Sejak Rafa tahu bahwa ia telah bertemu dengan cinta pertamanya.. ia suka senyum-senyum sendiri dan jadi sering bertemu dengan Vila semenjak hari itu. Vila juga merasakan hal yang sama, hatinya seakan terus ditumbuhi bunga-bunga mungkin sekarang hatinya telah menjadi taman bunga. Namun mereka hanya sekedar dekat dan saling memahami perasaan lawan jenisnya, mereka belum ingin berpacaran. Vila merasa kalau dia masih terlalu muda untuk berpacaran, walau bagi remaja kebanyakan usia sma sudah bisa dan cukup umur untuk berpacaran. Tapi lain dengan Vila, dia kurang sepemikiran dengan remaja-remaja lainnya. Dan Rafa mengerti, karena mereka sudah membicarakan hal ini sebelumnya. Jadi, nanti mereka akan berpacaran kalau Vila sudah lulus sma.
"Jadi gimana la, waktu kamu ketemu sama mamanya Rafa?" Kentang goreng yang dimakan Tisa tadinya langsung diletakkan ketika Vila kembali dari dapur mengambil minuman dingin. Karena kali ini Tisa yang berkunjung ke rumahnya dan sekarang mereka ada di kamar Vila.
"Mamanya Rafa bilangin kalau aku cantik lhooo." Kata Vila sambil mengibas rambutnya yang lurus dan panjang.
"Dih! Eh.. jadi Rafa kenalin kamu sebagai pacar apa teman?" Tisa bertanya lagi.
"Untuk sementara ya sebagai teman dulu." Vila duduk di depan meja riasnya dan menyisir rambut.
"Maksudnya?"
"Nanti kalau sudah lulus sma baru kami berdua pacaran sa."
"Gara-gara pemikiran kamu yang kalau anak sma itu sama aja sama anak baru lahir kemarin. Masih terlalu muda buat pacar-pacaran?"
"Yaiyalah. Duit buat traktir pacar aja itu dari emak bapaknya. Kan malu, tapi kalau anak kuliahan atau yang malah sudah lulus kuliah biasanyakan sudah berpenghasilan sendiri." Vila melirik Tisa sekilas melalui cermin.
"Yadeh yadeh, kamu sukanya yang mandiri gitu ya.."
"Pasti dong."
Vila selesai menyisir rambutnya dan beranjak untuk duduk di samping Tisa.
"Btw, kamu kapan ketemu sama pangeran berkudamu?" Pertanyaan Vila membuat Tisa teringat bahwa dia pernah mengatakan hal yang serupa saat masih sd. Kalau suatu saat dia ingin bertemu dengan jodohnya yang datang dengan kuda putih yang ia sebut dengan pangeran berkuda putih.
"Haha, iya.. tapi sekarang mah bukan pangeran berkuda putih lagi yang aku nantikan."
"Lalu?" Vila mendekatkan wajahnya untuk melihat pipi Tisa yang tiba-tiba merona.
"Seseorang yang bisa membuat aku jatuh cinta dengan caranya sendiri." Tisa menjadi senyum sendiri.
"Caranya sendiri... seperti apa?" Vila makin mendekatkan wajahnya untuk melihat dengan jelas ekspresi Tisa yang terus menunduk dan senyum-senyum sendiri.
"Ya pokoknya gitu de -" Tisa baru sadar wajah Vila kini sudah sangat dekat dengan wajahnya,
"Vila, ah kamu kayak wartawan saja. Pertanyaan banyak bener." Tisa beranjak dari tempat tidur Vila dan keluar. Vila mengikuti dari belakang.
"Tisa? Sahabat aku kayaknya lagi jatuh cinta nih." Vila menggoda Tisa.
"Jatuh cinta your head!" Tisa menjitak Vila.
"Btw mau kemana sih?" Vila mencegat Tisa.
"Mau pulang o'on. Udah mau malam-" Tiba-tiba handphone Vila berdering.
"Eh, bentar sa."
"Aku pulang ya! Bye." Tisa melambai pada Vila.
"Oke!" Vila mengangkat panggilannya.
"Halo.. iya.. iya. Belum tidur? Kenapa?.. oh hahaha" Vila terlihat senang menerima panggilan itu. Itu sangat terlihat dari raut wajahnya yang kini bersemu merah. Dikejauhan Tisa hanya melihatnya dengan raut wajah yang datar. Tisa? Tunggu... itu berarti sedari tadi ia hanya bersembunyi di balik pintu rumah Vila.. dan mengintip melalui pintu yang tak tertutup rapat.
"Memangnya besok kamu mau kemana?.. hah.. ngajakin aku makan?" Vila bersandar di dinding.
"Dimana Rafa?.. di... oh di mall?" Vila salah tingkah.
"Eh habis itu kita nonton yaaa. Nonton film disney terbaru kesukaan aku... emang kamu tahu?" Vila tertawa.
"Wah tahu dari mana?.. dasar gombal!" Vila tertawa lagi..
Tanpa sadar, Tisa terus mengintip di balik pintu. Eh, aku ngapain sih ini.. Tisa tersadar. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya tapi ia belum yakin itu. Menyadari bahwa ia sedang mengintip ia pun segera pergi.
***
Sudah tengah malam. Tapi matanya masih sulit untuk terpejam. Tisa masih menatap langit-langit kamarnya. Hatinya terus terasa sesak. Ini tidak mungkin..
Tisa menarik napas dalam-dalam lalu memejamkan matanya. Namun belum semenit dia memejamkan mata, ia membuka lagi matanya. Bingung apa yang membuatnya gelisah. Ia mematikan lampu kamarnya dan ternyata itu cukup membantu, karena sekarang ia sudah tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lihat Aku di Sini
RomanceSebuah kisah cinta yang rumit. Disaat dua orang sahabat jatuh cinta pada orang yang sama. Namun siapakah yang sebenarnya dicintai lelaki itu?