10. Failed

6 5 0
                                    

Selimut yang membungkus tubuhku ditarik paksa oleh seseorang. Aku yang setengah sadar refleks menarik kembali selimut itu, membuat selimut itu membungkus tubuhku kembali.

"Astagfirullah, Reanna... Bangun kebo..."

Seperkian detik tubuhku langsung dia gulingkan sehingga mendarat keras di lantai. Membuatku memekik saat itu juga.

"Aw, sakit..." Lirihku sambil mengusap-usap punggungku, lalu menatap sang pemilik wajah watados.

"Ih abang, lo punya perasaan kagak si? Sakit nih" protes ku yang sudah sangat sadar.

"Apa peduli gua hah?"

Ya Lord...

Gue aduin emak baru tau rasa lo bang!

"Lagian Lo tuh kebo banget tau nggak? Udah tau mau otw, tapi malah masih molor"

Ha?

"Apaan? Otw?"

Bang Deon berdecak, Gemas dengan respon yang kuberikan—ralat, lebih tepatnya greget.

"Cowok, katanya kalian mau ke toko buku."

Seketika mataku melebar. Mulutku tak bersuara sedikitpun. Tapi hatiku langsung berlomba lari maraton.

Seketika itu juga aku langsung berlarian ke kamar mandi. Tanpa mempedulikan bang Deon yang masih diam ditempat, seperti merasa aneh dengan respon yang aku berikan.

Well, lo udah buat kesalahan yang fatal Natasha.

***

"Rey..." panggilku yang kini mendekatinya sedang melihat buku-buku olimpiade mtk. Dia tidak menengok atau pun berucap, hanya berdehem tanpa merespon.

Dan untuk kesekian kalinya ternyata aku salah, dia bukan seseorang yang ku kenal di masa lampau.

Reynaldi yang aku kenal bukan lah seseorang yang suka membaca buku pelajaran, apalagi jika menyangkut matematika.

Tanpa aba-aba aku langsung mendekatinya dengan membawa dua novel. Tak lupa dengan senyuman khas seorang Natasha.

"Menurut kamu buku yang harus aku beli yang mana?" tanyaku yang membuatnya menengok. Lantas dia membaca kedua judul novel yang aku pegang.

Dia terdiam sesaat, kemudian menatapku dengan pandangan sulit diartikan. "Mending lo beli buku buat olim nanti. Itu lebih berguna daripada novel-novel ngga jelas kayak gini"

Ha?

Aku terdiam, menurunkan kedua tanganku yang tadinya menunjukkan kedua novel itu. Kemudian menunduk dan berbalik. Tanpa aba-aba langsung meninggalkannya dan kembali ke tempat jejeran novel-novel.

Dia pikir, hanya buku-buku pelajaran yang berguna?

Dia pikir, hanya buku-buku pelajaran yang bisa menuntun seseorang untuk menjadi sempurna?

Apa yang selama ini aku lakukan?

Apa dia berpikir aku hanya menghabiskan waktu ku untuk hal-hal yang tidak berguna?!

Sial.

Aku menaruh novel itu secara asal dan keluar dari toko buku itu tanpa sepatah kata. Meninggalkan seseorang yang membuat mood ku hancur.

BODO AMAT GUE LAGI KESEL.

Reynaldi yang sekarang cukup membuat batinku lelah dalam seperkian detik.

Aku terdiam di bangku taman, memperhatikan orang lain yang berlalu lalang lewat.

Ada dua orang, laki-laki dan peremuan yang saling berbagi tawa. Ada pula satu keluarga yang tampak bahagia. Padahal, aku tahu mereka hanya pintar menyimpan duka.

Dulu, aku pernah di posisi mereka. Tapi sekarang lihatlah diriku. Hanya sesosok yang diam dan memperhatikan tanpa berkata apa-apa.

"NATASHA"

Panggilan itu membuat lamunan ku  buyar seketika. Kemudian menengok ke arah sumber suara.

Dia berjalan menghampiriku. Aku terdiam. Ya, diam sembari memperhatikan. Memang sudah biasanya seperti itu.

"Lo kenapa pergi?"

Aku masih diam. Mataku tak luput dari pandangannya. Dia pun juga tak mengucapkan sepatah kata lagi. Hingga dia memutuskan kontak mata denganku dan menghembuskan mafasnya kasar.

Yaudahlah ya.

"Gue tanya, kenapa tadi pergi?"

Aku masih diam.

"Lo gagu ya? Gue tanya itu jawab!"

Aku yang tadinya hanya diam seprti mendapatkan sengatan listrik secara mendadak.

Ingin menjawab namun mulut tak mampu.

Tau tidak? Bahkan untuk mengumpat saja mulutku terasa keluh.

GUE PERGI SEBENTAR AJA LO NGEBENTAK.

GIMANA LO YANG UDAH TIGA TAHUN ?

TAU GAK LO? REAKSI GUE BEDA BANGET SAMA LO YANG SEKARANG?

Well, disini gua lemah banget.

Aku hanya menunduk, tanpa mau tau reaksi wajahnya seperti apa.

"Ck, lain kali pergi sendiri aja ngga usah manja"

Ha.

Semanja itu kah? Semenyedihkan itu kah aku dimata kamu?

HA HA HA

Tanpa sadar dia sudah pergi, benar-benar pergi. Meninggalkan ku untuk kesekian kalinya tanpa pamit.

Aku mencari nomor kontak yang selalu bisa diandalkan disaat seperti ini. Ya, disaat aku butuh seseorang sebagai penolong.

"Bang, Ke toko buku yang biasa gue datengin. Gua butuh"

"..."

"Sekarang," ucapanku terputus, sibuk memikirkan hal apa yang akan terjadi.

"atau ngga sama sekali" lanjutku sambil menutup telfon itu.

Mataku memanas memgingat kejadian tadi. Tak bisa dipungkiri bahwa aku tidak bisa menahannya.

Kau menangisi,
Karena kau mencintai.

Seperti itu lah sendu, namun bisakah tangisan itu jadi saksi? Bahwa aku ingin kembali, ke masa dimana tak terjadi seperti ini.

Tidak apa apa, semuanya akan baik baik saja. Jika tidak sanggup berlari, aku masih kuat untuk berjalan. Seharusnya tidak akan sesakit ini. Tapi...

"Siapa yang udah buat lo begini?"

Suara itu... Suara tegas dan penuh tekanan di tiap katanya. Namun tersirat kekhawatiran.

Aku hanya menggelengkan kepala tanda 'tidak apa apa'. Kemudian menghapus air mata yang membasahi di pipi dengan kedua telapak tangan.

"Ayo pulang"

Ya, aku seharusnya berada di tempat yang sudah ada.

Aku seharusnya tau dimana posisiku sekarang.

Aku seharusnya tidak memaksakan kehendak seperti ini.

Tapi, bolehkah aku berjuang jika takdir saja tidak menginginkannya?

Bolehkan aku berjuang meski pada akhirnya,

Semua itu sia-sia?

***

Keep Vomment!

Salam,

dhaf

CHOCO BANANASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang