Prilla memasuki gedung aula itu dengan perasaan was-was. Semua orang telah tahu meja ujiannya masing-masing sedangkan ia masih kebingungan mencari dimana mejanya berada. Tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. Ia menoleh dan mendapati Shireen sedang tersenyum ke arahnya. Shireen mengajaknya ke meja barisan depan dan berhenti di salah satu meja yang tak jauh dari meja Samuel dan Reno berada. Samuel sedang bersama teman-temannya. Tertawa seperti sesuatu hal yang besar tak pernah terjadi sebelumnya. Prilla menguatkan jiwanya kembali, berusaha melupakan masalahnya dengan samuel dan terfokus pada ujiannya.
Beruntungnya, Shireen dan Ryan kelas 10-1 C atau kekasih dari Shireen mengobrol di meja jadi ia merasa aman dari jangkauan samuel dan juga tak sendiran. Tiba-tiba bel berbunyi, menandakan ujian akan segera dimulai. Semua anak kembali ke meja ujiannya masing-masing. Prilla melihat pembagian ujian ternyata tak sesuai kelas, di depannya terdapat siswa kelas 10-1 A yang kalau tak salah 1 kelas bersama Pei, Raffa, dan jasson, Di samping kanannya terdapat siswa kelas 12 karena terlihat dari rompinya berwarna hitam. Di samping kirinya terdapat siswa kelas 11 dan di belakangnya ada siswa kelas 12.
Samuel ternyata duduk kedua di belakangnya, ia sempat melemparkan senyum kecil ke arah prilla tapi sayangnya prilla memutuskan untuk tak membalas. Prilla terdiam, menyadari jika pernyataan Gerry benar. Pernyataan yang menyatakan bahwa dirinya adalah lajang. Ia merutuki bila dirinya terlalu mudah terjerat dengan pesona Samuel yang memuakkan.
"Hei, kamu prilla kan? Ujiannya sudah dimulai dari tadi loh, Kenapa melamun?"
Prilla menoleh ke siswa laki-laki kelas 12 itu kemudian tersenyum kecil. Ia melihat di depannya sudah terdapat kertas soal dan jawaban. Kenapa ia tak menyadari Kertas itu? Ia segera menghilangkan pikiran-pikiran tentang Samuel dan mulai mengerjakkannya dengan serius.
2 jam kemudian, ujian serentak sudah selesai. Beberapa siswa ada yang berhamburan keluar aula dan ada juga beberapa siswa lainnya yang masih di aula. Prilla sedang membereskan perlengkapan alat tulisnya dengan terburu-buru. Ia ingin segera kembali ke asramanya dan meminum obat penenangnya tetapi rencananya gagal karena ia melihat Jasson, Raffa, dan Pei sedang berjalan menghampirinya.
"Prillaa, aku kangen." Kata pei sambil memeluk dirinya erat-erat.
Jasson menepuk-nepuk bahu prilla, "Kenapa telponmu tidak aktif?"
Raffa menatap cemas ke arah prilla, "Kami mencemaskanmu dan , ," Ia menjeda kalimatnya. Raffa menatap jasson, seperti memberikan kode kepadanya.
"Dan aku akan mentraktrir kalian semua es krim corneto. Kau menyukai es krim, kan?" tanya jasson kepada prilla.
Prilla mengangguk sambil tersenyum.
Pei melepaskan pelukan itu dan terpikik girang, "yes! Akhirnya sekarang kita bisa bersatu lagi dengan sebuah es krim. Kau kemana saja, pril? Aku repot sekali mengurusi 2 bocah laki-laki ini!" cerocosonya tanpa berhenti.
Di perjalanan menuju kedai es krim, peira benar-benar tak berhenti bercerita. Bercerita tentang Raffa dan Jasson hingga kejadian-kejadian yang ada di sekolah selama prilla tak masuk sekolah. Prilla hanya manggut-manggut dan sesekali membalas perkataan pei. Tak butuh waktu lama mereka sampai ke kedai eskrim, Raffa dan Jasson pergi membelikan es krimnya karena pei masih ingin bercerita panjang lebar kepada prilla.
"Pril, aku sudah tau masalah kak samuel denganmu."
Prilla terdiam, mencoba mencerna perkataan pei. Jangan bilang semua orang sudah mengetahuinya?
Pei menghela nafasnya secara kasar, "Maaf pril, waktu itu aku dan Raffa tidak disana."
"Dan tenang kok, Hanya kami dan teman-teman terdekat Kak samuel yang tau masalah itu." ia melanjutkan ceritanya sambil menatap prilla.
