Pertemuan

124 8 30
                                    

New York sedang bersalju. Hawa dingin menyelimuti setiap sudut kota. Aku berjalan dengan dua kantung penuh belanjaan berisi kebutuhanku untuk satu minggu di tanganku ketika aku melihat seorang pria meringkuk kedinginan di pinggir jalan tak jauh dari apartemen tempat aku tinggal. Awalnya aku tidak memedulikan pria itu. Sudah sering aku melihat orang-orang di jalanan seperti ini, hanya saja, aku belum pernah melihat orang-orang itu dengan baju kaus tipis dan celana jeans biasa tanpa jaket sama sekali saat salju sedang turun deras. Aku masih tidak peduli dan melewatkan saja pria itu sampai aku mendengar sebuah kata yang familiar di telingaku.

"Sial!" maki pria itu.

Aku menoleh pada pria itu.

"Kau serius papa sudah memblokir semuanya? Tidak ada satupun yang dapat kau lakukan? Ayolah. Aku kedinginan dan tidak memiliki uang sama sekali. Aku akan mati jika aku tidak menemukan tempat tinggal."

Aku masih menatapnya dengan bingung. Dia orang Indonesia? Dan setelah mendengar masalahnya, aku percaya bahwa dia akan mati jika tidak segera mencari tempat untuk menginap karna salju sedang turun deras, aku dengar juga akan ada badai malam ini. Haruskah aku membantunya?

Aku membuka syal yang sebelumnya menutupi separuh wajahku dan menatapnya lagi. Kali ini dia berbalik menatapku. Wajahnya menyiratkan rasa khawatir, namun ia mencoba menutupinya dengan tampang sombongnya.

Kami masih terdiam sampai akhirnya aku memutuskan untuk berbicara.

"Kau orang Indonesia?" tanyaku.

"Ya. Dan kau...Astaga! Apa kau juga orang Indonesia?" tanyanya kembali.

"Ya. Itu sebabnya aku berbahasa Indonesia."

"Oh, Tuhan. Mungkin aku tidak jadi mati malam ini," ucapnya terlebih untuk dirinya sendiri.

"Bisakah kau membantuku?" tanyanya. Ia memang belum menceritakan masalahnya, namun aku sudah mendengarnya, dan karena cuacanya sangat dingin, aku akhirnya mengajaknya ke apartemenku. Sepertinya aku sudah gila. Atau tidak?

***

"Jadi, bisa kau jelaskan padaku apa maksud dari semua ini?" tanya Giselle.

"Dia bisa menjelaskannya padamu." Aku melirik pria itu.

"Hai. Namaku Arian. Aku berada dalam masalah besar saat ini. Aku lari dari pernikahanku," jelasnya singkat. Aku terkejut. Sangat terkejut. Namun, aku menyembunyikan keterkejutanku atas pengakuan pria itu dengan hanya mengangkat sebelah alisku. Giselle justru sudah menutup mulutnya. Hal sama yang dilakukannya saat aku mengaku padanya bahwa aku sudah pernah menikah.

"Ya. Aku kabur dari pernikahanku. Orang tuaku menjodohkanku dengan wanita yang tidak kukenal sama sekali. Sejak awal aku sudah menolak, tetapi papa tetap memaksaku untuk menikah. Tapi aku tidak bisa. Beberapa jam sebelum pernikahan aku pergi ke sini, tanpa membawa uang sedikitpun. Bodohnya aku, aku baru ingat butuh lebih dari dua puluh jam untuk sampai disini, dan tenyata papaku sudah memblokir semua kartuku. Dan aku sekarang tidak punya apapun lagi. Aku gelandangan."

"Ya Tuhan, apa itu hanya sebuah karangan? Karena aku baru saja mendengar tentang..." Giselle menahan bicaranya setelah mendapat pelototan tajam dariku. "Tidak ada." Tutupya cepat.

"Aku berani bersumpah. Demi Tuhan, hanya kalian yang bisa menolongku." Ia memohon.

Aku dan Giselle saling berpandangan. Mencoba berdiskusi melalui tatapan mata.

"Kalau itu kuserahkan pada Kay saja," putus Giselle kemudian. Arian kemudian menatapku meminta kepastian.

"Aku sudah membawamu kesini. Kau sudah tahu jawabanku," jawabku cuek. Ia tersenyum lebar sembari menghela napas lega.

"Lalu bagaimana dengan kamarnya? Aku tidak mungkin tidur sekamar dengannya karena James akan membunuhnya jika tahu. Jika kau tidak keberatan, kau mau berbagi kamar dengannya?" tanya Giselle sambil menatapku.

"Aku tidur disini saja. Di ruang tamu. Tidak apa-apa." timpal Arian cepat.

"Baiklah kalau itu maumu," ucapku sambil melangkah masuk ke kamarku.

***

Haaaiii...

Bagaimana pendapat kalian tentang kisah hidup kedua karakter utama ini?

Adakah yang ingin berada di posisi mereka?

Tapi tentu aja ini masih awal. Hehehe..

Silakan berikan komentar, vote, dan share cerita ini yaa..

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang