Chapter 10

30 4 0
                                    

"Kalo lo cuma bisa rebut kebahagiaan orang lain, sampai kapanpun lo gak bakalan pernah benar-benar bahagia."
____________________________________

Galila mengintip dari jendela kamar rawat inap Mama nya. Perempuan yang sudah menginjak umur empat puluhan itu terbaring dengan tangan terpasang infus. Galila menghela nafas panjang saat melihat Rachel tengah memainkan ponselnya diatas sofa.

Sebenarnya tidak masalah jika ia masuk kedalam hanya saja ia sedang tidak ingin berdebat dengan Rachel. Tapi ia bingung memutuskan untuk masuk atau tidak. Jadilah ia memilih untuk menyuruh seorang suster yang kebetulan lewat untuk mengantarkan buah yang dibawanya ke kamar rawat Mama nya.

Setelah selesai berbicara dengan suster itu ia langsung berjalan menuju parkiran untuk mengambil mobil yang dibawanya. Sengaja ia meminjam mobil milik Papa untuk datang kerumah sakit.

Ditengah perjalanan menuju rumahnya, ia melihat mobil putih yang terparkir didekat cafe yang dilalui nya. Tidak jauh dari sana ada sosok yang sangat amat dikenalinya. Genta. Cowok itu bersama perempuan yang pagi tadi menyuruhnya menjauhi Genta. Seketika pegangan tangannya pada kemudi mobil berubah menjadi cengkraman.

Tanpa berfikir panjang. Galila melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Meninggalkan asap hitam yang sangat tebal. Ia juga sempat mendengar umpatan kekesalan beberapa orang dibelakang tadi, suara Alena pun sempat terdengar.

Galila tidak memperdulikan ucapan siapapun. Fokusnya hanya satu, pergi sejauh mungkin dari tempat tadi. Air mata perlahan mulai memenuhi kelopak matanya. Cewek itu bahkan sudah mulai terisak.

Pandangannya pada jalanan didepan sedikit memburam, secepat mungkin ia langsung menutup matanya sebentar agar air mata yang menggenang itu segera turun.

Siapapun perempuan bernama Alena itu, apapun hubungannya dengan Genta. Galila merasa sesuatu yang cukup tidak mengenakan akan terjadi padanya.

***

Pagi hari ini sekolahnya dibuat ramai dengan berita kedatangan murid baru dari luar negeri. Kebanyakan para cowok disekolahnya yang membicarakan berita tersebut. Berita yang dibocorkan oleh salah satu anak organisasi.

"Anak barunya cewek kan, Cha?" Tanya Ira yang sedang duduk disebelahnya.

Echa mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu. Galila memilih menyimak pembicaraan teman-teman sekelas yang sedang membicarakan berita tersebut. Murid baru pindahan dari luar negeri yang katanya cukup cantik.

Echa yang mempunyai beberapa teman di organisasi sekolahnya cukup banyak mengetahui berita tersebut. Ira sedari tadi terus-menerus mendesak Echa dengan berbagai pertanyaan.

"Pindah ke kelas mana dia?" Pertanyaan Ira yang ke sekian kalinya.

"Ya gak tau, Ra. Pokonya satu kelas 30 orang, kelas kita baru 29 orang. Kelas kita masih punya kemungkinan ditempatin murid baru itu," jelas Echa yang mulai kesal dengan berbagai pertanyaan Ira.

"Gue justru gak mau kalo kelas kita di masukin anak baru," suara Ira yang lumayan keras berhasil ditangkap oleh kumpulan penyamun di pojok kelas. Anak laki-laki dikelasnya memang begitu berharap bisa satu kelas dengan murid baru yang katanya bakalan cantik itu.

"Kalo gak mau sekelas sama anak baru yaudah lo aja yang get aut," sahut Danang menggebu-gebu.

"Eh bibir gak usah sewot dong!" Balas Ira tidak terima.

GalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang