10 Terluka

35.8K 2.8K 40
                                    

Aku sudah merasakan semua kepahitan dalam hidup, dan yang paling pahit ialah berharap pada manusia.

(Ali bin Abi Thalib)

***

Bukannya membaik, hubungan Arsen dan Alesha justru kian memburuk. Keduanya seolah-olah tidak saling mengenal, tidak menyapa meskipun berpapasan atau dalam satu tempat yang sama. Lebih tepatnya, Arsen yang menganggap keberadaan Alesha tidak ada.

Awalnya, Alesha merasa ada yang kurang dari menjauhnya Arsen. Saat ini, ia benar-benar tidak menyangkal jika ia memang memiliki perasaan terhadap Arsen. Perempuan mana yang tidak luluh dengan perhatian-perhatian yang Arsen berikan?

Namun, cukuplah itu menjadi cinta dalam diamnya Alesha. Saat ini, ia hanya ingin fokus pada sekolah, membantu orangtuanya, dan bekerja paruh waktu seperti sebelumnya, sebelum Arsen hadir dalam hidupnya.

Alesha mengambil kesimpulan terhadap apa yang dirasakannya, bahwa ia tidak boleh terlalu berharap pada manusia. Ia tidak boleh terlalu berharap pada Arsen. Toh, saat ini ia juga masih belum dewasa, baru kelas satu SMA. Masih jauh perjalanannya untuk berharap pada yang namanya jatuh cinta.

"Jadi, apa ada yang keberatan untuk acara ini? Atau ada pertanyaan?"

Suara Arsen menyadarkan lamunan Alesha.

Beberapa hari ini Alesha sering kali melamun, dan sering kali pula ia mengucap istighfar untuk menyadarkannya dari sifat lalai. Seperti saat ini, padahal sedang rapat dengan seluruh anggota rohis untuk membahas proker dalam waktu dekat.

Jadi, hari Sabtu dan Minggu anak-anak rohis berencana untuk menghabiskan waktunya mengabdi di sebuah desa, yang di sana banyak anak-anak perlu pengajaran lebih. Mereka akan menginap di salah satu rumah penduduk yang kebetulan memang kosong. Jumlah keseluruhan anggota rohis sendiri, 28 orang, 17 perempuan dan 11 laki-laki.

Selain menjadi guru dadakan, mereka juga akan membantu beberapa penduduk ke sawah atau ladang. Tergantung kondisi yang dibutuhkan di sana.

Alesha mengangkat tangannya, "Maaf Kak, saya tidak bisa ikut."

"Kenapa?"

Ini pertama kalinya Arsen berbicara pada Alesha, setelah beberapa hari laki-laki itu bersikap seolah tidak mengenalnya. Alesha mengingit bibir bawahnya gugup saat semua pandangan mata yang ada di ruangan tersebut terfokus padanya. "Karena saya bekerja pada hari itu."

"Tidak bisa izin?" tanya Arsen.

Alesha menggelengkan kepalanya sembari berkata, "Tidak bisa Kak." Ia menghela napas pelan karena merasakan kecanggungan, seolah baru mengenal.

"Kalau begitu kita omongkan di belakang setelah rapat ini selesai," putus Arsen.

Dengan ragu-ragu Alesha menganggukkan kepalanya singkat, mendadak tubuhnya menjadi panas dingin karena gugup.

Jadi habis ini bakalan bicara berduaan sama Kak Arsen?

"Yang lain apakah ada pertanyaan? Kalau masih ada yang kurang jelas soal barang bawaan, nanti ukhti Permata akan memposting di note group line. PDH juga sudah beres, akan dibagikan hari Jum'at besok."

Arsen menatap semuanya yang terdiam, tidak ada seseorang yang akan menimpali ucapannya. "Baiklah kalau tidak ada pertanyaan, pertemuan kita cukupkan sampai di sini."

Setelah menutup dengan do'a dan salam yang dipimpin oleh Arsen, semua mulai beranjak dari duduknya. Anak-anak BPH masih ada di tempatnya, Arsen, Azzam, Sari, dan Permata. Meskipun tidak terlalu dekat, tetapi Alesha cukup mengenal keempatnya.

ARESHA ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang