11. Undangan Pernikahan

1.1K 47 8
                                    

"Aku tau selama ini aku salah, jika saja dulu kita tidak sedekat ini mungkin aku tetap bertahan mengagumimu dalam diam tanpa harus bercakap sampai bertemu denganmu. Ini semua bukan sepenuhnya salahmu, tapi salahku juga. Tetapi akupun tidak akan bisa sedekat ini kalau kamu tidak baik padaku. Aku pikir manusiawi jika kamu berlaku baik terhadapku, tetapi semakin lama kamu pun menunjukan apa yg ada di hatimu lewat sikapmu. Sungguh aku menyesal jika ini akhirnya.
Aku hanya menginginkan cinta yg halal, terima kasih telah hadir dalam hidupku dan mengajarkan banyak hal untukku..

Tentang perasaan ini? Cukup ku simpan saja, karna tak baik jika aku harus memaksakan hati ini tetap bertahan untukmu yg belum tentu untukku sepenuhnya." tulisnya pada buku diary Icha.

~~

Hari demi hari, bulan demi bulan, dan akhirnya 2 tahun pun telah berlalu.
Setiap harinya Icha terus memanfaatkan waktu nya untuk memperbaiki dirinya, meluruskan kembali niatnya, tanpa ada penghalang seperti 2 tahun silam yang menggoyahkan ketaatan nya.
Waktu selama itu tidak mudah untuknya, apalagi ada 'seseorang' yang harus di tinggalkan lalu di lupakan.
Dan selama 2 tahun itu pun Icha sudah tidak terlalu mengharapkan Ka Fadlan, ia pasrahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa, ia hanya minta yang terbaik yang telah Allah pilihkan untuknya. 

Icha benar-benar istiqomah kembali, niatnya telah lurus lagi, walau banyak rintangan yang mengujinya.  Setidaknya masalah hati tidak serumit 2 tahun lalu'nya'.
Kadang sesekali Icha ingat Ka Fadlan, tetapi tidak untuk mengharapkannya lagi.
Cukup saat itu saja Icha hampir terhenti langkahnya hanya karna seseorang yang membuat nya terpana. 

Sampai pada suatu hari, Icha bertemu lagi dengan ka Fadlan dan kang Zakir di halaman Mesjid Kota.  Saat itu Icha selesai sholat Ashar, kemudian ka Fadlan dan kang Zakir mendekat ke arah Icha yg hendak beranjak pulang.
"Dek" panggil ka Fadlan
Icha tak menoleh, sengaja karena ia takut hatinya terpaut lagi seperti 2 tahun lalu.
"Dek, Icha! Berhenti dulu" kata ka Fadlan
Icha pun menghentikan langkah nya dan mereka berdua mendekati Icha.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam" jawab Icha tanpa melihat ke arah ka Fadlan dan kang Zakir
"Adek gimana kabarnya? Duduk dulu di kursi itu yuk"
"Kabar baik, ngga usah. Makasih.  Ada apa panggil panggil Icha?"
"Gak apa apa sih dek, kaka cuma mau ngasih ini" kata ka Fadlan sambil menyodorkan sebuah undangan pernikahan.

Degg!

Icha terima undangan itu tanpa membacanya, karna ia takut menyakiti hatinya sendiri. Mendengar kata undangan saja rasanya sudah campur aduk ingin nangis, tapi bingung kenapa harus nangis? Harusnya ia bahagia. 

"Oh iya makasih ka, ada lagi?" tanya Icha dgn menahan sesaknya
"Hmm.. Nggak ada, kamu ada enggak Kir?" Tanya ka Fadlan pada kang Zakir
"Gak ada, aku kan cuma nganter kamu" jawab kang Zakir dengan polosnya
"Oh yaudah, saya permisi. Wassalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam, dek! Tunggu dulu!" tahan ka Fadlan
Icha menghiraukan panggilan ka Fadlan, Icha tak ingin lagi melihatnya, mendengar kabarnya atau semua tentangnya. Rasanya sudah cukup bagi Icha untuk mendapatkan ke-sakit hati-an dari ka Fadlan.

~Sesampainya di rumah

"Assalamualaikum" ucap Icha dengan menahan nahan air matanya agar tak menetes saat melewati Abi dan Umi nya yang sedang berada di ruang tv dan segera masuk ke kamarnya lalu menutup pintu kamarnya.

"Wa'alaikumussalam" jawab Abi dan Uminya yang sedikit bingung melihat Icha, karna biasanya jika sudah bepergian keluar Icha menyalami tangan mereka.

"Bi, Icha kenapa ya? Ko kayak beda?" tanya Umi Icha pada Abinya
"Gak tau Mi, coba tanya"
"Iya Bi, bentar yah"

"Icha? Boleh Umi masuk?" tidak ada jawaban dari dalam
"Chaa?"
"Iya Mii, masuk aja. Pintunya gak Icha kunci ko" jawab Icha dengan nada sedikit lirih seperti orang yang sudah menangis
"Sayang, kamu kenapa nak?" tanya Umi sambil memeluk putri bungsunya itu
"Umiiiii😭"
"Iya sayang, kenapa anak Umi ini ko nangis?"
"😭😭😭😭😭" Icha semakin tidak kuat menahan tangisnya dipelukan Umi
"Kenapa nak, sini cerita sama Umi" kata Umi sambil mengelus elus kepalanya, tak tega ia melihat putrinya menangis seperti itu. 
"Umii, umi inget ka Fadlan?" tanya Icha pada Uminya sambil menghapus air matanya. Karna sedari dulu Icha selalu menceritakan tentang apapun pada Uminya, termasuk ka Fadlan"
"Ka Fadlan?"
"Iya Mii, ka Fadlan yang dulu sering Icha ceritain.  2 tahun lalu" jawabnya dengan sedikit sesegukan
"Iya iya umi inget, kenapa dia?"
"Tadi Icha ketemu dia di Mesjid Kota"
"Ketemu? Bukannya dia sedang Mondok di Pesantren kan?"
"Gak tau Mi, tadi kan Icha udah dari Mesjid Kota terus pas Icha mau pulang Icha lihat ka Fadlan sama temennya. Icha pura-pura gak lihat aja, Icha gak mau lihat dia lagi atau bertegur sapa lagi sama dia Mii."
"Ehh jangan gitu ah, gak baik loh memutuskan tali silaturahim. Apalagi Umi sama Abi kan kenal sama keluarga dia"
"Tapi Mii, Icha sesak gitu kalo lihat dia"
"Husst ga boleh gitu, maafkan aja kesalahan dia waktu dulu."
"Kesalahan dia dulu sih Icha udah maafin Mii."
"Iya teruss?"
"Tadi tuh dia manggil, Icha tetep pura-pura gak denger aja. Dia manggil lagi, yaudah Icha berhenti"
"Iyaa, terus gimana?"
"Dia basa basi nanyain kabar terus tanpa panjang lebar dia nyampein maksudnya manggil Icha"
"Apa itu?"
"Dia mau nikah Mii😭"
"Dia bilang langsung ke kamu? Apa gimana?"
"Dia ngasih undangan nya ke aku Umii 😭"
"Kamu yakin itu undangan pernikahan nya dia? Kamu udah pastiin di undangan nya ada nama dia?"
Icha terdiam..
"Iya yahh tadi aku belum lihat undangan nya, tapi udah pasti itu undangan pernikahan dia. Masa undangan orang lain dia kasih ke aku, lagian siapa lagi yang aku kenal di hidupnya dia, teman-temannya juga gak semua saling kenal sama aku toh." ucapnya dalam hati
"Cha!" Umi mengacaukan bengongnya Icha
"Eh iya Mii?"
"Ditanya ko malah diem, udah di lihat belum undangannya?"
"Belum sih Mi, tapi aku yakin itu undangannya dia:( kalo bukan undangan dia terus undangan siapa coba?"
"Ya mungkin undangan temennya yang saling kenal sama kamu sayang"
"Enggak Mii, aku gak yakin:(("
"Coba di lihat dulu, mungkin itu emang bukan undangan pernikahan dia. Kalau dia mau nikah pun pasti Ibunya ngasih tau ke Umi, ini gak ada kabar masa tiba-tiba sebar undangan? "
"Yah umi kayak yang gak tau aja gimana sih anak pondok kalo mau nikah, kan beda sama orang-orang sekitar kita"
"Udah sekarang cek aja dulu"
"Sama umi aja cek nya ah, aku gak mau"
"Yaudah mana sini undangan nya"
"Itu di dalam tas biru Mi, maaf ya Mii aku nyuruh"
"Iya gapapa sayang"

~~~

Assalamualaikum 🙏

Wahh gimana kelanjutannya ya? Bener gak yah ka Fadlan mau nikah? Tega dong yah kalo gitu 😥
Segimanapun udah ikhlas, kalo denger berita 'nikah' apalagi dia yang ngasih undangannya pasti rasanya campur aduk kan?

Btw maaf yaa aku baru update lagi ceritanya😟 semakin hari aku semakin sibuk.
Maaf juga jadi digantung ceritanya.  Aku mau tamatin cerita ini, terus cerita yang satunya.  Jadi jangan lupa komentar dan bintangnya ya heheh.. Biar aku makin semangat buat bikin ceritanya. 
Makasih yang udah nunggu cerita ini, baca juga cerita yang satunya yah. 
Wassalamu'alaikum 🤗

Harapan Diamku (Diamku Menginginkanmu) [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang