Sesuatu yang Baru

91 3 9
                                    

Sudah dua puluh menit aku mencoba memejamkan mataku, berharap bisa tidur. Tetapi suara desahan penuh cinta dari kamar sebelah membuatku memikirkan hal-hal yang tidak perlu kupikirkan. Entah siapa yang harus aku salahkan, orang-orang yang membangun gedung apartemen ini yang menciptakan ruang kamar yang sangat tidak kedap suara, Giselle dan James yang begitu menikmati aktivitas intim mereka tanpa memedulikan kehadiranku, atau kisah cintaku yang menyedihkan dan membuatku merasa tidak nyaman dengan semua suara-suara penuh kenikmatan itu? Ini menyebalkan!

Aku bangkit lalu berjalan menuju pintu dan keluar dari kamarku. Arian sedang duduk di sofa, tempat ia biasanya tidur sambil melamun. Selimut tebal menggulung tubuhya. Ia bahkan tidak sadar akan kehadiranku sampai aku duduk disampingnya.

Ia masih menatapku datar dengan mata yang sayu ketika menyadari kehadiranku. Sepertinya kantuknya sudah tak tertahan lagi.

"Kenapa tidak tidur?" tanyaku.

Ia menunjuk ke arah kamar Giselle yang masih mengeluarkan suara-suara intim.

"Kau merasa terganggu?" tanyaku lagi.

Ia mengangguk.

"Aku belum pernah mendengarnya secara live," ujarnya dengan wajah nakal.

Aku menatapnya datar.

"Kenapa kau keluar? Kenapa belum tidur juga?" Ia bertanya.

Aku menunjuk ke arah kamar Giselle juga, lalu tanpa sadar kami tertawa bersama.

"Kau kan sudah pernah melakukannya, kenapa merasa tidak nyaman?"

"Justru karena sudah pernah melakukannya aku jadi merasa tidak nyaman."

"Aku tidak mengerti, bukankah seharusnya..." Arian tampak berpikir, "oh, aku mengerti."

Kami diam untuk beberapa saat.

Tiba-tiba Arian mencondongkan tubuhnya ke arahku sehingga tubuhku refleks menjauh.

"Apa yang kau lakukan?"

"Suasananya sudah sangat tepat. Kenapa kita tidak mencobanya saja?" Ia tersenyum nakal.

"Kau sudah gila?"

"Tidak ada salahnya menjadi gila." Tubuhnya semakin mendekat.

Aku sudah bersiap menampar wajahnya ketika mendengar desahan panjang dari kamar penuh cinta itu. Arian tertawa sambil menarik tubuhnya.

"Kau!"

"Aku hanya bercanda," ucapnya di sela tawanya.

"Itu tidak lucu!"

Ia menatapku. Wajahnya berubah serius. Bagaimana bisa ekspresinya berubah begitu cepat? Dan kenapa itu membuatnya semakin menyebalkan?

"Maafkan aku. Aku hanya ingin mengalihkan perhatianku dari kamar itu. Suara itu membuatku hampir gila!"

"Tapi kau tidak bisa melakukannya seenaknya padaku!"

"Aku tahu. Maaf."

"Kenapa kalian berisik sekali?" Tiba-tiba suara Giselle terdengar dari pintu kamarnya.

Aku dan Arian menatapnya dengan wajah tak percaya.

***

Matahari akhirnya menyapa. Setelah kejadian menyebalkan tadi malam, aku akhirnya bisa tidur dengan tenang. Tapi pagi ini, Arian kembali membuat sensasi.

"Aku akan ikut ke tempatmu bekerja." Arian menatapku serius.

"Kau mau menggodaku disana?" ucapku sambil menuang jus jeruk ke gelas.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang