Tujuh tahun yang lalu, 12 Agustus 2012...
"Halo? Kenapa, Ahes?"
"Len, saya baru aja beli apartement. Mau liat-liat?"
"Oh? Tapi—"
"Aman, kamu pergi ke arah panti. Nanti saya jemput disana. Kerjaan kamu udah beres, kan?"
"Udah. Lo bisa keluar emang? Bukannya bakal ada tamu lagi yang mau dateng? Katanya—calon is—"
"Nggak usah didenger. Saya udah di mobil, kamu berangkat lima belas menit setelah saya supaya aman. Pegawai lain juga banyak yang keluar masuk hari ini."
"Oke."
"See you, Len."
"See you too, Ahes."
**
"Jauh, ya, apartemen saya?"
"Banget. Tau itu gue nggak jadi ikut. Sekarang udah jam berapa, Aheees? Jam setengah sepuluh! Hahh, nyesel banget."
"Saya sengaja nggak kasih tau karna tau kamu bakal nggak mau."
"Ish!"
Ahes terkekeh pelan. Detik itu juga pintu lift terbuka dan mereka keluar dengan saling melempar pandang dan tersenyum. Rasayanya sangat aneh, sekarang mereka akan masuk ke lingkungan baru dan tanpa pengawasan yang ketat. Bahkan kali ini hanya ada mereka berdua—dan ini sudah cukup malam. Entah mengapa membayangkannya saja membuat tubuh Alena panas. Ia berharap tidak terjadi hal aneh yang tidak diinginkannya.
Beberapa saat berjalan mereka sudah tiba didepan pintu apartemen Ahes. Laki-laki itu tidak segera membuka pin, ia tersenyum seraya menatap Alena.
"Saya anggap ini hari bersejarah dalam hidup saya. Jadi, pin saya tanggal hari ini. Dua belas, kosong delapan, dua kosong satu dua." Jamari Ahes pun menekan tombol-tombol itu dengan jemari panjangnya.
Bunyi pintu terbuka itu membuat keduanya tersenyum. Kemudian melangkahkah masuk dan Alena benar-benar kagum dengan nuansa abu-abu dan putih dari apartemen ini. Terlihat sangat rapi dan aesthetic. Selera Ahes memang selalu mengagumkan. Beberapa saat mereka mengelilingi ruangan yang luas dan mewah itu hingga sampai di kamar utama Ahes yang tak kalah mengesankan. Alena tak hentinya memuji tempat ini.
"Lo beli apart ini hasil dari jual lukisan-lukisan lo selama setahun terakhir. Keren banget. Padahal lo belum jadi CEO tapi udah sukses."
"Kalau udah jadi CEO saya bakal punya yang lebih bagus dari ini, mungkin beberapa tahun lagi?"
"Lo ambisius banget. Tapi, keren."
Ahes tersedak udara yang baru saja ia hirup dari hidungnya. Ia menoleh pada Alena, apa gadis itu baru saja memuji—dirinya?
Alena yang tengah menatap Ahes heran hanya mengangkat kedua halisnya. Harus sampai seterkejut itu?
"Makasih."
"Telat banget makasihnya?"
Keduanya tertawa pelan. Tiba-tiba saja mereka merasa tenggorokan keduanya kering dan memutuskan untuk ke dapur dan melihat isi kulkas Ahes—yang ternyata kosong.
"Sial. Saya belum belanja apapun. Nggak ada minuman sama sekali." Ahes menutup kulkas dengan kecewa. Ia berbalik berjalan menatap Alena yang tengah duduk di sofa dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya—sebuah botol minuman bersoda yang diberikan salah satu teman pegawai untuknya.
"Loh, kayaknya saya dikasih itu juga." Ahes segera mengambil botol yang sama dari dalam tasnya. Ia melihat itu ada di nakas kamarnya dan ia segera memasukkannya ke dalam tas. Ternyata minumannya sama dengan yang dibawa Alena. Ia berjalan dan duduk disebelah gadis itu dengan senyumannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[B] The Recovery | A Novel
Science FictionAlena Ryndi tak menyangka jika kekasih teman barunya-Glady Adisty Kim, adalah masa lalu terkelam yang kisahnya ingin ia selami kembali untuk "memulihkannya". Tapi, melihat Rahesa Hanandra (Ahes) tampak bahagia bersama Glady, membuat Alena mengurungk...