Bab 31: Tidak Mau atau Takut Berkomitmen?Sansa
Aku tidak tahu apakah aku melukai hati Serga atau tidak, namun aku merasa sudah melakukan dan mengatakan hal yang tepat. Aku bersyukur mengetahui dan sadar betul tentang apa yang ingin kuprioritaskan untuk saat ini, sehingga bagaimanapun perasaanku terhadap Serga, kuharap tidak akan memengaruhi apa pun.
Aku hanya berpikir realistis, dan kurasa tidak ada yang salah dengan itu. Perasaanku untuk Serga tidak sekuat itu, atau seberapa pun kuatnya itu nanti, bisa membuatku tetap menyayanginya meski suatu saat dia tidak lagi ada di sekitarku.
Bagiku, yang terpenting adalah bagaimana aku bisa bahagia dengan usahaku sendiri, ada atau tidak ada keterlibatan Serga di dalamnya. Aku juga merasa masih perlu untuk belajar menyayangi diriku sendiri, dan memperoleh kebahagiaan darinya. Intinya, aku berusaha untuk tidak menggantungkan kebahagiaanku pada orang lain. Karena itu masuk akal bukan? Buat apa menjadikan orang lain sebagai sumber kebahagiaan kita? Logikanya, kalau orang lain adalah sumber kebahagiaan kita, bagaimana kita mencari kebahagiaan lain saat orang itu tidak ada bersama kita? Manusia adalah sesuatu yang fana, dan suatu saat pasti bakal menemui akhirnya.
Sebenarnya sejak hari di mana aku, Serga, dan Dona berbicara serius sepulang sekolah lalu, hubunganku dengan Serga menjadi sedikit lebih canggung. Aku merasa seolah sedang menjaga jarak darinya. Awalnya aku melakukan itu untuk memberinya sedikit ruang setelah aku mengatakan padanya bahwa pacaran dan sejenisnya bukan prioritasku saat ini. Tetapi, lama-kelamaan, rasanya aku menjadi menjauh darinya.
Maka dari itu aku sesekali berinisiatif menegurnya lebih dulu kalau ternyata dia gengsi menyapaku duluan.
Haha.
Haha.
“Hai, Serga,” sapaku suatu hari saat dia masuk ke kelas di pagi hari (yang mana merupakan keajaiban dia bisa tiba di sekolah sebelum bel berbunyi).
Dan jawabannya hanya, “Hai.” Lalu dia tersenyum tipis dan berjalan ke tempat duduknya, mengeluarkan ponsel dan mulai bermain Superstar SMTown.
Oh iya, omong-omong soal Superstar SMTown, aku juga main! Seru banget! Apalagi aku lagi suka banget sama Red Velvet. Lagu yang sering kuulang-ulang itu adalah Peek-A-Boo (ini yang level Normal udah susah banget Pak, nggak bohong), Bad Boy (sometimes it reminds me of Serga, LOL), dan Red Flavor (lagu ini mirip All Night-nya SNSD bukan, sih?).
Tuh, kan, jadi ngelantur ke Superstar SMTown.
Eh, aku juga jadi pengin main Superstar BTS, deh. Beat Evo YG kayaknya seru juga. Apalagi aku suka BLACKPINK dan BIG BANG.
Sekarang sudah lebih seminggu aku dan Serga menjadi jarang bicara, dan rasanya bagaimana ya... seperti kami hanya sekadar tahu nama satu sama lain dan sampai di situ saja. Aku tidak suka bersikap seperti itu, selayaknya kami tidak pernah menjadi dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Bad Boy Has Never Been a Bad Boy ✔
Ficção Adolescente[BOOK 1 - COMPLETED] For the two of us, home isn't a place. It is a person. And we are finally home. -Stephanie Perkins-