BAB 5 - Ramalan

164 3 0
                                    

"Kak, ke tempat ramalan itu yuk?"

"Lo percaya ramalan?"

"Hiburan aja, mau tanya tentang Ahes."

"Ntar baper?"

"Nggak!"

"Kepikiran?"

"Nggak!"

Dan disinilah Alena dan Glady berada. Di hadapan seorang wanita yang dipanggil "madam" yang tengah menatap mereka dengan selidik. Ruangan sempit ini dipenuhi kain hitam dan wangi bunga melati yang menusuk indera penciuman. Tak ada benda lain selain meja yang menjadi pembatas mereka. Tak ada kartu tarrot, atau apapun yang biasanya dimiliki seorang peramal pada umumnya.

Alena sedikit meragukan sebenarnya ini tempat ramalan seperti apa? Ruko ini seperti sudah sangat lama tidak terurus, dan dijadikan tempat ramalan satu bulan terakhir. Tapi, tidak ada renovasi sama sekali. Katanya, tempat ini akan sangat ramai jika malam hari. Dan sekarang matahari bahkan tengah berada di titik tengahnya. Sangat sepi, entah mengapa semakin membuat bulu roma berdiri.

"Itu madam apa beauty vloger, cantik bener." Bisik Glady yang diikuti anggukan kepala Alena. Memang benar, sangat cantik. Usianya sekitar akhir 20 tahun, pakaiannya memang serba hitam tapi make up dan aksesorisnya sangat kekinian. Ia sangat penasaran, ramalan apa yang akan dia baca untuknya juga untuk Glady.

"Pacar kamu ada didepan."

Alena dan Glady tersentak bersamaan kemudian saling melempar pandang.

"Lo ajak Ahes?"

"Hehe, biar barengan di ramal. Gue share loc emang."

"Bucin."

Glady hanya menyeringai dan menggaruk belakang kepalanya. Ia memang diam-diam tak memberitau Alena jika mengajak Ahes untuk datang. Semula hanya untuk mengajak makan siang, tapi Glady benar-benar mengajaknya datang ke tempat ini.

"Temui dulu, dia keliatan marah."

Glady mengedipkan mata lalu mengangguk. Meninggalkan Alena yang berdesis memanggilnya untuk ikut. Tapi, karena Alena ditahan Madam itu agar tak ikut keluar, jadilah ia sendirian berharapan dengannya. Tak ada perasaan apapun selain tidak nyaman. Ia bahkan hanya bertujuan untuk menemani Glady dan bukan ikut di ramal. Ia menghela napas menunggu Madam itu yang masih saja memerhatikannya dengan selidik.

"Kamu bohong sama semua orang. Di LA, kamu sudah punya restoran dan karir kamu sedang naik sebagai chef. Tapi, kamu bilang akan kembali kesana untuk mendirikan restoran. Apa saya benar?"

Alena sedikit terkejut lalu mengangguk. Memang benar, itu semua adalah benar. Dan jika Madam sampai tau alasannya sedalam itu, sudah bisa ia prediksi jika Madam tau apa maksud tujuannya kembali ke Jakarta. Mungkin, itu yang membuat Madam berat mengatakannya didepan Glady. Dan memilih menunggu kedatangan Ahes sebagai alasan untuk bebas mengatakan apa yang ia ketahui tentang Alena.

"Apapun yang Madam katakan mungkin benar. Jadi, tolong kita sudahi saja. Sebentar lagi mereka datang. Glady dan Ahes."

"Tidak, pacarnya itu sangat marah dan sudah membawanya pergi. Saat ini, kamu client saya. Sendirian."

Alena menganga dan menoleh ke belakang, berniat untuk pergi juga sebelum Madam mencengkram pergelangan tangannya—detik itu juga ia memekik kesakitan karena Madam menyentuh tepat di luka lebamnya. Alena baru saja akan menyerukan keluhannya sebelum melihat wajah Madam yang begitu keheranan.

"A—apa? Kenapa liat lebam saya seperti itu?"

"Kamu datang lagi ke Jakarta karena rasa khawatir. Tapi, dia lupa kamu siapa. Dan lebam ini, lebam yang sama yang ada di punggung laki-laki itu. Lebam ini tidak akan hilang jika kalian tidak kembali seperti dulu. Saling mengingat, saling mencintai, dan berbagi luka. Jika tidak, kalian akan celaka."

[B] The Recovery | A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang