PART 20

110 3 0
                                    

Sudah tiga hari Fani mencari keberadaan Bima. Rumahnya selalu sepi, bahkan kedua orang tua Bima tidak ada. Saat Fani bertanya pada papa atau mamanya, mereka juga berkata tidak tau. Lagi pula siapa yang tau kabar dirumah kalau dia berada di luar kota.

Lio sulit dihubungi. Kevin dan Rizky menghilang entah kemana.

Fani termenung dibalkon kamarnya. Menengadahkan kepala, menatap langit mendung yang seolah tau bagaimana perasaan Fani. Gadis itu memejamkan mata menenangkan diri.

Lalu suara itu mengagetkannya, suara yang sangat dikenalinya. Suara itu suara mobil Bima.

Benar saja, saat Fani keluar memastikan apa benar. Benar saja, mobil Bima terparkir didepan rumahnya. Fani langsung pergi menuju rumah Bima tanpa perduli jika ia masih memakai piama.

Jantung Fani semakin kencang berdegup saat dia akan mengetuk pintu rumah Bima.

Tok

Tok

Tok

Pintu terbuka, Bima keluar dari rumahnya. Dia menatap Fani sendu, kesedihan memenuhi tatapan matanya. Sedangkan Fani, Fani menatap Bima berbinar.

Saat Fani akan membuka suara. Tiba-tiba Bima menyodorkan sebuah kertas, bukan surat. Kertas itu terkesan lebih elegan dan menarik.

"Selamat atas hubungan barumu dengan Kevin." Pintu tertutup lagi, bersamaan dengan Bima yang kembali memasuki rumahnya.

"Bima-Bima tunggu, Bim. Gue bisa jelasin. Itu gak kayak yang lo pikirin. Bimaa-" Fani terus menggedor gedor pintu rumah Bima memanggil-manggil namanya.

Sampai akhirnya Fani menyerah dengan tangisan. Dia pergi meninggalkan rumah Bima dengan tangisan dan sebuah kertas yang tadi diberikan Bima.

Setelah sampai di kamarnya, Fani segera membuka kertas yang diberikan Bima. Dan-dan kertas itu adalah kabar buruk bagi Fani.

Satu tetes

Lalu tetesan demi tetesan air mata mulai membasahi pipi Fani. Hujan mengguyur, menutupi suara tangisan Fani yang semakin keras.

Tanpa Fani sadari, sesorang mengintipnya dibalik pintu balkon kamar Fani. Hati yang sama sama tengah terluka.

Banyak pertanyaan terngiang dibenak mereka. Setiap rasa sakit, setiap air mata yang harus dibalas.

Fani masih terisak sampai hujan reda.

"Fanii, abang pulang!" teriak Arga.

"Fan...! " Arga kembali berteriak saat tak mendapat jawaban dari adiknya.

Dengan tak sabaran Arga menaiki lantai kedua rumahnya. Samar-samar Arga mendengar isakan dari kamar Fani. Perlahan Arga membuka pintu kamar Fani.

"Fan..." panggil Arga pelan nan lembut.

Fani mengusap air matanya saat menyadari kehadiran kakaknya. Arga buru buru masuk kamar Fani, meninggalkan tasnya sembarangan di depan pintu kamar Fani.

Bima takut adiknya kenapa-kenapa. Erat, sangat erat Arga memeluk Fani.

"Kenapa?" air mata yang tak dapat ditahan kembali mengalir bersamaan dengan racauan Fani tentang Bima.

"Kenapa kayak gini bang? Kenapa dulu Fani gak langsung maafin dia? Fani nyesel bang!" Arga bergerak menghapus air mata Fani.

"Udah ya..." bujuk Arga.

Seperti biasa, setelah Fani lelah dengan tangisannya gadis itu akan tertidur pulas. Bima bergerak mengambil undangan yang masih berada di genggaman Fani.

BIMA [Completed] (2018)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang