Bab 1: Pembangunan Ekonomi Mengubah Cara Pandangku Tentang Serga

7.3K 157 13
                                    

Bab 1: Pembangunan Ekonomi Mengubah Cara Pandangku Tentang Serga







Sansa

Sebelum kamu bertanya yang aneh-aneh seperti, "Kamu Sansa Stark, ya?" aku ingin meluruskan dahulu bahwa bukan, aku bukan Sansa Stark. Ya, walaupun nanti ada yang memanggilku dengan nama belakang Stark, aku tidak pernah keberatan, karena menurutku, Stark itu keren. Apalagi, Sophie Turner yang memerankan Sansa Stark sangat cantik, just like me.

"Pembangunan Ekonomi adalah suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan produktifitas, meningkatkan pendapatan per kapita, dan untuk kesejahteraan masyarakat."

Di depan, Pak Dito selaku guru Ekonomi sedang menerangkan materi pelajaran pertama kami hari ini setelah beberapa menit yang lalu dihabiskan dengan perkenalan murid baru. Sekarang adalah hari pertama sekolah, omong-omong, dan aku telah memasuki tahun keduaku belajar di SMA. Awalnya, kukira di hari pertama, kami sama sekali tidak belajar, tetapi ternyata aku salah. Setelah panas-panasan upacara, kami disambut dengan pelajaran Ekonomi. Terima kasih, Tuhan, pelajaran Matematika tidak ada di daftar hari ini. Karena kalau ada, lengkap sudah penderitaanku.

"Faktor-faktor yang memengaruhi Pembangunan Ekonomi--"

Aku menguap menahan kantuk, sementara guruku masih menerangkan pelajaran di depan kelas. Waktu menunjukkan pukul delapan lewat lima belas menit saat aku melihat jam tangan, dan perlahan mataku terasa semakin berat. Aku tidak ingin menimbulkan kesan buruk di hari pertamaku belajar dengan Pak Dito dengan tertidur di kelas pertama, maka aku mengucek-ngucek kedua bola mata, berharap kantuk yang sedari tadi berusaha menguasai diriku lekas pergi jauh-jauh. Tetapi, rasanya sangat berat untuk tidak tertidur saat--

"Itu kamu yang di belakang kenapa tidur?"

Aku terkejut bukan main saat suara Pak Dito meninggi dan membuat seluruh kelas bungkam seketika. Yang dapat kulakukan hanyalah mencoba duduk setegak mungkin dan menunduk, berusaha mempertahankan harga diri setelah membuat kesalahan di jam pertama pelajaran Ekonomi.

"Serga, Serga. Bapak heran kenapa kamu pagi-pagi udah tidur."

Semua mata mengarah ke Serga, cowok bertubuh tinggi dengan postur tegap yang tegas, dengan rambut acak-acakan yang menyalahi aturan sekolah. Di tangan kanannya terpasang sebuah gelang, dan di kiri terlingkar jam tangan dengan rantai perak yang menyilaukan. Dari samping, hidungnya yang mancung tampak begitu tajam, dan matanya dinaungi alis tebal yang memukau. Bibirnya tipis dan agak kemerahan, sedangkan kulit wajahnya begitu pucat, hingga aku sempat berpikir bahwa dia sedang dalam keadaan sakit.

Aku pertama kali melihat Serga di minggu ketiga upacara bendera saat kelas sepuluh. Dia dihukum hormat di bawah tiang bendera, dengan kemeja yang dimasukkan secara asal ke dalam celana. Aku tak tahu pasti kenapa dia dihukum, tetapi dari yang kuamati, pelanggaran yang cowok itu lakukan begitu banyak. Mulai dari ketidaklengkapan atribut, hingga terlambat mengikuti upacara. Dona, sahabatku sejak kecil, mengikuti arah pandangku dan berkata, "Itu Serga, anak sepuluh IPS dua, asal lo tahu." Aku hanya ingat tubuh Serga dari bagian belakang, tanpa pernah melihat wajahnya.

Ketika jam istirahat pertama, aku kembali melihat punggung itu tengah duduk di pojok kantin yang ramai, sendirian, sesaat sebelum seorang cowok yang mirip dengannya, duduk di samping Serga. Detik berikutnya, Serga menoleh dan untuk pertama kalinya, tatapan mata kami bertemu, dan aku melihat langsung wajah Serga yang selama tiga minggu pertama aku bersekolah di SMA Tunas Bangsa, tidak pernah sekali pun aku jumpai. Dan untuk pertama kalinya pula, Serga tersenyum tipis kepadaku, seolah kami saling mengenal. Aku ingat saat itu langsung beranjak pergi dari kantin setelah membalas senyumnya dengan singkat.

When Bad Boy Has Never Been a Bad Boy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang