Kehancuran

58 2 0
                                    


Sudah 4 hari papa dirawat di rumah sakit. Ia makan dengan baik dan beristirahat dengan baik. Kondisinya juga semakin membaik. Akan tetapi, aku merasakan ada sesuatu yang ia pikirkan. Ia sering sekali memandangku sambil melamun. Jadi, karena kondisinya sudah cukup baik, aku memutuskan menanyakannya pada papa.

"Apa ada masalah? Ada sesuatu yang papa pikirkan?" tanyaku berhati-hati.

Papa justru menatapku cemas.

"Apa kau sedang mengandung, Kay?" Aku terkejut. Itu pertanyaan yang tidak terduga. Aku sendiri saja belum memastikan hal tersebut, bagaimana papa bisa tahu?

"Papa mendengar hal itu dari mana?" tanyaku.

"Jadi benar," ucap papa sambil menghela napas. "Dari Brian," sambungnya.

"Brian? Tunggu. Apakah ini yang membuat papa mengalami serangan jantung?"

Papa mengangguk.

"Papa tidak mau menyembunyikan apapun lagi darimu. Iya. Malam itu papa menerima panggilan telepon dari Brian. Dia meminta papa memikirkan tanggal yang bagus untuk pernikahan kalian karena kau sedang mengandung bayinya."

Aku menghela napas. Bajingan itu kali ini benar-benar keterlaluan.

"Kay, apakah itu benar?" tanya papa. Tatapannya menyiratkan rasa khawatir.

"Kay tidak tahu, pa. Kay belum mengecek kebenarannya."

"Lalu kenapa kau tidak melakukannya?"

"Hanya... belum ada kesempatan. Banyak hal terjadi akhir-akhir ini."

Papa menggenggam tanganku.

"Kalau begitu, pergilah ke dokter kandungan sekarang juga. Tapi..."

"Tapi... apa?"

"Jika kau benar mengandung bayi Brian, apakah kau mau menikah lagi dengannya?"

Aku menghela napas.

"Tentu saja tidak, pa. Kay tidak akan kembali padanya. Dia sangat jahat. Papa tahu itu, kan?"

"Papa mengerti. Syukurlah jika itu jawabanmu. Bagaimana dengan Arian?"

Sekali lagi papa membuatku terkejut dengan pertanyaan tak terduga.

"Papa tahu Arian?" tanyaku cepat.

"Giselle bercerita banyak. Lalu, malam itu, setelah papa sadar, dia menemui papa, lalu meminta izin."

"Izin untuk apa?" tanyaku lagi. Kali ini benar-benar penasaran.

"Menikahimu," jawab papa sambil tersenyum.

"Lalu... papa menjawab apa?"

Papa tertawa.

"Papa menjawab, semuanya bergantung keputusanmu, Kay."

"Jadi, papa mendukung segala keputusanku, apapun pilihanku?"

Papa mengangguk. Kemudian keadaan menjadi hening.

"Kalau begitu, sekarang pergilah ke dokter kandungan. Kita harus mengetahui hasilnya lebih dulu, baru bisa menentukan apa yang harus dilakukan selanjutnya." Papa menggenggam tanganku lagi.

Aku mengangguk, lalu berjalan keluar untuk menemui dokter kandungan. Bersiap untuk sebuah fakta.

***

Satu bulan telah berlalu. Brian masih terus mengirimkan perelengkapan bayi ke rumahku. Aku semakin muak dengan semua ini. Aku tahu barang-barang tersebut mungkin akan kubutuhkan nanti, tetapi apa yang dilakukannya terlalu berlebihan. Jadi, aku memintanya untuk bertemu denganku hari ini.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang