Chapter 5

31 5 0
                                    

"Definisi bahagia ku adalah aku dan kamu, tanpa dia."
____________________________________

Galila menutup pintu rumahnya perlahan. Gelap sudah menyelimuti langit, jam menunjukan pukul setengah sebelas malam. Dan Galila masih memakai seragam sekolahnya, lengkap dengan ransel dipunggung nya. Ia tidak mau Mama atau Papa menyadari kepulangan nya, ia sedang tidak ingin berkomunikasi dengan orang tuanya. Langkahnya bergerak menaiki tangga menuju kamarnya. Bertepatan dengan langkahnya di anak tangga kedua, berdiri seorang perempuan yang amat sangat dikenalnya, Rachel.

"Jadi begitu kelakuan lo saat gue gak ada dirumah?," Rachel melipat kedua tangannya di dada.

Galila berdecak sebal. Ia mendongak untuk melihat kakaknya yang berdiri di tangga paling atas. "Oh, lo udah pulang? Udah ketemu Mama sama Papa?," Galila kembali meneruskan langkahnya menaiki tangga. Begitu ia melewati Rachel, kakaknya mencengkram erat pergelangan tangannya.

"Gue tanya sama lo, jadi begitu kelakuan lo selama gue gak ada dirumah?! Iya?!" Suara Rachel meninggi, ia mendorong kasar bahu adik semata wayang nya itu.

Galila menepis tangan Rachel yang mencengkram pergelangan tangannya. "Lo itu apa-apaan sih?!" Galila balas membentak.

"Pulang sekolah lo kemana dulu? Jam segini lo baru pulang! Lo mau jadi apa?!" Rachel membiarkan Galila yang bergerak meninggalkan nya.

Galila mengehentikan langkahnya. "Lo sendiri mau jadi apa? Pergi dari rumah gak pamit, gak pulang lebih dari satu minggu. Lo dimana?! Lo lebih mengecewakan Mama sama Papa," Galila mengusap pipinya begitu air matanya jatuh mengalir.

"Ila! Gue pergi dari rumah karena gue capek dengar mereka bertengkar terus setiap hari-"

"Kalo begitu gue juga sama!"

Galila melangkah ke arah pintu kamarnya. Membanting pintunya sekuat tenaga. Ia mulai menangis sejadi-jadinya, jatuh terduduk di belakang pintu.

***

Pagi harinya ia bangun lebih siang, biasanya walaupun hari Minggu Galila akan tetap bangun pagi. Tapi hari ini ia malas sekali, acara sarapan pagi yang hanya akan berisi perdebatan hanya karena alasan sederhana.

Ia menguap lebar sambil menutup kembali matanya, ponsel yang ia letakkan di atas nakas berdering nyaring. Ia membuka matanya dan mulai mencari ponsel miliknya. Nama Genta yang tertera disana, dengan segera ia menekan tombol hijau di layar.

"Halo," sahutnya masih malas-malasan

"Aku ganggu ya?"

Matanya langsung melebar, ia bangkit duduk sambil mengusap wajahnya pelan. "Gak kok, ada apa?"

"Tumben bangun siang. Kenapa?"

"Gak papa. Lagi pengin aja," ia menguap lalu memilih memasang mode speaker dan menjatuhkan tubuhnya keatas kasur. Perlahan matanya kembali tertutup.

"Ada masalah?"

"Hal pribadi. Gak perlu dibahas," terkadang Galila merasa kesal juga jika privasi nya di campuri. Ini hal pribadi, mau sedekat apapun ia dengan Genta, ia tidak suka jika hal pribadinya dicampuri.

"Hari ini ada bazar buku di Taman Merdeka. Acaranya cuma sampai jam 11 siang,". Jeda cowok itu. "Yakin gak mau datang?" Lanjutnya.

GalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang