BAB 14 - Terjebak

110 2 0
                                    

Pagi itu...

Alena tak akan membiarkan Ola masuk ke dalam rumah Ahes. Jadi, di taman perumahan yang terletak tak jauh dari rumah Ahes, mereka duduk di bangku yang sama dan menatap bunga-bunga yang beraneka warna. Embun masih terlihat dan cuaca yang dingin merasuki kulit. Namun, bagaimanapun segarnya pagi ini terlihat, Alena merasa sangat terbakar jika berada didekat Ola. Bagaimana ia harus menyebutnya? Gadis yang sudah mengatasnamakan dirinya? Mengganti posisinya dengan sengaja? Terus mengingatnya benar-benar membuatnya mengepalkan tangan.

"Kamu pasti nggak tau siapa aku. Tapi, aku tau siapa kamu."

"Nggak usah pake prolog. Langsung aja ke intinya."

"Aku yang udah nabrak Ahes malam itu."

Alena menoleh. Seribu pertanyaan bermunculan dalam pikirannya. Kedua tangannya mencengkram sudut bangku panjang itu. Apa lagi ini? Kenapa gadis ini selalu saja memberinya banyak sekali keterkejutan yang menyebalkan?

"Hidup aku hancur. Malam itu aku mabuk dan maksa nyetir sendiri. Aku baru aja selesai aborsi karna dipaksa pacar aku yang sekarang entah kemana. Dia bilang, dia kembali kalau aku udah gugurin kandungan. Tapi, dia nggak datang sama sekali bahkan nomornya nggak aktif. Waktu itu umur aku baru dua puluh tahun. Dan setiap hari, umur aku aja yang bertambah. Tapi, aku stuck di hari yang sama."

"Sebenernya aku nyasar malam itu. Aku ugal-ugalan. Dan aku nabrak Ahes yang lagi nyebrang nemuin kamu. Aku nggak tau apa-apa lagi, kata dokter aku koma dua hari dan begitu aku bangun, tangan aku dibuat lumpuh. Kamu tau, Alena? Tangan saya emang kehimpit benda keras, tapi harusnya nggak lumpuh. Tuan Hallden bilang, saya harus tanggung jawab karena udah nabrak anaknya. Dan saya terikat kontrak. Harus mau menuruti apapun kemauan Hallden suatu saat.

Bahkan saya nggak boleh menikah sampai hari itu tiba. Sekarang siapa yang jahat? Kamu, Alena. Kalau kamu nggak lakuin apapun sama anak Hallden, aku nggak mungkin menderita! Aku mungkin di penjara tapi aku nggak akan lumpuh! Aku itu model, bahkan karirku hancur karna Hallden bongkar kasus aborsiku. Supaya aku nggak kemana-mana. Kalian jahat." Tangis Ola pecah dengan tubuh yang bergetar hebat. Ia menunduk dan menumpahkan segala kekacauan dirinya yang selama ini tertahan bertahun-tahun lamanya.

Selama ini ia bertahan di desa kecil, diasingkan, dan dibiarkan hidup seperti itu, sendirian. Hallden membiayainya, tapi melarangnya pergi. Ia hanya membuat ratusan rajutan sweater yang sudah terkumpul untuk menemani sepinya. Bahkan tak ada keluarga yang mengkhawatirkannya, sejak kecil hidup di panti asuhan dan ketika beranjak dewasa menjadi seorang foto model di suatu agensi sampai kehidupannya berada di titik terendah dan kelam. Sebenarnya, ia tak sepenuhnya menyalahkan Alena dan Ahes, tapi itu semua terucap atas dasar frustasi yang menggunung. Tak bisa lagi ia bendung.

Alena tak bisa bereaksi apapun selain menangis tanpa suara. Menemani Ola yang terus menangis sampai tubuhnya benar-benar bergetar. Bukan hanya hidupnya yang hancur, tapi ada satu jiwa lagi yang sengaja diguncang sama hebatnya. Ia masih bisa beruntung karena Ahes menyelamatkannya untuk pergi ke LA. Tapi, Ola benar-benar diasingkan, dianggap benar-benar sampah dan diperlakukan tak adil. Ola bertahan untuk hari ini, hari dimana orang-orang yang terlibat di masa lalunya mendengar cerita pedihnya.

Dilema. Alena tak tau harus peduli atau prihatin. Ia hanya akan menunggu sampai Ola mengatakan hal yang lainnya.

"Kamu pengen saya kembali bahagia?" Ola akhirnya kembali berusaha meraup udara dan bicara. Ia menatap Alena yang tengah memejam penuh bimbang.

"Kasih Ahes buat aku. Aku nggak mau hidupku sia-sia kedua kalinya karna kalau ini gagal, aku bakal mati buat jadi bahan eksperimen ilmuan gila. Secara nggak langsung, kalian udah bunuh aku, kan?"

[B] The Recovery | A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang