"Aish! Kenapa manusia mempunyai sifat rakus? Kamu sudah berjanji menggantikan nyawa atlet itu dengan nyawamu. Sudah kuberi kamu waktu seratus hari di dunia agar dia bisa melihatmu. Kenapa sekarang kamu ingin meminta yang lain lagi?" Malaikat itu melipat tangan di depan dada.
Chaeyeon menundukkan kepala. "Aku hanya mengungkapkannya. Mungkin ajah bisa kamu pertimbangkan lagi."
Sang malaikat mendengus kesal. "Sudahlah. Ayo!"
Chaeyeon hendak melengkah sebelum tangan malaikat itu menghentikan langkahnya. "Kenapa?"
"Saya masih penasaran, kenapa kamu mau menukar posisi kamu dengan Kim Sejeong? Apa ini semua hanya karena kamu salah satu penggemarnya?"
Chaeyeon menggelengkan kepala. "Bukan. Aku hanya mengembalikan apa yang udah pernah dia kasih padaku."
"Hm? Maksudnya?"
Flashback
"Berikan mainan itu padaku!" pinta seorang anak kecil berambut ikal dengan nada memaksa.
"Gak mau." Anak yang satunya menggenggam erat laser beam finger lights itu dengan kedua tangannya.
"Aku bilang, berikan!"
"Ini milikku!"
"Kamu sangat pelit! Makanya tidak ada satupun yang mau berteman denganmu selain anak pindahan dari Taiwan itu. Dasar anak yatim! Bapakmu pasti pergi karena tak tahan punya anak sepertimu," hina anak berambut ikal itu, membuat Chaeyeon kecil naik pitam.
"Jangan pernah hina keluargaku!" bentak Chaeyeon.
"Kamu berani membentakku? Rasakan ini!" Anak itu menjambak rambut panjang Chaeyeon hingga Chaeyeon juga membalasnya. Mereka berdua bertengkar tanpa ada seorang pun yang melihat karena jalanan di tempat itu sering sepi.
Mereka saling dorong hingga tidak sadar keduanya semakin menuju tengah jalan raya.
"Lepaskan!" pinta Chaeyeon.
"Kamu dulu yang lepaskan!" lawannya tidak mau mengalah.
"Hey! Ada mobil! Awas!" teriakan seseorang sontak membuat anak ikal itu mendorong tubuh Chaeyeon hingga terjatuh di tengah jalan raya, tepat di depan sebuah mobil yang akan melintas.
Chaeyeon hanya mematung menatap mobil hitam yang siap menabrak dirinya. Matanya terpejam. Hingga dia merasakan seseorang menarik dirinya, disusul dengan suara decitan ban mobil yang bergesekan dengan aspal terdengar begitu keras.
"Kamu gak papa?" Sebuah suara anak perempuan membuat mata Chaeyeon perlahan terbuka. Anak perempuan yang tadi berteriak memberitahukan dirinya dalam bahaya itu telah menyelamatkan Chaeyeon dari hantaman mobil pada waktu yang tepat.
"Hiya! Kalau main jangan di tengah jalan!" teriak orang yang membawa mobil itu.
"Maaf, Paman. Kami tidak berhati-hati," ucap anak perempuan yang masih mendekap Chaeyeon.
Mobil hitam itu kembali melaju, sedangkan anak ikal yang nyaris membunuh Chaeyeon sudah lari entah kemana. Yang tersisa hanya dua anak perempuan yang nampak sempantaran sedang terduduk di tepi jalan.
Chaeyeon masih gemetar karena kejadian yang hampir merengut nyawanya.
"Kamu gak papa? Jangan gemetar. Kamu selamat," anak itu mencoba menenangkan.
Tak lama kemudian Chaeyeon mengangkat kepalanya dan menatap mata anak perempuan itu. "Makasih," lirihnya.
"Syukurlah. Aku kira kamu akan pingsan." Anak itu tersenyum. Senyum yang terlihat begitu manis hingga menular pada sudut bibir Chaeyeon. "Lain kali kalau berantem jangan sampai ke tengah jalan. Kalau ibuku bilang, lebih baik diamkan orang yang mengganggumu daripada bertengkar dan kamu tetap terluka."
Chaeyeon hanya tersenyum mendengar ocehan anak itu.
"Aish, udah sore! Aku harus pergi. Lain kali jaga diri, ya." Anak itu hendak bangun, tapi tangan Chaeyeon langsung menahannya.
"Tunggu dulu," ucap Chaeyeon sambil merogoh saku jaketnya. "Ini." Dia memberikan sebuah mainan senter-senteran pada anak itu.
"Hah?"
"Ini sebagai tanda terimakasih sudah menyelematkanku. Anggap sebagai pembawa keberuntungan," ucap Chaeyeon sambil menundukkan wajahnya karena malu.
Anak itu tersenyum sambil menatap mainan di tangannya. Padahal keliatannya mereka seumuran—sama-sama kelas enam SD. "Aku terima ini. Aku pergi dulu, ya?" Kali ini anak itu bener-benar bangkit dan melangkah pergi.
Setelah beberapa langkah anak itu pergi, Chaeyeon kembali memanggilnya, "Hey! Siapa nama kamu?"
Anak itu menoleh. "Apa?" teriaknya.
"Siapa nama kamu?" kali ini suara Chaeyeon lebih besar.
"Aku? Kim Sejeong. Namaku Kim Sejeong!" anak perempuan itu menjawab dengan lantang diiringi senyuman lebar yang lagi-lagi membuat Chaeyeon ikut tersenyum.
"Kim Sejeong. Akan selalu kuingat nama itu," gumam Chaeyeon.
***
"Jadi kalian sudah saling kenal sejak lama?" Sang malaikat yang sedaritadi mendengarkan cerita Chaeyeon kini sudah ikut duduk bersama gadis itu. "Tapi kenapa selama ini kamu tidak mendatanginya dan malah hanya menjadi penggemar dia saja? Dia pasti masih mengingat kejadian-kejadian seperti itu."
"Iya, kah? Aku cuma gak tau cara menyapa dia. Pas pertama kali liat berita dia di TV, aku senang karena orang yang sudah menolongku punya kehidupan yang baik. Dia dicintai banyak orang, jadi inspirasi banyak orang, dan selalu ngasih semangat buat orang-orang di sekitarnya. Yang bisa aku lakukan hanya menjadi pendukungnya. Memberikan semangat agar dia tetap melakukan apa yang dia cintai.
Jadi, bagaimana bisa aku tidak memberikan nyawaku padanya dan membiarkannya menyerah begitu saja pada mimpinya? Maka dari itu aku meminta seratus hari kemarin untuk memberinya kembali semangat agar dia kembali menjadi dirinya yang kukenal," jelas Chaeyeon yang membuat sang malaikat terharu.
"Wah ... Jung Chaeyeon, kamu sudah memanfaatkan kesempatan hidup keduamu dengan baik, bahkan ketika kamu menjadi arwah sekalipun," puji malaikat itu.
"Aku harap dia pun menggunakannya dengan baik." Chaeyeon kemudian berdiri. "Ayo! Aku sudah siap ke surga."
"Sebentar." Malaikat itu tidak bangkit dari tempat duduknya. "Jung Chaeyeon, sepertinya saya punya penawaran menarik," ucapnya dengan senyum miring yang membuat mata Chaeyeon menyipit.
***
Sekian dan terimakasih
Sampai ketemu di cerita lainnya🙋
22-02-2018
Ara