Aril's POV
Aku keluar dari gedung ini. Saat aku berada di pelataran gedung, mobil bmw hitam datang mendekat kearahku. Aku tidak takut, tentu saja. Itu mobil mamaku. Aku tersenyum simpul saat mobil itu kini tengah berada tepat disampingku. Aku segera masuk kedalam, duduk di samping kursi pengemudi, dan langsung memakai sabuk pengaman. Mama melirikku, lalu tersenyum. Mobil lalu melaju, meninggalkan gedung ini. Aku menatap keluar kaca mobil, pemandangan diluar menyita perhatianku. Sepasang kekasih yang tengah memakan bakso dipinggir jalan. Aku tersenyum kecil, saat melihat mereka tengah bersuap-suapan. Persis seperti yang sering aku lakukan dulu bersama dia..
Ah kok aku jadi mikirin itu ya?sepenggal kisah menikam dada dimasa lalu. Aku tersenyum miris. Saat asik memperhatikan mereka, suara mama mengagetkanku dan membawaku kembali ke masa ini.
"Ril gimana tadi tesnya? Bisa?" mama menanyakan soal olimpiade ku tadi.
Aku lantas beralih menatap wajah mama. Aku tersenyum senang "Bisa dong, yang begituan buat Aril ck gampang mah," kataku sambil menepuk dada jemawa.
Mama tertawa renyah hingga matanya menyipit. Dapat kulihat dengan jelas kerutan yang mulai muncul diwajah mama ketika beliau tertawa atau tersenyum.
"kamu tuh kok sombong sih."
Mama menyentil hidungku gemas. Kebiasaan mama yang sering ia lakukan padaku jika mama beranggapan kalau aku sombong.
"Aril ga sombong mah, ini tuh namanya fakta, Aril memang pinter mamah juga tau 'kan."
Aku menatap mama meyakinkan, ya aku memang selalu mendapatkan peringkat tiga besar dikelas. Aku juga sering mengikuti berbagai perlombaan, terkecuali olahraga karena aku memang payah dalam bidang itu. Kadang aku juga sering mengajarkan teman-teman ku materi yang tidak mereka pahami dan membantu tetangga ku yang duduk di bangku SMP untuk menyelesaikan tugas yang menurutnya sulit. Dan Alhamdulihah mereka senang aku bantu. Apalagi namanya kalau bukan pintar?
"Tapi ekonomi kamu jebol loh," kata mama sambil tersenyum mengejekku "Padahal ya Ril papah kamu waktu SMA itu jago banget ekonominya." mama melanjutkan perkataannya.
Mama ini, selalu saja membahas soal itu. Aku memang kurang paham jika harus disuguhkan dengan mapel yang satu ini. Tapi please ma, anakmu ini gak bego-bego amat kok. Buktinya, di rapor tak pernah sekalipun aku mendapatkan nilai merah, disemua mata pelajaran termasuk ekonomi.
"Perasaan mamah udah lebih dari seratus kali bilang gitu ke Aril."
"Mamah cumam heran aja sama kamu, kok bisa gitu kamu pas-pasan banget di ekonomi."
"Bukan takdirnya kali mah Aril jago ekonomi," aku mendengus sebal, sedangkan mamah hanya tertawa senang. Bukannya bersyukur mama malah selalu mengejek. Meskipun ekonomi aku pas-pasan tapi Bu Guru bilang, kalau aku sudah cukup menguasi materi pembahasan ekonomi.
Setidaknya, aku tidak pernah menghindar jika pelajaran itu tengah berlangsung. Aku juga sering bertanya jika ada materi yang tak aku mengerti. Dan kalian harus tahu, kalau aku sering menjawab jika ada siswa yang bertanya. Yahh, meskipun kurang pas atau malah salah. Setidaknya aku sudah mencoba kan? Aku juga rajin mengumpulkan tugas dan mengerjakan PR. Absen ku juga tidak pernah cacat. Jadi Bu Guru dengan suka hati akan memberiku nilai tambahan.
Aku kembali memalingkan wajah, melihat ke luar kaca. Macet, gini nih gak enaknya kalau tinggal di Jakarta selalu macet. Berbeda dengan tempat tinggal ku yang lama. Meskipun macet, tapi tidak akan separah Jakarta.
Aku meraih tasku, membuka sletingnya dan mencari benda tipis yang canggih, ponsel. Yap, aku menemukannya. Saat aku akan meraihnya, tiba-tiba saja ada suara knalpot yang bergemuruh diluar sana. Aku menengok. Ternyata ada seorang siswa yang sedang menderu-derukan gas motornya. Aku heran, ini cowok kok kurang kerjaan banget. Udah panas, berisik pula karena ulah dia. Aku terganggu, tentu saja. Semakin menambah polusi kota Jakarta. Dengan cepat aku menurunkan kaca mobil. Saat aku mau berbicara pada si empunya motor, motor itu pergi. Meninggalkan ku dengan rasa kesal yang terbendung.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You (Pandu)
Teen Fiction"Mencintai lelaki pembalap memang bukan impianku, bahkan sedetik pun tak pernah aku berpikir mencinta. Tapi, Tuhan maha kuasa bukan? dengan mudahnya ia membolak-balikan hati yang kaku ini." -Shesaril "Balap motor adalah separuh hidupku, soal wanita...