Fani POV
Aku melangkahkan kakiku menuju lapangan dimana Karel berada disana. Aku menyipitkan mataku mencari sosok kekasihku. Setelah aku menemukan Karel aku segera berlari mendekatinya. Karel sedang berdiri dipinggir lapangan sedang berbincang dengan temannya. Aku dapat melihat keringat diwajah Karel yang bercucuran keringat. Aku segera menghampirinya.
"Kareel" Teriakku ketika sudah lumayan dekat dengan Karel. Aku langsung memeluknya. Sungguh. Aku sangat merindukannya.
"Hai sayang" Karel membalas pelukanku dan mencium keningku sekilas.
"Aku seneng kamu kesini" Lanjut Karel.
"Aku juga seneng, aku kangeen" Ucap ku sembari mendongakkan kepalaku, untuk menyamai tatapan ku dengan Karel.
"Rel, nih minum buat lo"
Aku mendengar suara itu, sepertinya suara perempuan. Tapi siapa? Aku tidak tau. Refleks aku langsung melepaskan pelukanku pada Karel dan langsung menengok pada sumber suara yang memanggil kekasihku itu.
Clara, benar itu Clara. Tapi, untuk apa dia disini? Untuk apa juga dia memberikan minuman pada kekasihku?
"Iya, thanks Ra." Ucap Karel datar.
"Sama-sama. Nanti balik jadi anterin gue kan?" Ucap Clara pada Karel. Senyum Clara mengembang.
"Sorry ra, gue sama cewe gue"
"Loh. Tadi kan lo udah janji mau nganter gue balik"
"Tapi sekarang gue gabisa"
"Pokonya lo harus tetep anter gue rel."
Bak disambar petir, aku terdiam mendengar pembicaraan mereka didepan mata kepalaku sendiri. Apa maksud nya semua ini? Jadi sebelum aku datang, Karel berjanji ingin mengantar Clara pulang?
Aku menatap Karel tajam.
Aku yang sudah mulai mengerti akan pembicaraan mereka sekarang memilih untuk segera pergi dari hadapan mereka berdua.
Tapi baru saja berbalik badan ingin pergi, tangan ku ditahan oleh Karel, membuat badan ku berputar tepat dihadapannya lagi.
"Fan. Dengerin aku dulu"
"Lepasin, aku mau ke Aldi" Jawab ku datar. Sungguh. Aku paling malas jika semua bersangkut paut dengan Clara, aku benci.
Tanpa aba-aba aku langsung menepis kasar tangan Karel yang berada di pergelangan tanganku. Aku segera berlari ke sebrang lapangan ini, aku ingin menyusul Aldi di sebrang sana. Aldi sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya. Aku datang dan langsung menggelayuti tangan Aldi.
"Ngapain sih Fan?"
"Mau disini aja sama lo" Jawabku datar.
"Lo kenapa? Diapain sama Karel?"
Aku hanya diam tak menjawab pertanyaan Aldi.
Ternyata Karel menyusuli ku. Tiba-tiba dia berdiri tepat dihadapanku dan langsung menggengam pergelangan tanganku. Aku benci. Aku sungguh benci. Kenapa lagi-lagi semuanya harus berhubungan dengan Clara. Aku segera menepis kasar tangan Karel.
"Apa sih ah!"
"Fan dengerin dulu. Semua ga kaya yang kamu denger"
"Gue denger sendiri. Gue udah paham rel, apa lagi?! Lo tau gue benci semua yang bersangkut paut sama dia tapi kenapa lo malah gitu sih?! Udah lah lo sama dia aja!" Ucapku emosi. Aku sudah tak tahan ingin meluapkan segala emosiku.
"Fan gagitu. Kamu dengerin aku dulu, jadi tadi tuh... "
"Fan lo kenapa nangis" Ucap Aldi panik. Aldi mengelus air mataku. Entah, aku sungguh cengeng. Tapi aku benar-benar cemburu.
"Eh lo apain ade gua sat!" Aldi mendorong bahu Karel emosi. Entahlah, Aldi memang seperti itu jika melihat aku dibuat menangis oleh orang lain.
"Gue ga ngapa-ngapain ade lo Ald. Dia cuma salah faham." Jelas Karel pada Aldi.
"Fan. Maafin aku, please jangan nangis gini Fan" Karel ingin menghapus air mataku namun aku dengan sigap lebih dulu menepis kasar tangannya.
"Fani" Suara Karel melemah.
Aku masih diam dengan tangisan dan pikiranku atas kejadian yang aku lihat sendiri tadi. Aku sakit. Kenapa Karel bisa seperti itu? Bukan kah dulu dia pernah berjanji bahwa tidak akan menyangkut pautkan Clara dalam hal apapun lagi. Tapi mengapa sekarang begini? Aku kecewa.
"Heh. Lo apain ade gue?! Lo buat nangis kaya gini?! Ini ade gue bangsat!! Bughh" Satu pukulan mendarat dipinggir bibir Karel.
Aku sebenernya tidak tega melihat Karel harus menerima pukulan dari Aldi, tapi saat ini aku juga sedang tidak ingin membelanya. Aku benci.
"Ald, gue gaada maksut buat bikin ade lo nangis kaya gini" Suara Karel mengeras.
"Bang. Udah, gue mau pulang" Ucapku disela isak tangisku.
"Ayo" Aldi menatap Karel tajam.
Aldi langsung menarik pergelangan tanganku dan membawanya ke parkiran dimana mobilnya terparkir. Aldi segera membukakan pintu untukku dan langsung menyusulku untuk masuk kedalam mobil.
"Hei. Lo kenapa?" Aldi memeluk tubuhku.
Aku tak menghiraukan ucapan Aldi, aku hanya tetap diam dengan tangisanku.
"Udah gausah nangis. Cengeng lo ah."
"Fan. Kalo ada yang nyakitin lo, bilang sama gue. Gua gasuka ya liat lo sampe nangis kaya gini. Gaada yang boleh buat lo nangis Fan kecuali gue. Gue sayang sama lo. Hey udah ya." Aldi menghapus air mataku.
"Sorry, gara-gara gue. Acara lo latihan sama temen-temen lo jadi berantakan" Ucapku memelas.
"Haha. Nih, lo denger ya. Lo itu lebih berharga daripada apapun buat gue Fan. Cuma latihan doang, gampang. Udah gausah dipikirin." Aldi menatap lembut mataku.
"Makasih ya. Gue sayang juga sama lo bang" Ucapku memeluk Aldi.
"Kalo nanti mau cerita, cerita aja"
Aku melepaskan pelukanku. Aku hanya membalas ucapan Aldi dengan senyuman paksaku.
"Udah dong senyum"
Aku hanya tersenyum kecut pada Aldi.
"Haha. Mau langsung balik?"
"Iya pulang, mau ketemu bunda" Jawabku datar.
"Yaudah. Pake dulu nih sabuk pengamannya. Udah jangan nangis. Awas lo ya nangis gue turunin dipinggir jalan"
"Haha rese lo" Jawaku sedikit dengan tawa yang kupaksa.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Replacement ✖ IDR
Teen FictionAkan kuperjuangkan selagi aku masih mencintaimu. Akan ku miliki kamu. -Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan.