Chapter 6

39 3 0
                                    

"Gue seneng liat lo bahagia."
____________________________________

Setibanya didepan rumah, Galila langsung mengambil kunci rumah yang memang dipegang oleh setiap orang di rumahnya. Masing-masing orang tuanya memegang satu buah kunci, begitupun ia dan Rachel.

Galila langsung melemparkan tas sekolah nya keatas sofa, ia segera bergegas menuju dapur untuk membuat jus mangga kesukaannya. Tepat saat akan menginjak lantai dapur, pandangannya tertuju pada sebuah map coklat di atas nakas samping dapur. Ia segera mengambilnya.

Ternyata isinya surat keterangan dari rumah sakit. Nama pasien yang tertera disana adalah nama Mama nya, lengkap dengan tanggal lahir. Di bagian bawah ada vonis dokter tentang kondisi kesehatan Mama. Disana tertulis,

Pasien mengidap, Leukemia Limfosit Akut

Tangannya bergetar, kertas beserta map tadi langsung terjatuh begitu saja. Galila menutup mulutnya yang mulai mengeluarkan isakan, bagaimana bisa? Pikirnya

Galila menyenderkan punggungnya ditembok, merasa pusing menyerangnya tiba-tiba. Tujuannya saat ini bukan lagi dapur untuk membuat minuman tetapi ponsel. Untuk segera menanyakan kebenaran dari surat keterangan yang dibacanya tadi.

Jemari tangannya bergerak mencari nomor telepon Mama. Dengan cepat ia menekan tombol hijau di layar. Beberapa detik kemudian panggilannya terjawab. "Halo, Ma" suaranya bergetar.

"Iya sayang, ko telepon? Memangnya di sekolah boleh main handphone?"

Air mata nya terus mengalir. Tangannya bahkan bergetar sekedar untuk memegang benda pipih yang menempel ditelinganya. "Aku mau bilang, pulang sekolah nanti aku ke rumah sakit." Ujarnya.

Galila tahu Mama tidak ingin dirinya tahu tentang kondisi kesehatannya. Mungkin Rachel sudah mengetahui hal ini, mungkin Papa juga sudah. Tapi mereka sengaja merahasiakan hal ini, karena tidak ingin seseorang yang tidak penting seperti dirinya mengetahui hal ini.

"Gak usah sayang, kamu pasti capek pulang sekolah harus kesini. Kamu istirahat saja dirumah ya,"

Mama bahkan tidak ingin dirinya hadir sekedar untuk menemani nya berbicara. Tanpa sadar Galila meremas rok abu-abu yang dipakainya. Ia membenci dirinya sendiri. "Ya.. " sekuat tenaga ia menyembunyikan suara nya yang mulai tak terkendali.

Walaupun tadi Mama menyebut kata 'sayang' untuknya, tetapi nada bicara Mama terdengar datar dan ketus. Galila tidak ingin dibenci Mama. Ia tidak ingin menjadi anak yang di benci oleh Mama.

"Mama tutup ya,"

Panggilan terputus begitu saja. Bahkan sebelum ia menjawab. Kakinya lemas sekali, ia langsung jatuh terduduk di atas sofa. Menangis sejadi-jadinya, menangisi kebodohannya. Seandainya ia sepintar Rachel. Mungkin Mama dan Papa akan selalu menjadikan nya prioritas. Nyatanya ia tidak seperti itu.

Kenyataannya adalah, Mama dan Papa begitu membencinya

***

anandgenta : Sklh udah pulang, katanya mau kabarin

Galila langsung membuka pesan via LINE itu. Pesan dari Genta. Dengan cepat ia langsung mengetik di kolom balasan

GalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang