Kalau kamu berubah, apa aku juga harus ikut berubah?
•///•
Aku terdiam, tak napsu untuk menghabiskan makanan di depan ku. Aku hanya mengaduk-aduknya tidak jelas.
"Woy Nas, makanan tuh dimakan. Lo ngelamunin apaan sih?"
"Reynaldi Nicolla Payne" ucapku tanpa sadar.
"What lo ngelamuni dia?!" Sontak lamunanku buyar. Suara merdu alias merusak dunia ala Bianca memang luar biasa efeknya.
"Nas... Sejak kapan lo..."
Mereka kenapa?
Memangnya aku kenapa?
"Apaan sih? Malu-maluin tau gak? Noh diliatin" ucapku mengecilkan suara.
"Lagian lo ngelamun, dan siapa yang gak kaget kalo seorang Natasha bisa ngelamunin seorang cowok" aku hanya menautkan alisku tanda tak paham.
Memangnya Rara cenayang bisa tau aku ngelamunin Choco?
"Ck, Nas lo sakit? Tadi tuh pas gue tanya lo kenapa, lo ngejawab Rendi Nas, Rendi... Lo tuh sadar gak sih?" Jelas Bianca sambil membolak-balikan telapak tangannya yang berada di jidatku.
"Rendi itu siapa?"
Oke, aku memang tidak tau cogan-cogan di sekolah ini. Dan khususnya laki-laki bernama Rendi itu. Walaupun kedua perempuan dihadapanku ini sering membicarakannya, namun aku tidak pernah bertemu dengannya. Lagipula siapa dia hingga aku harus mengetahuinya?
Pertanyaanku ini membuat mereka kaget dan shock. Seolah-olah mereka berkata, 'lo selama ini kemana aja?'
"Bisa nggak kalian nggak usah lebay gitu?" Ucapku sembari memutar bola mataku.
"Cabe, lo diem biar gue yang jelasin siapa Rendi itu" ucap Rara cepat sebelum Bianca bicara. Sontak Bianca mendumel tidak jelas karena Rara.
"Nas, lo inget nggak pas kita telat terus ketemu pak Bembeng?"
"Pak Bambang Ra.. bukan pak Bembeng" koreksiku.
"Bodo amat, gua masih kesel sama si Bembeng. Pokoknya lo inget kagak?"
"Iya" ucapku disertai anggukan.
"Bukannya kita ketemu dia ya?"
"Nggak Ra, pas itu gue lagi benerin sepatu. Terus Lo langsung narik-narik gue buat ngeliat dia, eh taunya dia udah nggak ada" jelasku panjang lebar.
"Oh, gua inget Nas! Duh gue lupa kalo dia udah keburu pergi. Nas, apa separah itu lo gak tau dia?" Tanya Rara hati-hati yang ku jawab dengan mengangkat kedua bahu tanda 'tidak tau'
Rara dan Bianca saling berpandangan, aku yang merasa didepan mereka merasa terasingkan. Mereka seperti bertelepati dari hati ke hati.
"Nas, gue sama Rara gak bisa bantu lo untuk lebih lanjut—" ucap Bianca berhenti sejenak, menghembuskan nafasnya kasar.
"—Yang jelas si Rendi itu ada di kelas XI IPA 1" lanjutnya.
Mereka ini apaan sih?
Tapi... Aku juga penasaran siapa Rendi itu. IPA 1?
Dia unggulan toh. Pantas aku tak pernah melihatnya.
•••
Aku berjalan menuju kelas yang disebutkan Bianca tadi. Setelah berada di depan kelas itu, aku bingung harus berbuat apa.
Lagipula, kenapa kakiku membawaku kesini? Apa segitu ingin tahunya aku ya?
Sepertinya jiwa stalk ku muncul.
Aku menunduk, hingga..
"Lo ngapain disitu?"
Suara itu...
"Choco?!" Ucapku kaget.
Dia menengok kesana kemari, mungkin melihat apakah ada orang atau tidak. Lalu menggandeng—lebih tepatnya menarik— tanganku menjauhi kelasnya.
Kenapa aku baru tau kalo kita satu sekolah? Dan kenapa aku nggak pernah ngeliat kamu disekolah ini? batinku yang hanya bisa pasrah.
Dia membawaku ke rooftop yang belum pernah aku datangi sebelumnya. Angin sepoi-sepoi membuat rambut pendekku berterbangan. Aku terdiam, tak tau harus berbuat apa.
"Choco..."
"Kenapa lo bisa ada di depan kelas gue?"
"Aku—"
"Udah gue bilang jangan manggil gue dengan sebutan Choco"
"Terus aku mesti manggil kamu apa? Aku juga ke kelas kamu bukan buat manggil kamu kok, aku nyari cowok yang namanya Rendi. Rendi loh. Rendi! Puas?"
Aku kesal, sikap yang aku sukai dari dirinya telah hilang. Namun bukan berarti aku tidak mencintainya kan?
Dia menatapku dengan tatapan meremehkan. Jika bukan di sekolah, mungkin aku sudah membungkusnya dan membawanya ke jurang.
Eh jangan ke jurang, bawa pulang aja buat dijadiin pajangan. Kan lucu.
"Kenalin, nama gue Reynaldi Nicolla Payne. Suka dipanggil Rendi sama orang-orang. Inget itu, Natasha" ucapnya dengan nada penekanan di bagian Rendi.
Raut wajahku langsung menegang seketika, aku langsung menunduk dan merutuki nasibku sekarang.
Niatnya nyari Rendi eh malah ketemu doi yang ternyata si Rendi-Rendi itu, malu banget sumpahhh batinku.
Baru saja dia ingin berjalan menjauh, aku meraih tangannya.
Hm, udah kayak di ftv-ftv yang biasanya Raka tonton.
"Kenapa aku gak pernah liat kamu di sekolah?" Tanyaku memberanikan diri.
"Karena lo terlalu sibuk sama dunia lo sendiri tanpa memperhatikan sekitar"
Sabar Reanna, ini ujian. Lagipula Tuhan selalu memberikan ujian kepada hamba-hambaNya bukan?
Dia berjalan menjauhiku. Aku langsung mengumpulkan keberanianku, lalu...
"Rey..." Panggilku membuat laki-laki itu menengok.
Dia menghentikan langkahnya, "lo..." Ucapnya berbalik menghadapku dengan wajah yang sulit diartikan.
"Aku nggak dibolehin manggil kamu Choco, dan" lirihku lalu menunduk.
Tahan Nana, jangan nangis.
Semangat!
Kamu bisa ta—
Aku gagal, air mataku lolos begitu saja, membuat emosiku tak terkendali dalam sekejap. Aku menangis, dengan suara yang menurutku memalukan. Aku harap dia sudah pergi dari tempat ini. Namun nyatanya aku salah.
Aku mendengar suara langkah kakinya yang berjalan menuju arahku. Itu dia. Aku tak berkutik namun air mataku tetap saja nekat untuk keluar dari mataku.
Dia menarik tubuhku kedalam dekapannya, seraya berkata, "cengeng"
Bukannya berhenti menangis aku malah semakin larut dalam kesedihan.
Kenapa dia tak pergi saja dari hadapanku? Kembalinya tanpa hati malah membuatku semakin sakit.
"Kenapa kita nggak pernah ketemu? Padahal kan satu sekolah!" Gerutuku yang masih dalam pelukannya.
Dia melepas pelukan itu, lalu membisikkan kalimat sebelum akhirnya pergi.
"Makanya kalo sekolah yang niat, jangan terlambat mulu"
Seketika aku langsung speechless ditempat.
Dia,
apa dia cenayang?!
***
Keep vomment!!!
Salam,
dhaf

KAMU SEDANG MEMBACA
CHOCO BANANAS
Teen FictionKatanya, kebetulan adalah takdir yang disamarkan. Tapi bagiku, bertemu denganmu adalah takdir yang nyata. . Ceritaku dengan banyak drama! Namun, aku bahagia bertemu dengan mereka. Orang-orang yang tak pernah aku nanti sebelumnya dan tak pernah ku ha...