Dia Bersamaku

24.9K 1.9K 116
                                    

Laras melenguh saat cahaya matahari menusuk matanya, dengan malas Laras membuka kedua kelopak matanya. Beberapa kali ia mengerjap untuk menyusaikan pandangannya dengan silaunya cahaya matahari.

Laras terlonjak buru-buru ia bangun dari tidurnya, ia bangun kesiangan. Namun Laras dibuat heran saat melihat sekelilingnya, ia kini bukan berada dikamar tempat ia biasa bangun.

Kamar ini sangat besar dengan desain minimalis, kamar ini didominasi warna abu-abu. Laras juga mencium aroma maskulin seorang pria.

Laras menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, ia kembali dibuat terkejut saat melihat tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Laras juga menemukan banyak sekali tanda kemerahan diarea dada dan perutnya.

Laras mencoba mengingat apa yang terjadi dengannya semalam, tadi malam rasa-rasanya Laras seperti sedang bercinta. Namun karena terlalu mengantuk Laras kurang menikmatinya, ia membiarkan saja orang itu menyentuhnya. Laras tak melihat wajahnya karena malam tadi cahaya agak remang.

Laras berpikir Alanlah yang menyentuhnya, aneh Alan tidak biasanya menyentuh Laras dalam keadaan sedang tidur seperti semalam. Mengabaikan keanehan yang ada Laras dengan tubuh yang hanya dibalut selimut melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.

Laras sempat meringis karena area kewatiaannya sangat perih, tidak biasanya Alan menyentuhku dengan begitu kasar, pikir Laras.

*****

Justin kini tengah berada di kursi kebesarannya, ia tidak dapat fokus mengerjakan apapun saat ini. Isi kepala Justin dipenuhi oleh kejadian tadi malam.

Mulanya ia tak berniat untuk menyentuh Laras apalagi wanita itu sedang hamil. Justin berpikir ia tidak akan tergoda dengan bentuk tubuh Laras yang mungil.

Namun rupanya Justin harus menarik semua pemikirannya, tadi malam saat berada didekat Laras Justin merasa tiba-tiba aneh. Ia begitu ingin menyentuh wanita itu, mencicipi kenikmatan ditubuh wanita itu.

Justin menggagahi Laras disaat wanita itu dalam keadaan setengah tertidur, desahan Laras yang terdengar lirih tidak bisa Justin hilangkan dari pikirannya.

"Sial." Justin memaki. Pria itu mengacak rambutnya dengan frustasi.

Justin mencoba mengenyahkan pemikiran kotor di kepalanya, namun semakin mencoba semakin kejadian itu terus menari-nari dengan indah di kepalanya.

"Laras hati kenapa kau selalu berhasil menghantui pikiranku." Gumam Justin, ia teringat dengan pertemuan pertamanya dengan Laras. Dimana pada saat itulah Justin selalu teringat akan Laras.

Bayang-bayang Laras selalu saja menghantuinya, walau ia sudah berusaha kuat menghilangkan bayangan Laras.

*****

"Dimana dia?" Justin bertanya pada Mirah kepala pelayan di rumahnya.

"Di kamar tuan, tadi wanita itu bertanya dimana dia berada."

"Lalu kamu menjawab apa." Justin menyela ucapan Mirah.

"Saya mengatakan kalau dia sekarang berada dikediaman tuan Justin, wanita itu sempat menanyakan dimana suaminya saya tidak mengatakan apapun tentang suaminya. Lalu wanita itu marah dan berniat untuk pergi, hingga saya terpaksa mengunci dia di kamar." Jelas Mirah.

"Kamu boleh melakukan apapun padanya jika ia berniat untuk kabur, tapi ingat jangan sampai melukainya dia sekarang sedang hamil," ucap Justin penuh penekanan.

"Saya mengerti tuan." Jawab Mirah.

Justin membuka pintu kamarnya, ia melihat Laras yang tengah duduk melamun dengan wajah yang terlihat murung. Mata wanita itu juga terlihat sembab.

"Ekkhm..." Justin segaja berdehem, menyadarkan Laras bahwa kini ada orang yang masuk keruangan itu.

Laras mengernyit menatap pria dengan postur tubuh menjulang tinggi berdiri tegak didepan pintu, pria itu nampak tidak asing.

"Apakah kamu Justin?" Laras langsung bertanya, ia beranjak menghampiri pria tinggi itu.

Wajah Justin terlihat datar, ia sedikit merunduk untuk menatap wajah Laras karena wanita itu sangat pendek.

"Aku memang Justin."

"Kenapa aku bisa berada di tempatmu, dimana suamiku, aku ingin pulang tadi pelayanmu tidak mengijinkan aku untuk pergi."

Justin tersenyum sinis, untuk apa Laras menayakan dimana suaminya sedangkan sekarang mungkin saja Alan sedang bersenang-senang dengan banyak uang yang dimilikinya.

"Disinilah tempatmu sekarang, mulai saat ini kamu harus menuruti semua yang aku suruh," ucap Justin membuat Laras kebingungan.

"Kenapa aku harus menurutimu, kamu bukan majikan ataupun suamiku." Sahut Laras.

Justin menyeringai, jarinya dengan lembut mengusap bibir Laras. Bibir yang tadi malam sempat ia cecapi rasa manisnya.

"Karena suamimu sudah menjualmu padaku."

Deg.....

Jantung Laras tiba-tiba berpacu dengan cepat, ia sungguh berharap kalau kalimat yang diucapkan Justin barusan hanyalah bualan.

"Suamiku tidak mungkin tega menjualku, Mas Alan dia itu mencintai aku!" Sahut Laras dengan suara lantang.

"Mencintaimu." Justin berucap dengan nada mengejek.

"Jika dia mencintaimu tidak mungkin dia berselingkuh, dan lagi dia tidak mungkin menjualmu padaku. Kamu tahu berapa harga yang dia dapatkan saat menjualmu?" Justin sengaja menggantung ucapannya, ia menatap wajah Laras yang terlhat pias seperti mau menangis.

"50 miliar itulah bayaran yang dia dapatkan, dia menjualmu serta anaknya yang masih ada di perutmu itu. Apakah itu bisa dikatakan dia mencintaimu."

"Tidak mungkin, Mas Alan tidak mungkin melakukan itu padaku." Mata Laras mulai berkaca-kaca.

"Memang benar begitu kenyataannya Alan menjualmu padaku, jika kamu memang berharga dihidupnya sebanyak apapun uang yang aku tawarkan dia tidak mungkin mau menjualmu." Tutur Justin, ia menatap wajah Laras yang kini telah basah oleh air mata.

"Seseorang yang benar-benar berharga dihidup kita itu dia tak ternilai harganya, dia menjualmu dengan bayaran 50 miliar intinya kamu tidak berarti apa-apa baginya." Ucapan Justin begitu menohok hati Laras.

Lima tahun bersama Alan, benarkah ia tak berarti apa-apa dihidup seorang Alan pria yang ia cintai dengan sepenuh hatinya tega mengkhianati dan menjualnya.





Kubeli IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang