Harus Pergi

13.7K 1.6K 257
                                    

Malam ini entah mengapa Alan tak bisa memejamkan matanya barang sedikit, ia merasa was-was meski tanpa alasan yang jelas. Alan menatap Laras yang terlelap damai dipelukannya. Setelah tadi wanita itu terbangun karena merasa tak nyaman dengan gerakan makhluk yang ada di perutnya.

Alan melihat tirai kamarnya berkibar tertiup angin yang berembus masuk melewati jendela yang terbuka. Alan beranjak untuk menutup jendela itu. Alan menatap langit yang nampak gelap, sepertinya malam ini akan turun hujan.

Alan mengernyit apa ini hanya perasaannya, suasana malam ini nampak ada yang janggal. Mengabaikan hal itu Alan memilih menutup jendela dan kembali ke tempat tidur.

Dorrr...

Alan berjengkit karena suara itu, bahkan Laras pun terbangun dari tidurnya.

"Mas itu suara apa," ucap Laras dengan suara serak.

"Aku akan menghubungi penjaga depan," ujar Alan.

Belum sempat Alan melakukan apa yang ia katakan pintu kamarnya sudah digedor dengan keras. Alan mengenali suara siapa yang memaki dari balik pintu begitu pun dengan Laras.

"Mas Alan, itu suara Justin." Tubuh Laras gementar mendengar suara Justin yang menggelegar, bayangngan akan perlakuan kasar pria itu dulu menghampirinya.

"Mas aku takut, pasti Justin akan mengambil aku. Kamu bilang uangnya sudah dikembalikan, tapi kenapa dia datang kesini."

"Aku memang sudah mengembalikan semua uangnya." Laras terlonjak saat pintu didobrak dengan paksa, ia menatap ngeri wajah penuh amarah dari Justin.

"Ikut aku!" Justin langsung menarik kasar pergelangan tangan Laras.

"Justin, kamu tidak memiliki hak apapun untuk membawa istriku, lagi pula semua uangmu sudah aku kembalikan."

"Iya Justin, aku mohon jangan bawa aku." Justin menyeringai licik, ia memberi kode agar orang-orangnya yang berdiri di depan pintu agar mendekat.

"Kalian habisi pria itu!" Titahnya, mata Laras terbelalak lebar.

Tiga pria berbadan besar itu mendekati Alan, mereka dengan tanpa perasaan memukuli Alan. Tentu Alan kalah banyak dalam perkelahian itu, mereka bertiga sedangkan Alan hanya sendiri. Alan kini sudah babak belur, bahkan sampai muntah darah. Sementara Justin dengan santai menahan Laras yang meronta minta di lepaskan.

"Bos haruskah kami menghabisi nyawanya?" tanya salah satu pria berbadan besar.

"Itu ide yang sangat bagus, lakukan sesuka kalian." Sahut Justin.

"Jangan bunuh suamiku, Justin jangan biarkan mereka melakukan itu."

"Bagaimana mungkin aku melarang mereka Laras, sedangkan aku sendiri begitu ingin melihat kematian suamimu sekaligus pria yang kamu cintai itu." Justin mengusap pelan air mata yang membasahasi wajah Laras.

"Tidak, jangan lakukan itu. Aku akan menuruti apapun yang kamu inginkan asal kamu jangan membunuh suamiku. Anakku belum lahir, jika kamu membunuh Alan dia tidak akan bisa melihat Ayahnya tolong kasihani anakku Justin aku akan melakukan apapun yang kamu minta."

Justin menimbang ucapan Laras, ia menatap perut wanita itu yang mulai membesar. Haruskah ia mengasihani bayi yang ada di dalam perut Laras, sedangkan ia sendiri belum pernah melihat rupa bayi itu dan lagi bayi itu bukan anaknya.

"Tolong Justin jangan bunuh suamiku aku mohon." Tubuh Laras meluruh jatuh bersimpuh di depan Justin, Alan menatap itu semua dengan mata berkaca-kaca.

Laras begitu mencintainya sampai rela melakukan apapun, sedangkan ia sendiri dengan bodohnya menyia-nyiakan cinta Laras. Andai waktu dapat diulang kembali, Alan tak akan mungkin membohongi Laras.

Justin dibuat terenyuh sekaligus kesal, melihat Laras yang rela menjatuhkan harga dirinya hanya demi nyawa pria yang sudah menyakitinya. Justin mengeluh dalam hati, betapa beruntungnya Alan begitu dicintai oleh Laras.

"Baiklah, kamu ikut denganku dan suamimu akan selamat." Justin membantu Laras untuk kembali berdiri, Justin menuntun Laras untuk mengikuti langkahnya.

"Laras." Alan bergumam lirih menyebut nama istrinya, Laras tersenyum tipis meski kini ia tengah menangis, hatinya pedih melihat betapa menyedihkan-nya keadaan Alan.

"Aku akan baik-baik saja, setelah ini jangan lupa langsung obati lukamu," ujar Laras, ia langsung membalikan tubuhnya tak sanggup rasanya ia menatap lebih lama wajah terluka Alan.

Alan menatap punggung Laras yang perlahan mulai menjauh, ia masih ditahan oleh anak buah Justin. Setelah memperkirakan kalau tuan mereka sudah pergi jauh, barulah anak buah Justin melepaskan Alan.

Dengan tubuh yang terasa remuk. Alan bangkit membersihkan darah yang mengalir dari hidung dan mulutnya. Alan melepaskan bajunya, disekujur tubuhnya banyak sekali terdapat lebam.

Alan meneteskan air matanya, bukan karena rasa sakit yang kini ada di tubuhnya. Tapi ia menangis karena rasa penyesalan di hatinya. Alan pikir setelah ia mengembalikan semua uang Justin hidupnya dan Laras akan tenang.

Namun itu semua berbanding terbalik dengan kenyataan. Justin membawa Laras pergi tanpa Alan bisa melakukan apapun. Padahal kurang dari dua bulan lagi ia akan menjadi seorang Ayah, Justin tak hanya mengambil Laras tapi juga anaknya.

*****

Laras kini sudah berada di kamar yang dahulu pernah ia tempati, kamar ini masih sama seperti terakhir kali dimana ia menata barang-barang yang ada di kamar ini. Laras merasa begitu canggung dengan Justin, padahal sebelumnya mereka sudah mulai akrab.

"Kamu pasti mengantuk tidurlah," ujar Justin memecah keheningan di antara mereka, ia membantu Laras untuk berbaring.

Justin menarik selimut hingga sampai sedada Laras, ia menggunakan jarinya untuk mengusap pipi Laras yang kembali berisi seperti pertamakali wanita itu datang ke tempatnya. Rupanya wanita ini begitu senang dapat kembali tinggal bersama suaminya, berbanding terbalik dengan Justin yang persis seperti orang gila saat ditinggal Laras.

Justin meletakan telapak tangannya di atas perut Laras, Justin mengernyit saat merasa ada pergerakan disana. Ia mendekatkan wajahnya ingin merasakan lebih dekat pergerakan itu.

"Apa yang bergerak ini bayinya?" tanya Justin.

"I..iya." Laras menyahut dengan suara serak, Justin menatap takjub perut Laras membayangkan ada seorang bayi yang kini tengah hidup di dalam sana.

"Apa anakku selama ini baik-baik saja?" Wajah Laras langsung berubah tak suka saat Justin mengucapkan kata anakku.

"Bayi ini anakku dan Alan." Sahut Laras ketus.

Justin seketika berubah garang, mendengar nama Alan disebut. Apalagi mendengar nada bicara Laras yang nampak tak suka saat ia menyebut bayi yang ada di kandungan Laras sebagai anaknya.

"Anakmu dan Alan. Bagaimana jika bayi ini aku keluarkan dan kuganti dengan anakku." Desis Justin membuat Laras merinding.

"Laras aku bisa saja membuat dia keluar lebih cepat dari seharusnya dengan menggunakan tanganku, wah pasti itu akan terasa sangat menyenangkan." Laras meringis saat tiba-tiba tangan Justin mencengram perutnya, rasanya begitu nyeri.

"Sakit, i..iya bayi ini anakmu," ucap Laras, Justin langsung melepaskan cengkraman-nya, ia kembali mengusap lembut perut Laras.

"Bayi ini memang anakku," ujar Justin menatap Laras dengan menyeringai. Laras tanpa sadar bergidik ngeri, Justin sekarang terlihat seperti pria psikopat.




Kubeli IstrimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang