Chapter 1

70 6 0
                                    

"bu aku berangkat sekolah dulu ya".


"iya hati-hati ya sayang" sahut ibu yang sedang sibuk di dapur.

Jarak antara komplek dan sekolah lumayan jauh jadi setiap harinya aku membawa sepeda motor sendiri untuk bisa sampai ke sekolah.

"selamat pagi mang adi" ucap ku menyapa mang adi yang merupakan penjaga gerbang sekolah.

"selamat pagi juga raya" jawab mang adi dengan tersenyum.

"hai rayaaaaa!" sapa alin.

"hai juga alin" ku lempar dengan senyuman.

"Kamu baik-baik aja kan yak?"


nada bicara alin tiba-tiba melembut. Diantara alin dan ara, alin lah yang lebih mengetahui tentang hidupku termasuk sweater itu. Dia tahu bahkan sangat tahu betapa bergharganya sweater yang ku miliki itu. Aku dan alin  sudah berteman sejak kami duduk di bangku sekolah dasar pada saat itu aku mendapatkan kado pertama sekaligus kado terakhir yang diberikan ayah  karena prestasi yang ku dapatkan di sekolah tepatnya ku dapatkan sebelum ayah pergi jauh meninggalkan aku dan ibu. Ayah pergi jauh meninggalkan kami karena kecelakaan pesawat ketika hendak pergi keluar kota karena urusan kerjanya. Perasaan ku sangat hacur saat itu bagaimana tidak, ayah sangat mendadak pergi meninggalkan kami tanpa ucapan perpisahan terlebih dahulu. tidak ada pertanda apapun yang kurasakan. Alin saat itu yang merupakan satu-satunya teman bermain ku dia melihat dan mendengar semuanya, itu sebabnya  ketika benda ataupun lainnya yang merupakan peninggalan dari ayah rusak. Dialah orang yang paling cemas setelah ibu dengan keadaan ku.


"tidak apa jika kau tidak mau bicara" kata alin sambil menepuk pundak ku.


kamipun berjalan menuju ke ruang kelas, ku lihat di dalam kelas ada ara yang sedang duduk dikursinya menanti kami berdua. Arapun berdiri berjalan mendekat kearah aku dan alin. Rasa kesal masih terpendam di dalam hatiku, aku tau ara tidak salah dalam semua kejadian ini tapi melihat ara membuatku mengingat kembali kejadian kemarin jadi ku putuskan lebih baik untuk semenntara waktu aku tidak bicara dulu dengan ara.


"sudah, dia hanya butuh waktu sendiri" kata alin

"tapi itukan masalah sepeleh dan lagi pula bukan aku yang salah, tidak sepantasnya jika dia tidak  mau berbicara padaku" ucap ara.

"sini duduk dulu nanti akan ku ceritakan semuanya"


Alin mencoba untuk menjelaskan semuanya pada ara agar tidak ada kesalah pahaman apapun diantara kami berdua. Setelah dijelaskan semuanya barulah ara mengerti kenapa  aku bisa bersikap seperti itu pada laki-laki yang telah menumpahkan eskrim itu di sweater ku.

bell sekolah pun berbunyi pertanda bahwa jam pertama akan dimulai semua siswa kembali pada tempat duduknya masing-masing. Dikelas aku duduk bersama alin dan di belakang ku ada ara yang duduk bersama teman kami di kelas, selama perlajaran berlangsung aku hanya memperhatikan apa yang sedang dijelaskan ibu guru biasanya kami bertiga suka mengobrol ataupun bermain di dalam  kelas. Namun karena aku yang sedang memiliki sedikit masalah dengan mood ku yang membuat ku tidak ingin berbicara ataupun bermain dulu dengan siapapun.

hari itu kami bertiga nampak berbeda dari biasanya sehingga menimbulkan pertanyaan dari anak-anak di kelas.

"Tumben gak ke kantin bareng alin dan ara lagi marahan yaa?" ejek vita temen sekelas ku.

"Sotoy!" bentak ku.

"biasa aja kali jangan sewot gitu"

wajar saja jika vita berkata seperti itu karena kebiasaan kami yang kalo pergi kemana-mana selalu bertiga ditambah lagi hari itu kami nampak diam saja, kalo biasanya sih gak bisa diem malah. Entah sampai kapan kami bertiga mau terus-terusan diem seperti ini, yang jelas sampai amarah ku merendam.




Gadis BeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang