Hallo Tisa, terimakasih sudah mau bersama.
-Abizar***
Kaget.
Cuma lima huruf itulah yang bisa mendeskripsikan perasaan gue saat ini.
Barusan Tisa nyium pipi gue, nyium woy!!!!!!
Gila gila gila. Selama kita pacaran—jarak 8 bulan ini, gue belum pernah sekalipun mengambil langkah untuk melakukan hal paling memabukkan itu. Dan barusan, si sableng tercinta ini yang break the way duluan. Gue sampai mengerjap tak percaya. Gue cubit-cubit ini lengan, sakit. Which means gue nggak mimpi. Gila sih ini.
Tisa dengan tidak berdosanya malah ngeloyor ke kamar mandi. Kan nyebelin. Masa habis kiss malah ditinggal gue-nya.
Detak jantung gue pun sama kurang ajarnya. Sedari tadi tak henti menabuh drum di dada sebelah kiri bagian dalam ini. Sebentar, gue ingin menetralkan perasaan asing yang tiba-tiba saja menyeruak masuk. Asing tapi nagih, nagih juga nyandu. Untung saja nyandu yang ini tidak haram.
Padahal, ketika gue tahu Tisa kecelakaan, perasaan gue kalut luar biasa. Harusnya malam ini jadi malam paling bahagia untuk gue, karena diusia yang baru sudah punya pendamping baru. Namun apalah daya, malang tak dapat ditolak. Si cinta keserempet pas naik ojek online.
gue hanya terdiam saat melihat perban sudah membalut lengan dan betisnya. Rasa ngilu mengerjap saat dokter jaga yang gue tanyakan, memberitahu bahwa lengan Tisa harus dijahit dengan sepuluh jahitan. Gue panik, yang lenganya diperban itu malah cengengesan doang.
Sepanjang perjalanan menuju apartemen gue—karena tak mungkin membawa pulang Tisa dalam keadaan diperban begini, gue hanya terdiam. Tisa memang sedari tadi ngoceh luar biasa, namun gue sudah terlanjur kesal. Kenapa dia harus naik ojek online? Kenapa nggak naik taksi online saja? Kenapa dia harus pakai mini dress kurang bahan gitu? Biasanya juga pakai jeans sama kaus dan gue nggak masalah. Kenapa harus ke PP dulu? Kenapa nggak langsung ke Mamma Rosy di Kemang? Gue nggak butuh deh kue ulang tahun kalau ujung-ujungnya Tisa celaka begini.
Baik! Setelah ini gue digaplok netizen karena terlihat over possessive.
Sepuluh menit berlalu, Tisa tak kunjung jua keluar dari kamar mandi. Lagi masak apa dia di kamar mandi?
Gue yang khawatir akhirnya memberanikan diri mendekat ke pintu kamar mandi. Memberi jarak sekitar 100 sentimeter dari pintu kamar mandi, karena tidak lucu nantinya jika Tisa keluar dari kamar mandi dalam keadaan, you-know-what-I-mean. Maksud gue kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, gue bisa lari duluan. Jangan mesum lo pada!
Terdengar gemericik air dari keran yang terbuka.
"Tis! Ngapain? Lama amat." Gue mencoba berteriak dari luar pintu kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eensklaps | PUBLISH ULANG VERSI WATTPAD
Aktuelle LiteraturKebetulan itu hanya membumbungkan harapan. Jika sudah di puncaknya, manusia menilai alam semesta berkonspirasi untuk mempertemukan sebuah kenyataan. Dan gue, tak menganggap kebetulan adalah sesuatu yang harus gue puja-puja. -Balerin Nastisha (Tisa...