When You ( Part 2 )

4 0 0
                                    


When You (Part 2)

Setibaku di rumah sakit Adinda langsung diarahkan ke ruangan Instalasi gawat darurat/IGD. Aku panik, aku tidak tau harus bagaimana, aku mencoba menghubungi sahabatku bagas, tetapi tidak ada respon, tidak tau mengapa aku merasa takut. setelah beberapa menit perawatan, terlihat di jendela pintu Adinda masih dipakaikan dengan peralatan medis, tidak ada seorangpun yang menemaniku di rumah sakit. Lalu aku berfikir, aku harus kembali ke pasar dan bertanya mengenai alamat keluarganya, aku berfikir barang kali ada yang mengetahuinya. Dengan menaiki kendaraan umum, aku segera bergegas menuju Pasar tempat kami berdua berbelanja.

Setibanyaku di pasar aku beberapa kali bertanya mengenai keluarga Adinda, tetapi tidak seorangpun yang mengetahuinya, aku kembali berkeliling, lalu ada seorang bapak-bapak memiliki usia sekitar 50an yang berjualan sayuran mengetahui tentang Adinda.

"Pak, apa Bapak tahu keluarga dari Adinda yang tadi jatuh pingsan di depan sana?" Tanyaku berbaur kepanikan.
"Oh, iyah saya tau de."
"Lalu Bapak tahu rumahnya di mana?"
"tahu dek."

"bisa Bapak tunjukan alamatnya?"
"Adinda tinggal di sini nak, di samping tempat kakek berjualan."
"apa...? Lalu di mana keluarganya pak?"

"Dia hidup sendiri di sini de, menurut orang-orang yang sudah lama berjualan di sini sejak kecil dia tinggal di sini tanpa orangtua, dia ditinggal mati oleh kedua orangtuanya akibat kecelakaan besar yang menimpanya di kendaraan pribadi, dia ditinggal orangtuanya dari umur tujuh tahun, tanpa ada sodara dan tanpa ada orang yang sedia memungutnya, dia di sini menjadi kuli panggul untuk memenuhi kebutuhannya dan biaya sekolahnya, tetapi semenjak SMP dia mendapatkan biaya oprasional dari pemerintah untuk biaya sekolahnya."
"apa? Terimakasih pak informasinya." mendengar kisah itu, aku sudah mengetahui bahwa dia tidak memiliki keluarga.

Aku kembali ke rumah sakit, kali ini aku membawa motor sportku. Setibaku dirumah sakit, Salah satu dokter keluar dari ruangan Adinda.
"Anda sodara Agam?"
"iyah pak"
"sodari Adinda ingin menemui anda." Aku segera bergegas masuk kedalam ruangan.

"hay Adinda" dia membalas sapaanku dengan senyuman kecil sambil sedikit meringik kesakitan.
"Bagaimana keadaanmu Din?" aku kembali menyapa, tetapi dia kembali tersenyum.
"apa yang ingin kamu katakan din?"

"Hay A..A..gam"
"hay Din"
"ka..u tau gam? Kali ini aku bahagia"
"kenapa Din?"

"Aku gadis yang memiliki penyakit Gam, menurut dokter aku memiliki penyakit kanker hati ketika aku diperiksa dulu, lalu sekarang aku sudah berada di stadium 4" Ucapnya dengan senyum dan mata yang berkaca-kaca.
"lalu apa maksudmu bahagia Din?"
"ka..mu tahu Gam? Ketika kamu tertawa dengan Bagas saat pertama kita bertemu? Ketika kamu menjahiliku dengan menaruh lem dikursiku? Sehingga celanaku sobek, itu celana berhargaku Gam, itu hasil jerih payahku untuk mempunyai celana itu, tetapi aku senang sekali ketika kau dan Bagas berkata bahwa itu tanda persahabatan kita. Kau tahu Gam? Ketika kamu meninggalkanku di kantin dan aku membayar semua makanan yang kita pesan? Itu jatah makanku selama dua hari Gam, tetapi aku bahagia karena aku dapat merasakan bagaimana menjadi fakir miskin, bagaimana rasanya tidak makan selama dua hari. Kau tahu Gam? Ketika kamu dan bagas menyuruhku mengerjakan tugas? Itu membuatku tidak bekerja selama satu hari, artinya aku kehilangan jatah makanku dan jatah ongkosku untuk pergi ke sekolah, tapi aku bahagia gam dapat merasakan berjalan di pagi hari sejauh 10 km dalam kondisi kelaparan. Dan yang paling membuatku bahagia adalah, kali ini kamu menolongku, tersenyum ikhlas padaku dan kamu sangat peduli kepadaku."

Aku tidak bisa membendung lagi rasa sedihku, penyesalanku, aku menangis dengan menutup mataku dengan tanganku, aku merasa malu, aku merasa bahwa aku sangat bersalah. "Din maafkan aku dengan Bagas, aku tahu tingkahku keterlaluan, dan..."
Adinda memotong perkataanku. "Sudah aku bilang bahwa aku bahagia gam, tidak perlu kau meminta maaf. Aku bahagia gam, aku dilahirkan tanpa orangtua ketika aku berumur tujuh tahun, kau tahu? Itu sebuah tanggung jawabku, Allah memberikanku tanggung jawab yang sangat berat, tetapi dibalik itu bahwa Allah mempercayaiku, dia yakin bahwa aku bisa. Aku selalu berusaha untuk tersenyum Gam, aku tidak bisa mengingat senyuman orang tuaku, maka dari itu aku sangat bahagia ketika melihat orang di sekitarku tersenyum, aku selalu senang dengan kesenangan mereka, bukankah itu adil untuk orang sepertiku yang memiliki umur singkat? Aku merasa bahwa ini adalah akhirku Gam, aku rasa bahwa tugasku untuk melihat wajah senyuman orang-orang di sekitarku telah usai. Agam, ruangan ini tidak ada manusia lain selain kita, maukah kau menolongku?"

"apa yang bisa aku bantu Din?"
"bacakan 2 kalimat syahadat di dekat kupingku, aku ingin mendengarnya, aku ingin mengikutinya, aku ingin pulang dengan damai, iringi kepergianku dengan kalimat surga itu gam, bantu aku gam"
Aku sangat kaget dengan ucapannya, aku tidak bisa berkata apapun "T... te.. te.. te..tapi Din, a... aku..."
"Agam, bantu aku" Adinda menjawab sambil tersenyum.

Aku ragu akan diriku, aku tidak menyangka. "a...ku tidak bisa Din"
"A...gam, mo...hon b..b..antu aku" dia memandangku dengan tersenyum dan nafas yang tersendak.
Aku menangis dan mulutku medekati kupingnya "ikuti aku Din, asyadu an-laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullah"

Aku seperti merasakan rasa sakitnya, aku juga merasakan diamasih tersenyum, aku membacakan dua kalimat syahadat di dekat kupingnya secara terus menerus, dia masih mengikutiku dengan lancar, hingga beberapa menit telah berlalu syahadatnya terbata-bata hanya terdengar ujung dari kalimat syahadat itu. Airmataku menetes, tidak percaya, aku baru saja melihat malaikat penyadarku dalam hidup, kini dia harus pergi lagi. Hanya sekian detik dari ucapan terbata-batanya ruangan menjadi sunyi, tidak ada lagi suaranya, aku tidak percaya, itu tidak mungkin kan? Hatiku berkata seperti itu dan selalu begitu. Lalu aku berhenti membaca syahadat dan melihat wajah dari adinda. "din? Dinda? Adinda? Bangun Din, Din? Kamu masih sadar kan Din? Adinda". Tak ada jawaban aku pikir dia tertidur.

Lalu aku menyapanya lagi. "Din? Sadar Din? Din, maafkan aku Din, DIN?". aku benar-benar tidak percaya. Air mataku keluar dadaku serasa sesak tidak kuat menahan ketidak percayaan ini, mataku serasa berkunang lalu aku tidak sadar diri, gelap, gelap, gelap.

"Agam? Sadar gam? Ini aku Adinda." Aku bangun dan Adinda tidak ada di hadapanku, ternyata hanya bayanganku saja. aku berada di kamar rumah sakit. "Apa ini? Apa yang terjadi? Adinda di mana? Adinda? Adinda?" aku berteriak histeris, lalu keluargaku berdatangan dan menenangkan. Lalu ibuku menenangkanku "Sabar nak, ikhlaskan, setiap mahluk yang bernyawa akan kembali kepada penciptanya."

Aku menangis duduk dengan penuh rasa tidak percaya, selama hidupku tidak pernah aku merasakan kehilangan sepedih ini. Lalu aku sadar, lalu aku meminta ibuku untuk membawa jenazah Adinda ke rumah dan menyemayamkannya di pemakaman dekat rumahku.

Setibanya aku di rumah Adinda langsung disemayamkan, semua orang berdoa untuknya tak terkecuali teman sekelasku, Bagas dan yang lainnya.

"Gam, aku merasa berdosa pada Adinda, apa aku dimaafkan olehnya?" Bagas berkata padaku dengat raut muka sedih.
"dia selalu berkata bahwa dia bahagia gas." Jawabku sambil tersenyum.
"Apa itu artinya aku dimaafkan?"
"Dia memiliki hati bersih dalam dirinya, senyumnya adalah berkah untuk kita Gas, dia akan selalu memaafkanmu." Bagas menangis.

30 menit berlalu, orang-orang mulai meninggalkan pemakaman, hanya aku dan Bagas yang tersisa. "Gam, ayo kita pulang"
"iyah Gas, tapi aku mau di sini dulu, setidaknya langkah kakiku adalah langkah terakhir yang di dengar olehnya"
"kalau begitu, aku pulang dulu yah Gam"
"iyah Gas."

Aku kembali mengarahkan wajahku dan pandanganku ke makam Adinda, aku menatapnya "Din, kamu tau Din? surgaku adalah ketika kamu tersenyum, hanya saja aku menyadarinya ketika kau sudah kembali dalam pelukannya, kamu tau Din? saat kamu tersenyum itu adalah cahaya hidupku tapi saat ini kau tidak ada di sampingku, tetapi kau berada di samping sang penguasa, sang pencipta, kau lebih nyaman di sana kan? Aku akan mengingatmu, selalu mengingatmu, aku akan mendoakanmu, selalu mendoakanmu. Terimakasih atas hari-harimu yang membuatku tersadar, terimakasih atas segalanya, dan keinginanmu untuk membuat orang-orang disampingmu tersenyum akan aku lanjutkan dan membuat bagian hidupmu berada dalam diriku, selamat tinggal Din, sampai bertemu dalam kehidupan selanjutnya, assalamu'alaikum."

WHEN YOU SMILE, THERE IS LITTLE HAPPINES IN YOUR SELF AND OTHER

Life Trip HumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang