08 Keluarga Baru

39.3K 3.1K 127
                                    

Jika dia kau takdirkan untukku, dekatkan hatinya dan permudahkanlah jalannya padaku. Dan jika dia bukan untukku, damaikanlah hatiku dengan ketentuan-Mu.

***

Sinar matahari berhasil masuk ke dalam sela-sela gorden di kamar Arvin. Semalam ia menghabiskan waktunya begadang, membuka bioskop dadakan di dalam kamar yang ditontonnya sendiri.

Arvin baru tidur ketika selesai shalat subuh di masjid bersama dengan Abram serta kedua saudara laki-lakinya. Ia berguling berulang kali di atas kasur, mencoba mengumpulkan kesadarannya. Arvin masih sangat mengantuk, tetapi karena alarm di perutnya yang mengatakan sudah meminta makan, membuatnya mau tidak mau melupakan sejenak kasur empuknya itu.

Dengan malas Arvin melangkahkan kakinya ke luar kamar, matanya masih terpejam. Ia menguap lebar-lebar sembari tangannya menyingkap piyama dengan motif polkadot di bagian perut, kemudian menggaruknya tanpa beban.

"KAK!"

"KAK ARVIN ASTAGHFIRULLAH."

"YA ALLAH HAHAHA."

Teriakan-teriakan bersusulan yang terdengar dari arah depannya, membuat Arvin mengerjapkan mata. Ia terkejut dengan mata yang membulat. Di ruang keluarga yang terletak tepat di depan kamarnya, terdapat orangtuanya, Arvan, Arsen, dan Arsel.

Namun, setelah melihat seorang perempuan asing yang duduk di samping Arsel, dengan segera ia menutup kembali piyamanya. Nah, malu sendiri 'kan jadinya?

"Ya Allah laki umi satu ini, jam berapa sekarang baru bangun?" tanya Ayu.

Dengan polosnya Arvin melihat jam dinding yang bisa terlihat dari posisinya berdiri saat ini, "Jam 7 hehe."

"Umi 'kan udah bilang gak boleh tidur lagi kalau habis subuhan," nasihat Ayu.

Sedangkan Arvin hanya menjawab dengan cengengesan tidak jelas. Tentu saja ia tidak mungkin mengatakan begadang sebagai alasan tidur kembali setelah subuh, karena Ayu pasti dengan tegas tidak akan memperbolehkannya begadang lagi.

"Sini duduk, ada temen Arsen," ucap Abram. Ia lebih memilih mengalihkan pembicaraan ketika melihat istrinya hendak melanjutkan khotbah paginya. Apa istrinya itu lupa jika ada orang lain juga yang sedari tadi mendengarkannya?

"Arsen?" Arvin duduk di sebelah Ayu sembari menatap tidak percaya ke arah Arsen. Ini tidak salah adiknya yang biasanya terlihat lempeng, membawa seorang perempuan ke rumah?

Kursi yang mereka duduki saat ini berhadapan namun membentuk pola acak. Arvin-Ayu-Abram duduk pada kursi yang sama, Arsen dan Arvan di kursi single, sedangkan Arsel dan Alesha duduk berdua.

"Jadi, namanya Alesha ya?" tanya Ayu memulai kembali pembicaraan. Ia menatap Alesha yang sedari tadi duduk canggung.

"Iya, Tante," jawab Alesha pelan. Ia tersenyum canggung sembari memainkan kuku-kuku tangannya.

"Alesha santai aja, tante gak gigit kok," canda Ayu. "Semalam ke sini jam berapa? Kok tante gak tahu?"

"Sekitar jam dua belas, Alesha mohon maaf karena tidak sopan, belum izin buat tidur di sini." Suara Alesha semakin mengecil.

"Semalam Arsen yang ajak Alesha ke sini. Sama adek juga, tapi adek tidur duluan di mobil," jelas Arsen ikut andil.

Saat ini Alesha merasa menjadi terdakwa, ia ingin cepat-cepat kembali ke kafe mengambil sepedanya, setelah itu pulang, atau langsung saja ia pulang ke rumah tanpa harus ke kafe terlebih dahulu, yang penting bisa pergi dengan segera dari rumah ini.

ARESHA ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang