Curiga

21.7K 1.5K 46
                                    

Laras dan Alan kini berada di panti asuhan tempat dahulu Laras tinggal. Laras memperhatikan Alan yang kini tengah bermain dengan anak-anak panti. Alan menyadari Laras kini tengah memperhatikannya, ia menatap istrinya itu dan tersenyum.

Ia memberi kode agar Laras mendekat kearahnya. Laras mengerti ia ikut bergabung bersama Alan dan anak-anak panti.

"Memiliki anak laki-laki sepertinya menyenangkan ya," ujar Alan, memperhatikan seorang bocah laki-laki yang kira-kira berusia dua tahun tengah asik bermain.

"Bukannya dulu Mas ingin anak perempuan." Sahut Laras.

"Iya aku ingin anak perempuan, tapi menurutku jika anak pertama kita laki-laki pasti akan lebih menyenangkan, dia bisa menjaga adiknya nanti." Laras menangkap binar kesedihan di mata suaminya.

Alan mendekati bocah laki-laki itu mengusap pucuk kepalanya dengan lembut, layaknya seorang Ayah yang begitu mengasihi anaknya. Laras menatap itu dengan getir, jika saja ia hamil pastilah keinginan Suaminya yang ingin menjadi seorang Ayah terwujud.

"Mas aku kebelakang dulu sebentar," ujar Laras ia merasa perutnya tiba-tiba mual tanpa sebab.

Alan mengernyit melihat wajah Laras yang nampak pucat.

"Wajah kamu pucat."

"Aku mual," ucap Laras berlari menuju kamar mandi.

Alan mengikuti Laras dengan cemas, ia melihat Laras muntah-muntah Alan membantu memijit tengkuk Laras.

"Kamu kenapa bisa sampai muntah-muntah kayak gini?" tanya Alan, setelah Laras tidak lagi muntah.

"Tidak tahu mungkin masuk angin, tadi malam aku tidur diluar nungguin Mas pulang kerja," ucap Laras, mengingat tadi malam ia tertidur di ruang tamu tanpa selimut saat menunggu Alan pulang.

Alan mendesah pelan, sudah bukan hal baru untuknya ketika pulang kerja melihat Laras tertidur di ruang tamu saat menunggunya pulang kerja.

"Laras berapa kali aku bilang sama kamu, kalau lewat dari jam delapan malam aku tidak pulang jangan tungguin aku. Sekarang kamu sakit kayak ginikan. Kalau kamu sakit aku yang repot nganterin kamu berobat, kerja enggak bisa kosentrasi kepikiran kamu terus di rumah." Nada bicara Alan sedikit tinggi, Laras menunduk merasa bersalah.

"Maaf." Laras berucap lirih.

"Ya sudah kita pulang saja biar kamu bisa istirahat di rumah." Putus Alan.

"Tapi kita..." ucapan Laras terpotong oleh suara tegas Alan.

"Tidak ada bantahan Laras, kita pulang wajah kamu itu pucat kalau sakitnya tambah parah bagaimana."

"Baiklah kita pulang." Laras berucap pasrah, selama ini ia memang tidak pernah membantah ucapan suaminya.

*****

Alan akhirnya membawa Laras pulang, awalnya ia sempat mengajak Laras pergi ke rumah sakit melihat wajah Laras yang nampak pucat. Namun Laras menolak dengan mengatakan ia tidak suka rumah sakit. Alan dari dulu tau Laras begitu membenci rumah sakit.

"Kamu mau aku buatkan teh hangat." Laras menggeleng pelan, ia kini tengah berbaring di kamar tidurnya.

"Aku ingin tidur dipeluk kamu Mas akhir-akhir ini kamu udah jarang peluk aku."

"Maaf ya aku udah jarang perhatiin kamu," ujar Alan ia mengambil posisi berbaring disamping Laras.

"Iya." Laras berucap lirih, ingin protes pun percuma karena itu hanya akan memicu pertengkaran di antara mereka.

Laras memainkan kancing kemeja Alan namun sesaat gerakan jarinya terhenti saat melihat bercak kemerahan di leher suaminya, hati Laras berdenyut tak karuan pemikiran buruk terlintas di kepalanya.

Kubeli IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang