Tak Hanya Sekedar Temanmu

2 0 0
                                    


TAK HANYA SEKEDAR TEMANMU
Ray melihat Dilla, berjalan ke arah meja piket dengan kertas dan pulpen di tangan berjalan dari koridor putri. Dengan wajah datarnya dia menghampiri Ray dan Kak Andien. Lalu menaruhnya di atas meja.
"Eh, laporannya gimana nih?" tanya Kak Andien pada Dilla dan Ray. Dilla segera menjawab, "Tulis aja kak, terdapat kendala karena menjelang festival sekolah"
"Ya udah" kata Kak Andien. "Tulis aja" Ray memperhatikan Dilla yang menulis di atas kertas itu.
Sebenarnya Ray kesal sama anak ini namun dia tetap nggak bisa ngilangin rasa sukanya. Ray kesal karena Dilla seperti tidak mengacuhkan sinyal yang Ray berikan dan melihat dengan matanya sendiri bahwa ternyata Dilla menyukai orang lain. Ingatan itu benar-benar masih segar di ingatannya. Membawa rasa sakit dari hatinya.
***
Tak Hanya Sekedar Temanmu (Ray's Story) Dua bulan kemudian.....
Diam-diam Ray memperhatikan Dilla dan dua gadis lainnya yang sedang ngobrol dengan akrab yang Ray rasa mereka adalah adik kelasnya. Hari ini adalah tes penerimaan siswa baru dan OSIS ikut membantu guru menyukseskan acarta ini, dan mungkin anak-anak itu sudah menjalani rangkaian tes. Selepas mereka berpisah, Dilla langsung kembali ke lobby.
"Ray!" tiba-tiba Hanifah dan Zahra lewat. "Ada salam dari Zahra!"
"Iih, apaan sih!" Zahra langsung menyikut lengan Hanifah. Zahra memang pemalu.
Ray kaget saat melihat Dilla melihat adegan itu, namun Dilla langsung pergi. Dan wajahnya tak menunjukkan perubahan apa-apa.
***

"Berat banget" kata Dilla saat mengambil salah satu tumpukan. "Dibawa kemana?"
"Ke lobby, disuruh Pak Rudi" jawab Ray.
"Jadi kuli aja dah gue profesinya" Ray mendengar Dilla menggumam.
Tadi Pak Rudy meminta tolong pada Ray untuk meangut arsip-arsip menuju lobby untuk dibawa. Dan karena kebetulan hanya ada Dilla, jadi dengan Ray memberanikan diri untuk meminta bantuan Dilla. Setelah selesai mereka kembali berjalan menuju ruang guru. Ray gugup, ini pertama kalinya dia bisa dekat dengan dengan gadis ini.
"Masih ada kerjaan lagi nggak?" tanya gadis itu pada Ray.
"Masih ada sih" jawab Ray. "Gue belum fotocopy yang disuruh Pak Tata tadi. Tapi biar gue sama Fathur aja deh"
"Ya udah, gue balik ya" pamit Dilla. Ray meangguk, "Thank's ya" Dilla tersenyum dan meangguk. Lalu pergi meninggalkan Ray dengan senyumnya. Senyum senang tentunya. Namun tiba-tiba dia tersadar Oh iya, dia sudah menyukai seseorang
***

Ray berjalan menuju lobby yang sudah sepi. Tadi dia, Dilla, dan Kak Andien rapat sekbid untuk menyusun program bulan depan sekaligus menyusun laporan pertanggung jawaban bulan ini. Namun ada yang masih ingin dia tanyakan pada Dilla dan Kak Andien. Mungkin dia bisa tanya salah satu dari mereka. Namun sudah keburu sore. Ray berjalan menuju motornya, saat sepeda itu melintas di depannya.
"Woi, Dilla!" panggil Ray, sepeda itu langsung berhenti dan pengendaranya menoleh.
"Kenapa?" tanya Dilla.
"Minta nope lo dong" pinta Ray. "Ada yang masih nggak gue ngerti sama program tadi"
"Kan bisa kita bahas besok lagi" jawab Dilla.
"Emang, lo mau ngadain rapat lagi?" Ray balik bertanya.
"Nggak tahu deh" Dilla pun nyengir. "Aku sih ngekor aja. Tapi emang rada males sih"
"Ya udah" kata Ray. "Lewat DM ya?"
"Emang gue udah following lo?" Dilla terlihat bingung.
"Ya udah lewat FB aja" kata Ray. "Lo udah temenan sama gue kan?"
"Hmm iya" Dilla meangguk. "Ya udah ntar gue kirim, gue duluan ya" akhirnya Dilla meninggalkan Ray.
***

Dengan ragu-ragu Ray memandangi HP nya. Dia ingin mengirim sms pada gadis itu, namun tangannya selalu terhenti. Sebenarnya dia tidak kesepian, dia sedang sms-an dengan orang-orang. bahkan dengan Zahra, yang menyukainya. Tak lama ada sms masuk, dari Zahra. Ray pun membalas sms tersebut.
Lagipula kalau dia mengsms gadis itu topic apa yang ingin dia omongin? Bola? Sekolah? Atau tentang OSIS? Ray tidak yakin. Kalau nanti akhirnya jadi garing gimana? Namun kenapa nggak dicoba? Akhirnya tangannya mengetik sesuatu di keypad HPnya.
***

"Oi, lu kenapa Ray?" tanya Fathur pada Ray yang sedang mengerjakan tugas Kimia.
"Kenapa apanya?" Ray langsung menoleh.
"Tampang lo kayak bahagia banget hari ini" kata Fathur. "Lo jadian ya sama Zahra?"
"Nggak" Ray pun menggeleng. "Nembak aja nggak"
"Terus dia ngomong apa sama lo sampai lo bahagia begitu?" Fathur terlihat bingung.
"Nggak ngomong apa-apa" jawab Ray. "Kepo"
"Kepo is care bro" balas Fathur. "But kepo is not my life"
"Ciya elah" balas Ray. "X.2 Kan bukan kelas kepo iya nggak?" dibalas dengan acungan jempol Fathur.
***

Empat bulan telah berlalu, Ray dan Dilla sudah sering saling bersms. Namun sudah sebulan Dilla nggak pernah membalas pesannya, dan membuat Ray galau. Dia kenapa? Batin Ray. Apa dia ngehindari gue? Apa gue salah ya?
Ray memandangi lagi BlackBerry nya. Anak itu nggak punya BB ataupun Android. Bahkan dia pernah melihat HP gadis itu yang hanya HP sederhana tanpa fasilitas apapun saat berakhirnya UAS hari pertama. Yahh... walaupun sebenarnya dia pernah melihat anak itu memegang HP qwerty sih saat raker OSIS waktu itu, tapi tampaknya ada masalah dengan HP itu.
Sebenarnya Ray ingin belajar untuk menjadi teman Dilla. Walaupun dia mengharapkan lebih dari itu. Yahh... nggak usah-usah muluk-muluk lah, minimal sahabat. Dia nggak mau berpacaran dulu tanpa ada alasan yang pasti. Akhirnya Ray mengurungkan niatnya untuk meng-sms gadis itu, dan sebagai gantinya mengirim sms ke teman-temannya.
***

Ray sedang memakai sepatunya saat sepeda gadis itu lewat. Ray langsung tertegun, sepertinya ada yang aneh pada Dilla. Sinar matanya tidak semangat seperti biasanya, ada kesedihan yang ia simpan dibalik wajahnya yang 'joker face'
"Ray" Ray kaget lalu menoleh, ternyata Fathur.
"Lo ngeliatin Dia lagi?" tanya Fathur. "Lo bilang udah move on dari dia?"
Ray menelan ludah, Sepertinya ada orang yang harus gue beri penjelasan.
***

"Ray" Fathur menghampiri Ray. "Balasan dari dia" Ray lalu menerima kertas yang dilipat lalu membukanya. Ray pun membaca surat tersebut. Dan raut wajahnya berubah.
"Kenapa?" Fathur terlihat bingung. "Dia nolak lo?"
"Bukan, gue nggak mungkin nembak dia" Ray menggeleng. "Tapi gue rasa... gue harus ngomong ke dia"
***

"Woi!" panggil Fathur dari lobby. "Mau ikut ke popcer nggak?"
"Iya! Gue ikut!" jawab Ray yang menggendong tas sembari memandangi HP nya. Harusnya anak itu bawa HP batinnya dalam hati. Hari ini pulang jam satu karena ada rapat guru untuk persiapan akreditasi sekolah. Tapi anak-anak sudah menghilang dari setengah jam yang lalu. Apa dia masih ada ya? Tiba-tiba HP nya bergetar, ternyata balasan dari gadis itu. Gue ada di Oregano, kenapa? Tiba-tiba Ray merasa girang. Lalu dia membalasnya, Gue ke situ.
***

"Jangan ngerendahin diri gitu dong" pinta Ray. "Di mata gue lo nggak kayak gitu kok" Ray dan Dilla sedang berdiri di pinggir jalan depan oregano.
"Gue sering minder Ray!" Dilla mulai sedikit emosi. "Jujur, dari SMP gue sedikit anti sosial. Gue takut sama anak eksis kayak lo sama Fathur. Zahra jauh lebih baik dari gue!"
"Loh, jangan nangis Dil!" Ray sedikit panik saat mata Dilla sedikit memerah. "Gue kesini bukan buat lo nangis, beneran!"
"Nggak kok" Dilla mengucek matanya dengan se cool mungkin. "Woles aja"
"Di mata gue lo nggak kayak gitu kok. Walaupun tampang lo memang flat, tapi lo unik, semangat, yahh.. walaupun terkadang saking semangatnya lo jadi hiper seperti" tiba-tiba Ray sedikit sesak saat mengingat itu. "Final futsal pas classmeeting semester satu"
"Gue udah ngerasa kok lo tahu hal itu" kata Dilla. "Sorry ya, pas gue ngerasa lo tahu terus keliatannya patah hati. Gue jadi ngerasa nggak enak karena ngelakuin hal yang bodoh"
"Ya.. mau gimana lagi?" Ray meangkat bahu. "Lo masih suka sama dia?"
"Gue udah move on kok" jawab Dilla. "Sebenarnya saat semester dua gue pengen move on dari kalian. Gue pengen menata hati gue, masalah cowok bikin gue capek"
"Ooh.." Ray meangguk. "Dil, walaupun kita sama-sama nggak mau jadian. Tapi nggak pa-pa kan gue suka sama lo, jadi orang yang mampir di hati gue?"
"Nggak pa-pa" kata Dilla. "Gue senang kok. Makasih Ray, lo udah bikin gue ngerasain gimana jadi orang yang disukai. Walaupun ini yang pertama kalinya, jadi agak norak" kata Dilla nyengir. Ray pun tersenyum lalu melempar pandangan ke arah Fathur.
"Gue cabut ya" pinta Ray. "Kasihan Fathur, nungguin" Dilla meangguk, lalu Ray pun pergi.
"Oh iya Dil" panggil Ray lagi. "Jangan terus ngehindar lagi dari gue" Dilla hanya meangguk.
***

"Lo di tolak Ray?" tanya Fathur saat perjalanan menuju popcer.
"Nggak" jawab Ray. "Gue nggak nembak dia kok"
"Terus?"
"Cinta itu nggak perlu dimiliki kalau belum waktunya" jawab Ray.

Life Trip HumanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang