BAB 12 - Hari Itu, Gelap

115 2 2
                                    

Tujuh tahun yang lalu, 12 Oktober 2012...


Hallden Group tidak pernah sesibuk hari ini. Suasana kantor sangat ramai karena Dendra meminta seluruh karyawannya untuk lembur sampai pekerjaan mereka selesai karena esok akan ada acara peresmian restoran baru dan semuanya tak perlu bekerja seharian dan bisa mencicipi makanan dari restoran cabang baru sepuasnya. Itu sungguh hal yang menguntungkan sekaligus melelahkan karena itu berarti pekerjaan yang seharusnya dilakukan dua hari-yang memang terkadang harus lembur, kini harus selesai dihari yang sama. Semua orang hilir mudik sibuk dan itulah yang diharapkan Dendra.

Satu minggu sebelumnya ia menerima kabar bahwa Ahes sudah menghamili salah satu pegawai di rumahnya. Dan untuk menutupi itu semua ia meminta pekerjanya mencari bangunan yang akan dijual dan dengan cepat menyulap gedung itu menjadi restoran dan tentu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Ia sudah merencanakan hari ini. Ia ingin mengadakan pertemuan keluarga namun tak ingin sampai satupun pegawainya tau. Siasat ini adalah jalan satu-satunya agar aib keluarganya tidak menyebar kemanapun.

Bahkan seluruh pegawai di rumahnya sudah dipindahkan untuk membantu merapikan cabang restoran yang akan launching besok. Kecuali Alena dan ibunya-Kasty.

Belum sepenuhnya kekecewaan Kasty pada anaknya terluapkan, tiba-tiba saja dua orang pria membekap mulutnya sampai membuat wanita berusia 40 tahun itu jatuh pingsan lalu dibawa entah kemana oleh dua orang laki-laki berpakaian serba hitam dan masker dimulutnya. Alena menjerit karena di waktu yang bersamaan dua orang pria lainnya menahan tubuhnya dan mengikat tali di pergelangan tangannya bahkan pada mulut yang dilingkarkan di kepalanya. Alena diseret paksa tanpa membiarkan gadis itu berjalan dengan benar dari kamarnya. Gadis itu menangis dan terus meronta namun tubuhnya terlalu lemas karena memikirkan Kasty yang entah dibawa kemana dan bagaimana keselamatannya akan terjamin.

Ini semua salahnya, Alena terus membenci dirinya tak perduli lutut-lututnya yang mulai terluka dan lebam karena terbentur meja saat tubuhnya dibelokkan paksa bahkan sampai menuruni tangga. Giginya sangat lemah karena terus mengigit tali kain sebagai pelampiasan rasa sakitnya. Bahkan ia merasa tangannya hampir patah karena terus diseret dan dihentak seolah tengah membawa kantong sampah. Ini hari terburuk sepanjang hidupnya.

"Argh! Shh-arghh! Nggak, ayah! Saya nggak akan biarin Alena pergi. Saya akan menikahinya! Saya akan tetap menikahi Alena, ayah!"

"Anak bajingan! Memalukan!"

"Arrghhh!" Ahes memekik ketika cambukan itu menampar punggungnya yang sudah dipenuhi dengan lebam yang memenuhi punggung bidangnya dan terlihat jelas bekas cambukan yang memilukan bahkan mengeluarkan darah.

Tapi, Ahes masih kokoh berjongkok dengan kedua lututnya yang bergetar bertumpu di lantai, celana jeans hitam yang robek dimana-mana juga tangannya yang terikat kebelakang. Wajahnya bahkan sudah penuh dengan darah segar yang masih terus mengalir dari hidung dan sudut bibirnya. Siksaan pedih ini tak sebanding dengan kegigihannya. Ahes akan bertahan sampai akhir.

"Kamu hanya membuat ayah malu!"

"Ayah pikir Ahes tidak malu? Ahes malu karna punya ayah yang berpikiran pendek dan hanya memikirkan gengsi. Ayah pikir cinta itu kekayaan? Cinta itu jabatan? Cinta itu bagaimana kita dipandang dunia? Tidak ayah, aku bukan seperti ayah yang memilih Mama karna harta keluarga Mama lebih banyak!"

"Jaga mulutmu, Ahes!"

"Arghhh!!!"

Cambukan itu terasa sangat pedih dari sebelumnya. Ahes menyeringai, itu artinya memang benar. Ia menoleh kebelakang, melihat Dendra yang tersengal dengan wajah murka dan menatapnya seperti mangsa. Ahes tak perduli, bahkan ia takkan mati jika ia dicambuk seribu kalipun.

[B] The Recovery | A NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang