Chapter 2

54 8 0
                                    

"Satu hal yang harus lo ingat, gue bakal buat lo jawab semua pertanyaan gue. Suatu hari nanti,"
____________________________________

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Danang dan Ira bermusuhan. Selalu saja bertengkar, dan kemarin adalah satu-satunya hari sekolah mereka tidak bertengkar.

Ira yang baru saja sampai dikelas, langsung berteriak dari pintu kelas. "Good morning semuanya!" Teriaknya.

Baru sedikit siswa kelas XI IPS 2 yang datang sehingga Ira berani berteriak seperti itu tanpa rasa malu. Baru akan berjalan masuk, suara dari pojok kanan kelas membuat emosi Ira tersulut. "Berisik aja lo gendut!" Danang yang sedang menyalin PR berteriak sewot.

Ira langsung naik pitam karena kata 'gendut' yang dikeluarkan Danang. "Gendut? Eh bibir jangan sembarangan ya lo." Ira selalu memanggil cowok itu 'bibir' karena bibir Danang sedikit tebal.

"Pagi-pagi udah rame, biasa ngerumpi sama ibu-ibu komplek ya lo." Sahut Danang masih sibuk menyalin PR.

"Diem lo manusia serba gede. Urusin tuh bibir!"

"Yee.. urusin tuh badan. Gendut!" Padahal Ira tidak gendut. Tapi Danang selalu tahu, kelemahan perempuan adalah kalimat sensitif yang satu itu.

Ira memilih menduduki bangku nya dan mulai menempel pada Galila, demi mendapat contekan PR Fisika. "La, Fisika gue nyontek dong,"

"Buku gue sama Echa, Ra. Nanti juga bentar lagi dia dateng," Galila lalu mengedarkan pandangan nya menuju jendela. Mencari keberadaan Genta yang berjanji akan datang ke kelasnya pagi ini.

"Nyari Genta pasti," Ira menyahut seolah tahu apa yang cewek itu cari.

"Of course! Lo selalu benar," jawab Galila lalu fokus pada ponsel ditangannya.

Saat Galila fokus pada ponselnya, seorang cowok masuk ke kelasnya. Bukan, bukan Genta seperti yang Galila cari. Tapi Nanta yang datang dengan semangkuk bubur ditangan nya.

Ira menatap itu semua dengan nyaris tidak percaya. Sampai akhirnya Nanta berjalan kearah mereka, lebih tepatnya kearah cewek disebelahnya. "La, tuh.." Ira menepuk tangan Galila dan menunjuk Nanta dengan dagu.

"Siapa? Gen-"

Pertanyaan nya menggantung di udara begitu menyadari Nanta berdiri tepat disamping mejanya. Setelah meletakkan mangkuk bubur dimeja, cowok itu menatap Galila lembut. "Gue bawain lo bubur, dimakan ya." Ujar Nanta sambil menggaruk tengkuknya gugup.

"Nanta! Pagi-pagi udah gangguin cewek orang," teriak Danang dari bangku nya kearah Nanta.

Ira bangkit berdiri dan keluar melompati meja, karena ia berada di pojok. "Bibir sirik aja lo," Ira melirik sinis kearah Danang.

"Yee.. gendut. Biasa kalo jomblo langsung sadar, ada cowok sama cewek, yang jomblo langsung kabur." Danang terbahak melihat ekspresi Ira yang merasa ucapan Danang adalah fakta.

Galila menatap Nanta datar. Mendorong mangkuk itu sedikit menjauhinya. "Buat lo aja. Lo belom sarapan kan," ia mencoba menolak secara halus, karena bingung harus menggunakan cara kasar atau halus. Sepertinya akan sangat keterlaluan kalau cewek itu malah bersikap kasar.

"Justru, karena gue udah sarapan makanya gue beliin buat lo."

Galila tetap memasang wajah datarnya. Dia tidak mau lagi bicara. Rasanya akan sangat percuma. Maka itu ia hanya diam dan melirik kearah ponsel nya lagi, mencoba tidak memperdulikan cowok disampingnya.

"Pokoknya apapun alasan nya, lo harus tetap makan bubur ini." Ucap Nanta tatapannya tidak beralih dari cewek yang malah sibuk memainkan ponselnya. "Satu hal yang harus lo ingat, gue bakal buat lo jawab semua pertanyaan gue. Suatu hari nanti," cowok itu langsung pergi tanpa mengucapkan apapun lagi.

GalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang