12. (b) end

3.6K 463 314
                                    


Minggu paginya hadir dengan luar biasa menyenangkan. Jika ada frasa lain bisa mewakili apa yang tengah dirasa sekarang, Taehyung tak akan segan menyematkan.

Menyambut pagi dengan suara manis Jimin dari seberang sambungan telepon, permohonan restu dan izin yang lancar serta mendapat dukungan dari sang ayah, pelengkap harinya ialah pesan singkat dari nomor asing yang memberitahukan jika laporannya sudah terjilid rapi dan bisa diambil.

"Tae-hyung, mau kemana?" Taemin menghampirinya yang tengah menyimpulkan tali sepatu di sofa ruang keluarga. Taehyung mengelus puncak kepala adiknya, membuat bungsu Kim merengut tidak suka.

"Kampus sebentar, Taemin-ah. Mau ikut? Atau titip sesuatu?" Sang adik memberi gestur hormat militer lantas berlalu meninggalkannya dengan tergesa, Taehyung tergelak melihat tingkah Taemin yang ada-ada saja. Adiknya memang senang jika ada kesempatan untuk mengikuti kemana sang kakak pergi. Matanya yang bulat besar akan berbinar melihat ke sana-kemari, tipikal khas anak-anak dengan semangat menggebu.

"Nanti beli tuktuktuk ya, Hyung?" Sang adik datang dengan jaket kulit pas badan, kacamata hitam, dan kunciran yang mengangkat poni dari dahinya. Rahang Taehyung mengetat menahan tawa, ini pasti ulah ibunda. Sejujurnya dia gemas pada adiknya, tapi haram diucapkan.

"Ganteng sekali, Taemin-ah." Kepalan tangan Taehyung sodorkan, dibalas Taemin yang mengetukkan tangan mungilnya sambil memasang wajah sombong yang imut.

Motor matic besar milik sang ayah jadi pilihan, Taehyung tidak ingin Taemin kesusahan dan tak nyaman jika menggunakan motornya yang punya jok belakang tinggi. Semilir angin musim semi menabrak mereka seiring perjalanan. Area parkir kampus dijadikan pilihan, Taehyung menepuk puncak kepala adiknya yang baru saja menggantung helm pada spion.

"Kuncirnya tidak mau dilepas?" Mereka berjalan sambil bergandengan ke jalan utama kampus, hendak menuju penjilidan di seberang. Kim Taemin membersit hidung lalu menaikkan kacamata ke kepala, tertahan oleh ikatan rambutnya.

"No, kata Eomma biar lebih macho." Berhubung adiknya lucu berpenampilan begitu, Taehyung mengiyakan saja. Dua rangkap laporan bersampul kokoh hijau tua ditebus dengan tanda terima yang sudah dibubuhi cap "lunas" sebelumnya. Dia melirik sang adik yang menduduki kursi berkaki tinggi, tengah asyik memandangi jasa penjilidan merangkap fotokopi.

Suara risleting tas yang dibuka menarik perhatian Taemin kembali. "Hyung, beli Thai tea ya?" Tepat sesuai dugaan. Setiap ada kesempatan, adiknya pasti meminta minuman kesukaan. Tubuh kecilnya melesat setelah Taehyung membalas dengan anggukan, Taemin sudah hapal arah menuju tempat tujuannya. Bocah itu memimpin jalan sang kakak.

Entah karena terlalu suka, atau saking sukanya, Kim Taemin selalu menyesap Thai tea favoritnya begitu ribut di awal. Suara sedotannya yang berisik menarik perhatian dari pelanggan di meja sebelah, dua orang perempuan muda yang segera memerhatikan Taemin dan sang kakak. Mereka tengah berada di kedai chicken wings langganan Taehyung, tepat di sebelah kios favorit adiknya.

Setelah likuid di gelasnya berkurang seperempat bagian, Taemin baru melepaskan gelasnya. Dia mengambil sehelai tisu yang tersedia, melipatnya menjadi lebih kecil lalu ditaruh mengalasi gelas plastik dari meja; mengimitasi Taehyung yang sudah lebih dulu melakukan, membuat dua noona di sebelah memekik gemas. Dia melirik takut-takut pada sang kakak, biasanya Tae-hyung akan marah jika ia tidak segera makan tapi kini rupanya tengah asik berbalas pesan.

Tidak suka diabaikan, Taemin menendang kaki Hyung-nya di bawah meja. Sang kakak hanya mengernyit sebentar, memandangnya, kemudian kembali mengetik pada ponsel. "Taemin-ah, pacar Hyung mau kenalan." Dia mendelik pada sang kakak, mentang-mentang sudah besar saja, pacaran. Tapi ibunda memang membolehkannya juga, sih, jika sudah besar. Taemin hanya mengangguk saja karena sudah lapar.

coffee? [VMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang