Chapter 4

52 6 0
                                    

"Kalo gue sayang elo, itu salah?"
____________________________________

Setelah berbicara pada Genta akhirnya cowok itu setuju untuk mengajarinya basket. Ia sama sekali tidak menceritakan alasan pipinya membiru, ia tidak ingin membuat cowok itu semakin khawatir. Toh ini semua salahnya.

Semasa SMP dulu Galila selalu diperlakukan seperti tadi, ditampar dan dicaci sudah sering ia terima. Tapi semenjak memasuki tahun SMA, ia tidak pernah lagi mengalami itu wajar jika ia sangat terkejut ketika mengalami kejadian itu lagi. Perlahan air mata mengalir di pipinya. Ia sebenarnya ingin melawan, tapi ia sendiri takut untuk melakukannya.


Tangannya bergerak mengambil ponsel di sampingnya. Melihat LINE yang tidak berisi pesan dari Genta. Tepat saat akan menutup aplikasi itu notif muncul di ponselnya.

anandgenta : Belom tidur?

galilandiraa_ : Belum

anandgenta : Udah makan?

galilandiraa_ : Udah. Tapi pengin ngemil 😄

anandgenta : Mau dibeliin apa?

galilandiraa_ : Emang mau beliin?

anandgenta : Biasanya kan aku yang beliin. Mau apa Ndut?

galilandiraa_ : 😝 Mau cilok telor

anandgenta : Otw 🚗

Senyum diwajahnya langsung mengembang membaca sebaris kalimat itu. Ia meletakkan ponselnya di meja belajar. Langkahnya menuju teras kamar berdiri di sana dengan senyum yang mengembang.

***

Sesudah habis memakan cilok telor bawaan Genta, ia berjalan turun menuju dapur untuk mengambil air minum. Tangannya bergerak menyalakan lampu dapur. Kakinya baru saja menginjak lantai dapur, begitu teriakan Mamanya terdengar olehnya.

"Ini semua salah kamu! Kamu selalu saja maksa dia lakukan yang kamu mau. Dia harus pintar supaya bisa sukses kaya saya!" Galila langsung mengurungkan niatnya untuk memasuki dapur. Ia berjalan menuju pintu kamar utama yang terletak disamping tangga--kamar orangtuanya.

Cahaya lampu yang menerangi kamar itu membuatnya langsung mengintip dari celah pintu untuk melihat apa lagi yang orangtuanya debatkan kali ini. "Kamu pikir remaja sepertinya tidak butuh hiburan? Justru karena kamu selalu memaksa dia untuk selalu belajar dan tidak membiarkan dia melakukan hobinya sendiri! Kamu membuatnya tertekan dengan segala permintaan kamu supaya dia bisa mengikuti jejak kamu sebagai dokter, harusnya kamu biarkan saja dia mengejar cita-cita nya sendiri!" Papanya terlihat sangat kelelahan, ia mengusap wajahnya dengan kasar.

"Saya cuma mau dia terjamin masa depan nya! Jadi dokter itu profesi yang menjamin keuangan," teriakan Mama langsung menyahut. "Intinya, kalau sampai Rachel nggak pulang besok, saya mau kita cerai saja!"

Deg

Jantung nya seperti berhenti berdetak begitu mendengar teriakan Mamanya. Cerai? Satu kata yang membuatnya langsung terdiam. Ia tidak mau orangtuanya bercerai. Tanpa ia sadari air matanya turun melewati pipinya beberapa detik setelah teriakan itu.

GalilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang