Aku merasakan kepalaku berat sekali. Kucoba untuk membuka mata perlahan-lahan. Mataku mengerjap-erjap. Samar-samar aku melihat seseorang duduk di samping tempatku terbaring sambil memelototiku.
"Lo uda sadar!" semburnya.
Aku berusaha duduk lalu mengamati sekitar. Sepertinya aku sedang berada di salah satu ruang UKS. Kemudian tatapanku beralih ke orang yang duduk di sampingku. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk mengingat-ingat kejadian terakhir sebelum aku pingsan.
"Lo nendang bola itu ke arah gue!" lontarku seraya menyalahkan.
Bara berjengit. "Gue cuman berusaha ngoper bola ke lo!" ujarnya.
"Lo sengaja, kan?" suaraku terdengar menantang.
"Hah?" cowok itu terlihat terkejut dengan tuduhanku sedetik kemudian rautnya berubah menampakkan ekspresi marah. " Gue mencoba menyelamatkan tim kita. Gue nggak mau anak-anak dapet nilai merah gara-gara lo yang belum lima menit masuk lapangan uda kayak tikus bengek!"
Bara menyilangkan kedua lengannya di depan dada.
"Apa lo bilang?" aku benar-benar kesal mendengar ucapannya. Dasar!
"Lo itu egois! Nggak bisa mikirin temen satu tim!" ujarnya sambil menaikkan alis. Ekspresinya saat itu membuatku ingin melemparkan bantal tepat ke arah wajahnya.
"Apa?!" seruku dengan nada tinggi. "Lo itu nggak bisa bedain mana lawan mana kawan, lo pengen keliayatan paling jago kan? Pengen diliyat banyak orang? Pengen dipuji sama cewek-cewek genit? Makanya lo nendang bola itu ke gue yang jelas-jelas nggak bisa nerimanya. Lo emang sengaja ngebuat gue keliyatan bego kan?" simpulku. Yah, itu masuk akal sekali!
"Eh jangan asal ngomong lo!" serunya.
"Sudah kubilang pertemuan ketiga kita adalah nasib buruk, dan lo adalah pembawa nasih buruk buat gue!"
Cowok itu terlihat seperti akan mengumpatiku dengan sumpah serapah paling kotor di dunia kalau saja Vino tidak merangsek masuk dengan terburu-buru. Aku tahu dia akan mengumpat dari ekspresi wajahnya karena aku sering melihat teman-temanku berekspresi sepeeti itu kalau akan mengumpat.
"Hujan!" serunya. Suaranya terdengar khawatir.Posisi Vino yang berusaha mendekatke arahku membuat Bara terpaksa harus beranjak dari kursi di samping ranjang.
"Lo baik-baik aja?" tanya Vino cemas, cowok itu sama sekali tidak menggubris kehadiran Bara.
Dari ekor mataku aku melihat Bara melenggang pergi. bagus! Aku tidak suka melihatnya di dekatku.
"Gue baik-baik aja kok!" jawabku walaupun kepalaku terasa sedikit berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suara Bara Api dan Hujan
Ficțiune adolescenți"Cinta memang tidak bisa dipaksakan tapi selalu memberi pilihan." Bara Dia hanya gadis aneh yang suka ketawa sinis, sembunyi di kolong meja dan terlihat selalu ingin nantang ribut kalau bertemu denganku. Hujan Bagus! Bahkan nama kami pun seperti du...