Chapter 7

35 6 0
                                    

"Masa lalu bukan alesan lo buat membenci masa depan,"
____________________________________

Malam ini langit benar-benar di penuhi bintang. Galila berdiri di balkon rumahnya sambil menatap langit. Ia tidak keluar kamar sejak kejadian tadi siang, Papa berulang kali mengetuk pintu kamarnya menyuruh ia untuk makan malam. Tetapi, Galila tidak memperdulikannya.

Ponsel yang diletakkan di atas meja belajarnya berdering nyaring. Dengan segera ia mengambil ponsel itu, tertera nama Genta di layar ponselnya. Langsung saja ia menekan tombol hijau di layar ponsel miliknya

"Halo," Galila merebahkan tubuhnya diatas kasur kamarnya.

"Halo. Kamu baik-baik aja?"

Galila selalu merasa hangat setiap kali Genta memberikannya perhatian. Galila mengambil tiga buah bingkai foto yang sudah tidak lagi memiliki kaca di bagian depan. Kaca pada bingkai itu sudah hancur, dan ia baru saja merapikan semua pecahan kaca itu.

Jemarinya bergerak mengusap setiap wajah pada foto itu. Seandainya kehangatan pada foto di genggaman tangannya itu akan selalu ada, hidupnya tentu saja akan selalu bahagia.

"Kok gak jawab? Kamu gak apa-apa kan?"

Galila bahkan melupakan sambungan telepon yang masih terhubung. Ia terkekeh pelan dan menaruh bingkai kaca itu kesampingnya. "Iya, gak apa-apa. Kenapa telfon?" Jawabnya.

"Kan tadi siang udah aku bilang mau telfon kamu malam ini."

Ia menepuk keningnya pelan. Lupa. "Oh ya.. lupa." Galila mengambil bantal disampingnya lalu memeluk bantal itu. Meskipun sudah berpacaran selama setahun lebih, Galila tetap saja akan merasa salah tingkah jika di telfon malam-malam begini.

"Tante Lia udah pulang dari rumah sakit?"

"Belum. Kemungkinan masih dirawat sampai lima hari kedepan," Galila meremas ujung bantal di pelukannya.

"Memangnya.. kalau aku boleh tahu, Tante Lia sakit apa?"

Galila bingung harus menjawab apa. Ia bangun dari posisi tidurannya. "Kecapekan. Mama cuma kecapekan sama kurang istirahat," jawabnya ragu-ragu.

"Sampai harus dirawat selama itu?"

Pasti. Genta pasti akan bertanya seperti itu. Mana mungkin hanya karena kecapekan seperti yang diucapkannya Mama harus di rawat selama itu dirumah sakit. Ia pun sebenarnya tidak tahu Mama sakit apa, tetapi surat keterangan dokter yang dibacanya tadi siang menjelaskan semuanya. Tidak mungkin ia mengatakan hal ini pada Genta. Genta orang luar, ia tidak berhak tahu masalah pribadinya.

"Iya. Biar sembuh benar," jawabnya. Ia sendiri tidak yakin dengan jawabannya.

"Yaudah, aku cuma mau tanya itu. Aku tutup ya,"

"Ya, sampai ketemu besok di sekolah. Bye,"

"Bye,"

Sambungan telepon terputus. Galila menghela napas panjang, ia menaruh ponsel miliknya diatas kasur. Ia mengambil tiga bingkai foto diatas kasurnya, ia berniat memasang kembali bingkai itu di dinding kamarnya. Tetapi satu paku yang tergantung di dinding tidak ada, mungkin terlepas ketika ia menarik paksa bingkai itu tadi siang.

GalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang