Tit.... Tit... Tit...
Suara mesin yang berdenyit nyaring membuat semua orang khawatir, operasi yang sedang dilakukan untuk Rania sudah berjalan selama 5 jam namun tidak ada dokter sekalipun yang keluar semenjak 5 jam tersebut.
Deg! Deg! Deg!
Jantung mereka seakan keluar dari peraduannya, menunggu jalannya operasi yang sedang dilakukn membuat mereka was-was apa yang akan terjadi, dan apa hasilnya. Banyak opini-opini yang mereka pendam bagaiman jika gagal? Bagaimna jika terjadi kesalah? Bagaiman jika tak tertolong? Semua itu ada dalam pikiran mereka masing-masing.
Sejak tadi Mamih dan Omahnya Rania tidak berhenti menangis, Marvel sudah tidak tahu lagi harus apa. Mamihnya yang ditenangkan oleh Jessica dan Omahnya ditenangkan oleh Laudiya, sendirinya? Ia terkulai lemas dengan menyandarkan punggungnya kedinding dan menekuk kedua kakinya sejajar dengan dada.
Marah? Kecewa? Semuanya Marvel rasakan, sosok penyemangat dalam hidupnya, malaikat tanpa sayap setelah sang ibu itu sedang memperjuangakan nyawa didalam sana sedangkan ia hanya dapat berdoa.
Berbeda dengan Aldi lagi, lagi, dan lagi. Hal yang sama dilakukannya, dan dengan situasi yang sama pula. Disinilah Aldi didepan ruangan operasi yang sedang dilakukan untuk Luna, kenapa dengan dirinya yang tak bisa menolak permintaan Luna? Permintaan Renata? Bagaimana dengan Ranianya, isterinya itu juga sama sedang menperjuangkan hal yang sama. Ah iya mereka memang isteri Aldi semua bukan? Sungguh author lupa akan hal itu, Aldi lebih memilih isteri yang kedua ketimbang isteri yang pertama.
Didepan ruangan ini Aldi bersama dengan Renata berdoa semoga operasi berjalan lancar, pikirannya melayang entah kemana. Raganya memang disini namun hati dan pikirannya melayang didalam ruangan yang berbeda. Karena operasi yang dilakukan untuk Rania lebih berbahaya dibandingkan Luna, tapi kenapa dirinya disini? Bodoh bukan?!
Apalagi jika bukan karena kata-kata yang mengatas namakan bahwa Luna tidak punya siapa-siapa kecuali sang mamah dan dirinya? Hatinya labil sekali, pemikirannya dangkal lagi. Bodoh, bahkan lebih dari bodoh.
Dirinya sudah tidak dapat lagi menahan diri, sedari tadi handpone yang ia genggam memberikan banyak notifikasi dan telfon yang ia tak jawab.
Sampai akhirnya ia sudah tak lagi menahan diri "Bu, Aldi ke toilet dulu Ibu tunggu Luna nanti Aldi kesini lagi". Bitch! Pembohongan besar yang ia lakukan, selalu begitu.
Renata hanya mengangguk sebagi jawaban, Aldi berjalan cepat sampai ia menjauh dari pndangn Renata, dengan cepat ia berlari. Ruangan Rania tidak jauh dengan Luna namun Aldi harus berpura-pura seolah ia datang dari arah awal masuk, persetan dengan semua ini tapi harus apa dia? Semuanya sudah terjadi.
Ketika ia sampai didepan ruangan tersebut, pandangan nya nanar melihat situasi yang sangat tegang.
Saat ia sampai semuanya menatap ia tajam, Aldi sudah menebak jika mereka sudah tahu semuanya.
Marvel orang pertama yang sudah berdiri dan menghapirinya dengan tatapan yang tajam. Dadanya naik turun dan nafasnya tak beraturan.
BUGH!
Pukulan telak yang diterima Aldi daru Marvel, semua sudah menatap mereka dengan tatapan yang mengartikan bahwa itu sakit.
"Ngapain lo kesini?! Buat apa lo dateng kalo cuma buat Rania nangis? Permintaan maaf lo ga guna buat gue!"
BUGH!
Lagi.
Bugh! Bugh! Bugh!
Pukulan yang bertubi-tubi diberikan pada Aldi, dan dia hanya pasrah menerima tanoa membalas, secercah dara sudah keluar dari sudut bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Is My Life [REVISI ON GOING]
Teen FictionRania Kusuma Widjaya, gadis yang berumur 15 tahun baru saja memulai masa remajanya. Anak dari seorang Kusuma Widjaya, gadis yang cantik. Dia membutuhkan cinta, kebutuhan psikologis yang selama hidupnya belum terpenuhi. Setiap individu di dunia past...