah laku samuel. Ia tahu samuel tak ingin tertangkap basah berada di asrama bravely putri dan membuat lelah pers karena harus membantu mengklarifikasikan kesalahpahaman yang terjadi. Setelah ia mengamati tingkah samuel, ia memutuskan untuk mengecek keadaan gadis tersebut. Yang ia ketahui bernama prilla. Ia mengetahui nama itu dari desas-desus yang beredar di antara para panitia konsumsi dan acara. Mereka membicarakan samuel dengan seorang gadis yang pastinya bukan kak zhafira diandra.