Hari terakhir syuting. Sudah hampir sepuluh kali, Yuka mengulangi adegan yang sama. Membuat sutradara memijit kepala, berteriak berulang kali.
Pembicaraannya dengan Toru semalam masih terngiang di kepala Yuka.
"Tampakkan ekspresimu, Yuka-san. Kau bayangkan telah kembali bertemu dengan sang kekasih. Tampilkan ekspresi bahagia itu. Jangan berwajah datar seperti itu." sang sutradara berteriak lagi.
Mereka semua diam. Merasa kasihan dengan Yuka. Tapi Yuka harus bersikap profesional.
"Ada apa dengan Yuka hari ini?" Taka berucap.
Ryota dan Tomoya menggeleng tak tahu. Sedangkan Toru hanya diam, matanya lurus memperhatikan wajah Yuka. Toru bisa menebak apa yang membuat Yuka seperti itu. pembicaraan mereka tadi malam?
Di sisi lainnya, Miya, manager Yuka hanya bisa menghela nafas. Ia tahu mood Yuka tidak baik sejak pagi tadi mereka bertemu. Tapi ia tidak tahu apa penyebab pastinya. Miya hanya bisa mengira kalau mood Yuka berkaitan dengan Toru.
Toru perlahan melangkah. Mendekati Yuka yang masih terdiam di antara banyak kamera.
Yuka menatap Toru. Mereka diam saling tatap.
Para member OOR berkerut heran. Ada apa dengan Toru?
"Dia tidak akan memarahinya, bukan?" Tomoya berbisik pada Taka dan Ryota.
"Kalau dia tiba-tiba mencium Yuka, gimana?" celetuk Taka.
Tomoya dan Ryota sontak menoleh pada Taka, lalu mereka menjitak kepala Taka.
"Kamera dua, ambil gambar mereka. Kamera satu, close up wajah Yuka." Sang sutradara memerintahkan. Instingnya mengatakan bahwa ia harus mengambil gambar mereka berdua.
"Jika tak ingin bicara, maka jangan bicara. Jika ingin pergi dariku, maka pergi saja." Toru berkata lirih di depan Yuka, agar hanya mereka berdua yang mendengarnya.
Yuka diam.
"Entah kenapa kamu memilihku. Kenapa kau bisa mencintaiku? Kau benar. Aku mencintai seseorang sehingga aku tidak yakin kapan aku bisa mencintaimu." Toru semakin mendekat. Kedua tangannya menangkup wajah Yuka. Sedikit membungkuk untuk mensejajarkan tingginya. "Aku di sini. Aku ingin mengenalmu. Tapi aku tak bisa jika kau tak mengizinkanku." Toru tersenyum, "Kau boleh mencintaiku. Kau boleh memelukku. Lakukan apapun yang kamu inginkan. Aku tidak marah."
"Kamu tidak akan marah?" Yuka bertanya. Toru mengangguk pelan.
Yuka mencintai Toru. Dan itu cukup untuk Yuka. Toru tidak melarangnya. Selama Yuka bisa dekat dengan Toru, itu sudah cukup untuk Yuka.
Bibir Yuka perlahan tersenyum. Senyum sampai ke hatinya. Ia menatap Toru penuh cinta. ia bahagia walau hanya seperti ini. Tidak apa, biarlah Yuka yang merasakan sakit.
Yuka memeluk Toru dengan erat.
Cut!!... seruan sutradara mengakhiri semua syuting.
"Kau tidak akan melepaskan pelukanmu? Sutradara sudah meneriakan cut."
Yuka berkedip-kedip. Ia baru sadar bahwa sedari tadi ia masih di lokasi syuting. Dengan tergesa ia melepas pelukannya. Ia menunduk salah tingkah.
"Miya sudah menunggumu. Kalian pulang saja lebih dulu." Toru mengacak puncak kepala Yuka, lalu berbalik pergi.
---
"Apa yang kau katakan pada Yuka-san? sampai kau bisa membuat dia tersenyum seperti itu?" Tomoya langsung bertanya begitu Toru kembali.
"Baru kali ini aku melihat Toru memeluk seorang cewek dengan suka rela." Ucap Ryota.
"Ya... cewek yang sangat cantik." Taka menambahkan.
Toru menatap ketiganya, "Apa yang sedang kalian bicarakan? Aku hanya membantu syuting cepat selesai."
Tomoya, Ryota dan Taka hanya ternganga tidak percaya. Jadi itu alasannya?
"Dia bisa merayu cewek dengan wajah lempeng kayak gitu?" Taka menatap Toru yang sudah menjauh. "Dan sialnya cewek secantik Yuka terjebak dengan tipu daya Toru."
Tomoya dan Ryota mengangguk setuju.
YOU ARE READING
Toru (OOR)
Fanfiction"Ibu ingin kalian menikah." Ucap Ibu begitu Toru dan Yuka duduk. Yuka terbatuk. Kenapa bisa Ibu Toru meminta hal aneh seperti ini? "Ibu jangan bercanda. Tidak ada yang terjadi diantara kita." Toru berusaha menjelaskan. "Tidak usah mengelak. Apa kau...