Kesalahan

51 2 5
                                    

Hari sudah pagi. Cahaya matahari tampak masuk dari celah-celah tirai kamarku.

Kamarku.

Aku masih belum terbiasa dengan kenyataan bahwa aku sekarang berada di rumah, menghabiskan malam dan beristirahat di kamarku sendiri. Aku merenggangkan tubuh. Tidak ada yang lebih baik dari ini. Aku lalu bangkit dan membersihkan diri. Selagi membasuh tubuhku, aku memikirkan banyak hal yang terjadi di hidupku, fakta-fakta mengejutkan yang aku terima akhir-akhir ini.

Pintu kamar diketuk sesaat setelah aku mengeringkan rambutku. Aku berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Giselle berdiri di sana.

"Sarapan sudah siap," ucapnya sambil tersenyum. Giselle terlihat lebih segar dibandingkan sebelumnya. Sejujurnya, fakta bahwa Giselle ternyata bukan orang asing yang kutemui secara tidak sengaja adalah yang paling mengejutkan. Aku juga mulai mengaitkan segala yang terjadi di sana dengan fakta itu, dan ternyata memang banyak yang berhubungan. Papa tidak pernah menghubungiku selama aku menetap di New York, pasti karena dia sudah memantau segalanya dari Giselle. Di hari ketika aku hampir diperkosa oleh Brian—hari paling duka untuk kami—Giselle datang bersama Arian dan beberapa pria berstelan jas rapi dan menyelamatkanku, dan ketika Giselle memutuskan untuk pulang dan meninggalkan Amerika, papa menelepon dan memintaku untuk pulang.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Giselle menghentikan semua pikiran-pikiran yang ada di kepalaku.

"Tidak penting," jawabku.

"Apakah kau masih butuh waktu untuk bersiap?" tanyanya lagi.

Aku tersenyum.

"Kau tahu kau terlihat aneh," ucapku.

"Menurutmu begitu?" tanyanya.

Aku mengangguk.

"Masuklah," ucapku sambil membuka pintu lebih lebar dan memersilakannya masuk. Giselle terlihat bimbang jadi aku menarik tangannya dan menyeretnya masuk.

"Ada apa denganmu? Kita sudah menghabiskan satu tahun tinggal di apartemen yang sama, tidak jarang kita berbagi kamar dan tempat tidur, kenapa sekarang kau terlihat canggung?" tanyaku sambil menyisir rambutku. Giselle duduk di sofa di sudut kamarku.

"Entahlah. Semuanya terasa berbeda di sini. Lagipula, statusmu lebih tinggi dariku," jawabnya.

Aku menatapnya tajam.

"Hey, apa maksudmu? Kau tahu aku sahabatmu dan aku sangat tidak peduli dengan hal-hal yang berhubungan dengan uang dan kekuasaan. Status? Yang benar saja. Kau tidak tampak seperti Giselle yang aku kenal biasanya."

"Maafkan aku, Kay.."

"Giselle, kumohon—"

Omonganku terputus karena aku tiba-tiba merasakan mual yang hebat. Aku melemparkan sisir sembarang lalu berlari menuju kamar mandi, dan muntah.

"Kau baik-baik saja, Kay?" tanya Giselle yang langsung mengikutiku ke kamar mandi.

"Entahlah. Mungkin aku kelelahan karena perjalanan kemarin?"

"Kalau begitu kau istirahat saja. Aku akan membawakan sarapan untukmu," ucap Giselle yang kemudian berjalan keluar.

Aneh. Aku tidak pernah merasa mual di pagi hari. Dan aku juga tidak pernah mengalami mabuk perjalanan selama hidupku. Apa karena pikiran-pikiran baru telah memasuki kepalaku sehingga aku menjadi sangat lelah? Entahlah.

Giselle masuk bersama pelayan yang membawa nampan berisi makanan. Dan ketika aku berpikir aku mungkin tidak berselera memakan apapun, yang kulakukan justru melahap semua makanan tanpa sisa. Giselle juga menatapku heran, tapi dia terlihat lega melihatku makan dengan lahap.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang