Cinta tulus itu dilandasi kejujuran, cinta yang sejati dan apa adanya itu rela memperjuangkan cintanya, rela mengorbankan hatinya, dan rela mengikhlaskan bahwa dia sudah menjadi miliknya.
Dan Rania akan berusaha untuk manggapai kedua cinta itu, cinta tulus dan cinta sejati. Dia akan memperjuangkan cintanya jika dirasa masih ada ruang untuk perjuangan nya maka dia akan berkorban demi menggapai cinta itu, namun jika semua perjuangan dan pengorbanan yang ia lakukan iru sia-sia maka ia akan berusaha mengikhlaskan, karena tulusnya cinta itu merelakan.
Namun ia tidak akan rela jika hatinya terbagi, cintanya dibagi. Bagaimana ada perempuan yang rela jika cinta murninya dikhianati, dan di duakan.
Bagaimana ada perempuan yang siap untuk menerima bahwa cintanya memang sudah tidak dimiliki, seorang perempuan pasti akan menangis jika kepercayaan yang dia berikan pada seorang laki-laki yang sudah ia percaya namun semua itu dihancurkan.
Semua janji, ucapan manis, dan perhatian yang diberikan olehnya hanyalah omong kosong. Pembuktian apa yang ia dapatkan dari itu semua? Tidak ada!
Bahkan hatinya telah hancur ketika orang yang ia percaya akan mampu membawanya dalam kebahagiaan hanya dapat memberikan luka didalam hatinya.
Harapan nyata yang tidak dapat sampai yang pada akhirnya ia akan menyerah.
Saat ini kondisi Rania semakin memburuk dan lemah bahkan dokter sudah memvonis sulit untuk disembuhkan, bagaimana tidak jika dia saja sudah tidak memiliki semangat lagi untuk berjuang dalam hidupnya.
Semua yang ia percayai sirna, dulu kakanya yang pernah mengecewakan dirinya, dan sekarang Aldi yang ia anggap laki-laki yang tidak akan pernah membawa dia dalam kepedihan malah mengecewakan, membohongi, dan menghianati kepercayaannya.
Jika ada yang bilang bahwa hubungan yang di landasi kepercayaan itu pasti akan bahagia maka Rania salah, karena kepercayaan yang dia bangun sudah runtuh karena orang yang dia percayai merobohkan semuanya.
Disinilah Rania ditaman rumah sakit sendiri merenungi nasibnya, kondisi dirinya yang kurus kering, wajah yang pucat dan mata yang sayu membut dirinya seperti mayat hidup.
Seminggu sudah dia dirumah sakit namun masih belum ada kemajuan, dirinya yang terus merenung, menangis dalam diam tanpa ada yang tahu, dan semakin memperparah kondisinya.
Bunga mawar yang ada dalam tangannya hanya bisa memberinya luka, bunga yang diberikan oleh laki-laki yang meruntuhkan kepercayaannya.
"Tuhan, aku mohon jika kau ambil nyawaku sekarang maka jagakan dia untukku meski pada akhirnya dia bukan milikku lagi"
Rania bergumam pelan, air matanya kembali menangis.
"Cengeng banget lo sekarang Ni, mana yang katanya seorang Rania cewek yang kuat, cewek yang pemberani. Kok sekarang gampang banget nangis"
Suara dara Nevan menghentikan lamunan Rania, Nevan sudah ada dihadapannya. Sebenarnya dari tadi Nevan sudah ada dibelakangnya, sejak suster meninggalkan Rania Nevan sudah ada tanpa Rania tahu.
Nevan menatap Rania iba, ia tahu bahwa gadis yang ada di depannya itu selalu menangis dalam diam, tanpa Rania tahu Nevan selalu memerhatikannya diam-diam.
Nevan jongkok dihadapan Rania, dengan senyuman khasanya ia menghapus air mata yang mengair dari pelupuk mata Rania.
"Mana Rania yang gue kenal? Rania yang kuat, Rania yang gak pernah ngeluh, Rania yang nggak cengeng? Mana Rania yang bilang kalo hidup itu disyukuri nggak perlu ditangisi?"
Ucapan Nevan mengalihkan pandangan kosong Rania, "Lo selalu bilang sama gue waktu dulu. Kalo hidup itu dinikmati, setiap kehidupan mesto dibumbui cinta, entah itu cinta yang membawa bahagia atau luka. Semestinya elo bisa buktiin kalo cinta itu menyanding hidup baik luka atau duka bukannya lo malah lemah gara-gara cinta, bukannya lemah karena cinta itu membuat kita jadi orang yang lembek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is My Life [REVISI ON GOING]
Teen FictionRania Kusuma Widjaya, gadis yang berumur 15 tahun baru saja memulai masa remajanya. Anak dari seorang Kusuma Widjaya, gadis yang cantik. Dia membutuhkan cinta, kebutuhan psikologis yang selama hidupnya belum terpenuhi. Setiap individu di dunia past...