BAB 1 - Kenapa?

836 4 2
                                    

"Terus kalau gue suka masak harus selalu jadi chef? Harus selalu punya restoran? Nggak bisa jadi preman buat hajar lo lo semua?" Alena menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sampai lehernya berbunyi. Jemarinya membuka kancing tangan kemeja lengan panjangnya lalu ia gulung sampai siku. Dibelakangnya, ada seorang gadis dengan pakaian hitam putih yang terus menarik ujung baju Alena dan memintanya untuk mundur.

"Ja-jangan nekat, gue belum mau mati. A-apalagi di mutilasi. Amit amit! Ayo kabur, please..." desisnya ketakutan dengan tangan yang gemetar. Ia terus memerhatikan 3 orang laki-laki dengan tubuh tinggi besar dan terus menatapnya meremehkan. Penampilannya benar-benar menakutkan dengan pakaian sobek dan juga pisau yang ada di saku celana mereka. Ia semakin menyembunyikan tubuh kecilnya dibalik Alena yang memang lebih tinggi darinya.

"Yaudah kalau sampai lo di mutilasi—"

"Dilaporin polisi? Masuk berita? Viral?"

"Nggak, mau gue jual aja organ tubuh lo. Lumayan."

"Ashkahsgks kabur aja gue."

Alena mencengkram pergelangan tangan gadis itu dan memintanya untuk tetap sembunyi dibelakangnya karena laki-laki itu sudah bergerak untuk mengejar. Alena takkan membiarkan mereka lolos begitu saja. Mereka sudah mengusik seorang Alena seperti pasukan semut yang mengganggu harimau tidur. Alena yang semula akan menyelamatkan gadis itu, kini ingin membalas mereka yang sudah berani mengejeknya sebagai pengecut hanya karena sering melihatnya di dapur. Apa mereka tak tau peralatan dapur bisa lebih bahaya dari senjata mereka yang hanya sebesar jari kelingkingnya saja?

"Maju lo semua, cupu!" Pekik Alena dengan lantang. Mendadak, gang sempit yang semula hening dan hanya ada hembusan angin kini berganti menjadi gemuruh ketika ketiga pria itu berlari ke arahnya seperti segerombol yang sedang tawuran. Tapi, Alena hanya diam saja dengan senyum meremehkan menunggu mereka datang. Dan detik itu juga, gadis yang sedari tadi ada dibelakangnya berdiri di tengah-tengah dengan tergesa dan merentangkan tangannya membentengi Alena, napasnya begitu tersengal. Alena tak percaya kelinci kecil itu akan meraung seperti singa yang memekakan telinga.

"STOOOOOOOOOP!" Napasnya semakin tersengal, bisa dipastikan juga hidungnya mengembang dan mengempis bergantian. Rambut kuncir kudanya sudah hampir merosot dan kakinya juga ikut terbuka lebar. Gadis itu memunggungi Alena yang masih terkejut. Mengapa gadis itu tiba-tiba saja jadi berani?

Ketiga pria itu berdecak dan melempar pisau mainan ke tanah dan menggaruk kepala mereka. Salah satu dari mereka berkacak pinggang dan menatap tajam ke arah Alena yang tengah mengulum bibirnya.

"Kan nggak gini skenarionya, temen lu ini baca naskahnya nggak sih, Len? Kita bertiga kan harus kumpulin filmnya satu minggu lagi—ck, ah!"

Gadis kecil itu terperangah, lalu berbalik menatap Alena yang menahan senyumnya sekuat tenaga. Melihat tatapan kebencian itu Alena segera mengangkat kedua tangannya dan menghampiri 3 orang teman laki-lakinya itu.

"Sorry, sebenernya cewek ini bukan temen gue. Yang asli—dia dateng telat katanya. Sebenernya kalian yang salah anggap dia temen gue. Lagian belum disuruh action main godain aja lo semua." Alena tak kuasa menahan kekehannya.

"JADI INI CUMAN BOONGAN?"

Keempat orang itu menoleh bersamaan. Wajah gadis itu semakin memerah seperti banteng yang siap menyerang siapa saja didepannya. Bisa dipastikan bagaimana nasib mereka—gendang telinga mereka setelah ini.

**

"ENAK BANGET YAAMPUN INI LO SEMUA YANG MASAK?"

Alena mengangguk dan tersenyum tipis. Melihat gadis kecil yang tengah menyantap menu makan siangnya dengan lahap dengan suasana kantin yang ramai—sebagai permintaan maaf karena insiden salah orang tadi.

[B] The Recovery | A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang